“Ciremai Neng, Kang, ojek ojek”, ujar beberapa Mamang Ojek begitu saya dan Janatan turun dari elf yang membawa kami dari Cileunyi ke Terminal Maja, Majalengka.
Kami berdua berencana untuk mendaki Gunung Ciremai, spontan saja. Meski sudah mendengar cerita-cerita mistis tentang pendakian Gunung Ciremai, kami tetap ingin mendaki titik tertinggi di Jawa Barat ini.Toh kita niatannya baik, pasti di sepanjang jalan juga akan baik-baik saja. Dulu sempat baca cerita blog tentang pendaki yang “disesatkan” di Ciremai dan baca blognya Acen Jalan Pendaki ke Ciremai via Linggarjati. Dua cerita itu sempat membuat saya bergidik dan ciut nyali untuk mendaki Ciremai. Namun pada akhirnya jadi juga saya ke sana dan memilih jalur Apuy ketimbang Linggarjati atau Palutungan.
Saya tolak dengan halus tawaran Mamang Ojek tadi dan melipir ke satu warung samping terminal, meletakkan carrier, duduk menyantap nasi kuning dan menyesap teh tawar hangat sambil menunggu langit cerah. Kami berencana mencari rombongan lain yang mungkin bisa diajak patungan membayar pick-up ke basecamp Apuy.
Namun hingga langit berubah warna dari biru, jingga, emas, kami tidak menjumpai rombongan lain di terminal. Mungkin karena hari itu hari Minggu sehingga sepi pendaki. Pada akhirnya kami mengiyakan Mamang Ojek yang sedari awal tak berhenti membujuk kami untuk naik ojek. Toh, tak ada salahnya berbagi rejeki dengan mereka. Harga yang diminta juga tidak terlalu mahal, Rp 60.000,- per orang untuk satu jam perjalanan dari Maja ke Basecamp Apuy. Kami juga tidak mau kesiangan karena rencana pendakian hanya dua hari, jadi harus berangkat sepagi mungkin, mendaki sampai pos terakhir dan langsung summit attack keesokan paginya dan langsung turun. Begitu rencana awalnya.
“Ayo Neng taruh di depan aja tasnya”, ujar si Mamang. Saya berikan dan naik ke boncengan dengan kamera terkalung di leheer. Pemandangan dari Maja menuju Basecamp wajib diabadikan. Apalagi pagi itu cuaca cerah dan udaranya sejuk.
Motor bebek digas terus oleh si Mamang menyusuri tanjakan yang kadang berlubang. Setelah jalan aspal habis, kita melintas di jalan tanah dimana beberapa kali kami harus turun karena takut tergelincir jatuh.
Sampai sekitar jam 7 di Basecamp Apuy, kami langsung registrasi di Pos 1 atau Pos Berod. Biaya registrasinya Rp 50.000,- per orang. Lumayan mahal juga ya. Kami sempat bertanya apakah boleh lintas jalur, misalnya naik via Apuy (Majalengka) dan turun via Palutungan (Kuningan) dan jawabannya adalah tidak. Alasannya agar semua pendaki dapat terorganisir data naik dan turunnya, meminimalisir angka pendaki yang tersesat karena naik dan turun dari jalur yang sama. Kata Bapak petugas Taman Nasional Gunung Ciremai ini, banyak sekali pendaki yang tersesat di Ciremai dan penyebab utamanya adalah karena mereka lintas jalur naik dan turun.
Fyi, gunung tertinggi di Jawa Barat ini memiliki tingkat kesulitan pendakian yang lumayan jadi harus mempersiapkan fisik dari jauh-jauh hari. Meski pun katanya mendaki gunung itu lebih kepada ujian mental, tetap saja kalau fisiknya lemah ya zonk. Jadi harus tahu betul kapasitas diri masing-masing saat mendaki gunung.
Ditambah lagi tidak adanya sumber air di jalur pendakian Apuy, akan membuat pendakian lebih berat karena beban air. Untuk pendakian dua hari, kami membawa air 4 botol 1,5 liter, 1 botol minum kapasitas 1 liter dan 1 botol kapasitas 700ml. Pun kami mengatur menu makanan yang tidak membutuhkan banyak air seperti sup atau mie instan berkuah.
Sehabis melakukan pemanasan, kami mulai berjalan pelan. Dari pos 1 menuju pos 2 (Pos Arban) memakan waktu sekitar 30 menit saja dan jalurnya bisa dilewati motor. Berjalan pelan sambil mengatur nafas, kami tertawa-tawa sepanjang jalan. Tidak banyak pendaki yang kami jumpai di jalur dan itu membuat saya senang.
Namun sempat kami berjumpa dengan pendaki yang tidak mengenakan alas kaki, sedang berjalan turun. Saya tanya baik-baik kenapa dia tidak memakai alas kaki, katanya enak begitu daripada pakai sepatu. Saya kecewa dengan pendaki yang abai keselamatan diri seperti dia. Kalau porter okelah kita maklum mereka memang terbiasa memakai sandal jepit atau bahkan bertelanjang kaki. Lah kalau pendaki biasa? Tergelincir lalu kakinya patah? Hanya akan menyusahkan dirinya dan orang lain juga kan? Menurut petugas TNGC, pendaki yang ketahuan tidak mematuhi peraturan pendakian, akan ditarik asuransinya dan pihak Taman Nasional tidak akan bertanggung jawab atas apa pun yang menimpa pendaki nakal itu.
Perjalanan dilanjut lagi dari Pos 2 menuju Pos 3 (Tegal Masawa), jalurnya sudah mulai “yahud” dengan estimasi waktu pendakian 2 jam. Tanjakan dengan elevasi 45 hingga 80 derajat sudah menanti. Beberapa kali kami harus memanjat dengan berpegangan pada akar-akar kayu. Sampai di Pos 3 ternyata ada beberapa pendaki yang sedang isthirahat. Karena sudah hampir jam 12 siang, kami mengeluarkan kompor dan memasak makan siang dan menyeduh susu.
Hujan turun tepat saat kami hampir selesai makan. Dengan sigap kami packing, memasang rain cover dan memakai rain coat lalu bersiap berjalan lagi. Saat hujan, kami berjalan lebih pelan dan hati-hati agar tidak tergelincir. Perjalanan dilanjutkan ke Pos 4 (Tegal Jamuju) dengan estimasi waktu 1 jam. Hujan masih terus mengguyur hingga perjalanan menuju Pos 5 dan syukurlah hujan berhenti dan kami bisa melepas rain coat.
Saya menyenangi perjalanan dari Pos 4 menuju Pos 5 karena menjumpai banyak sekali pohon-pohon besar yang tidak cukup dipeluk satu orang saja. Selain pohon, akar-akaran juga semakin memperindah jalur pendakian. Saking senang dan terpesonanya, kami tak sadar sudah sampai di Pos 5 (Sanghyang Rangkah) yang ternyata kami tempuh dalam waktu 1,5 jam. Kami berencana untuk mendirikan camp di Pos 6 agar dekat dengan puncak. Di Pos 5 kami berjumpa dengan pendaki yang hendak turun, berbincang sebentar dan melanjutkan perjalanan.
Saya sudah lelah namun seperti biasa Janatan selalu kelihatan santai, nggak ada capeknya. Perjalanan menuju Pos 6 dari Pos 5 memakan waktu 2 jam, dengan jalur sempit, berbatu dan cukup terjal. Apalagi setelah ketemu percabangan jalur Apuy dan Palutungan, jarak ke Pos 6 sudah dekat tapi kki rasanya berat bener.
Senangnya selama di jalur, kami dihibur oleh burung jalak hitam yang ada garis orange ikut berjalan melompat dan sesekali terbang di dekat kami. Masyarakat lokal percaya bahwa burung-burung ini bukan sembarang burung. Jangan sesekali mengganggu, menyakiti atau membawa mereka pulang kalau tidak mau mendapat malapetaka. Ya percaya nggak percaya yaaaaa…. Tapi memang benar bahwa kita sebaiknya tidak mengganggu makhluk hidup lain.
“Yok, udah kelihatan itu Goa Waletnya”, kata Janatan, membuat saya semangat. Ternyata lokasinya ada di bawah dan kita harus menuruni jalur. Hanya ada satu tenda biru yang kami jumpai. Kami sapa mereka berdua yang bernama Abi dan Nopri. Hanya kami berempat yang ada di Goa Walet waktu itu.
Goa Walet ini memang agak membingungkan karena katanya banyak walet di sini sehingga dinamai seperti itu, padahal tidak satu pun walet yang saya lihat atau dengar suaranya. Yang ada hanya potongan botol Aqua yang ditinggalkan p
endaki untuk menampung air dari stalaktit di dalam goa, meski hanya tetesan-tetesan kecil. Pun air hanya akan menetes saat musim hujan. Jika musim kemarau mungkin tidak ada tetesan air sama sekali. Jadi jangan bergantung dengan air tetesan dari gua, persiapkanlah dengan baik logistik pendakian.
Kami memilih camp di dalam goa, mencari bagian yang rata dan membangun tenda. Habis berganti pakaian hangat, kami memasak makan malam. Malam itu dingin sekali sehingga saya terus-terusan ingin meminum susu. Kami makan banyak sekali agar badan hangat. Tapi tetap saja dingin. Akhirnya kami keluar dan mengajak Abi serta Nopri untuk ngobrol dan membuat api unggun kecil dari ranting kecil yang berserakan namun sayangnya gagal. Hampir sejam kami berusaha tapi tidak berbuah apa-apa. Kami masuk ke tenda masing-masing dan bersiap untuk tidur. Kami berempat berjanji bangun setengah lima pagi untuk berjalan bersama-sama ke puncak.
Seperti biasa, setiap tengah malam pasti saya terbangun karena kedinginan, sehangat apa pun pakaian dan sleeping bag. Seperti biasa juga, Janatan pasti bangun untuk memasak susu hangat, menyendokkan roti dan susu, membuka kaus kaki tebal saya dan menggosok kaki agar hangat lalu tidur lagi. Janatan surely my best travel/hike mate ever.
Menuju Puncak Ciremai
“Bi, Pri udah bangun belum?” panggil saya kepada teman di tenda sebelah kami saat bunyi alarm bersahut-sahutan. Dari Pos 6 (Goa Walet), hanya dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke puncak. Kami bangun pukul setengah lima dan segera bersiap ke puncak dengan membawa air minum, snack dan tripod.
Suhu di luar dingin sekali, membuat enggan bergerak. Namun begitu terbayang dalam imajinasi cantiknya sunrise dari puncak gunung membuat saya tergiur dan ingin cepat berjalan, memanaskan badan.
Kami menyusuri jalanan berbatu dengan perlahan-lahan. Dinginnya udara dan tipisnya oksigen, membuat saya menarik nafas sedalam-dalamnya, sebanyak-banyaknya. Sesekali melihat ke belakang dan melihat pemandangan berlampu Kota Majalengka dan Kuningan.
“Puncak, puncak”, teriak Nopri. Iya, puncak sudah dekat. Sambil menyeret kaki yang berat, saya begitu senang ketika kami berempat berhasil mencapai Puncak. Hanya ada kami berempat, tidak ada pendaki lain. Langit sudah mulai terang dan mulai mengeluarkan semburat jingga. Nopri dan Abi bilang mereka ingin berjalan-jalan ke sisi lain kawah dan tinggallah kami berdua, Janatan dan saya.
Begitu langit sudah sangat cerah, di kejauhan kita bisa melihat Gunung Cikuray dan Gunung Slamet di kejauhan. Puncak Gunung Ciremai yang sebenarnya adalah bibir kawah cukup luas sehingga saya terpikir untuk terbang dari puncaknya memakai parasut paralayang. Terdengarnya seru ya? Semoga bisa terwujud. Amin!
Kawah Gunung Ciremai yang merupakan Gunung Stratovolcano ini masih aktif hingga sekarang sehingga setiap pagi kita bisa melihat belerang membumbung dari dasar kawah. Kita bisa duduk santai di tepi kawah asal selalu melihat jarak aman agar tidak terpeleset ke dalam kawah.
Kami bersantai di Puncak jam delapan pagi, turun ke Pos 6, menyiapkan makan siang untuk dibawa, membereskan tenda dan packing. Kami sempat kaget karena ada tenda lain di dekat kami yang cuma terdiri dari tenda tanpa rangka. Itu tidurnya di dalam bagaimana ya, pikir saya. Abi dan Nopri yang sudah lebih dulu selesai packing, pamit untuk turun duluan dan kami berjanji untuk bertemu di Pos 1 saja untuk sama-sama naik pick-up ke Terminal Maja.
Butuh waktu empat jam untuk turun dari Pos 6 ke Pos 1, itu pun sudah berjalan cepat bahkan setengah berlari. Sedap banget rasanya dengkul begitu sudah sampai di Pos 1. Sempat kecapean juga pas di jalur turun dan kami bobok di jalur. Sepanjang jalan turun kami hanya berjumpa pendaki lain di Pos 5 dan Pos 2. Sisanya kita cuma berdua di jalur dan pas kabut turun berasa lagi ada di film “Silent Hill”.
Sampai di Pos 1, sampah kami diperiksa dan setelah membereskan administrasi, kami mendapatkan sertifikat dan badge dari Taman Nasional Gunung Ciremai. Asooooyyy… Ternyata kalau dulu, biaya pendakian sebesar Rp 50.000,- itu sudah termasuk compliment satu kali makan dan es teh manis, namun kini diganti dengan sertifikat. Lucu juga ya, seumur-umur saya naik gunung tidak pernah dapat “hadiah”. Rasanya jadi gimana gitu…
Jadi, kalian mau mendaki gunung yang katanya mistis ini? Tenang, selama kita berniat baik dan tidak macam-macam di alam, niscaya kita akan aman dan selamat. Jangan lupa berdoa ya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mendaki Ciremai :
- Transportasi ke Basecamp Apuy, bisa naik bus dari Kampung Rambutan dengan jurusan Garut / Tasikmalaya, turun di Cileunyi, lanjut naik elf jurusan Bandung – Cikijing dengan ongkos sekitar Rp 20.000,-, turun di Terminal Maja.
- Bawa persiapan air yang cukup karena tidak ada sumber air di jalur. Minimal 2 botol x 1,5 liter per orang untuk pendakian 2 hari 1 malam. Jika harinya lebih, ya bawa airnya lebih banyak.
- Biaya pendakian Ciremai via Apuy adalah Rp 50.000,- per orang. Begitu juga dengan jalur Linggarjati dan Palutungan.
- Dulu orang-orang percaya bahwa tidak boleh buang air kecil di tanah dan harus di botol. Tapi sayangnya sang emppunya tidak mau membawa turun dan malah jadi nyampah kan. Tidak apa-apa untuk buang air di tanah asal permisi pamit dulu ya dan jangan buang air di jalur ya.
84 thoughts on “Mendaki Gunung Ciremai (Yang Katanya Mistis) via Apuy Majalengka”
Jadi kangen muncak lagi kalau begini 😀 😀
aduh, itu foto yang penuh kabut, cantik banget ya beb.
yuk, kapan-kapan kita naik gunung bareng!
waaah keren banget! Indahnya gunung Ciremai! Ngilerrr
Adis takdos
travel comedy blogger
http://www.whateverbackpacker.com
Aku pun kangen muncak lagiiiiii. Enaknya kemana ya Nas?
Iya senang banget kalau dapat foto pas lagi berkabut-kabut gitu beb. Hayuuuuu. Tunggu aku sembuh yah 😉
Hahahaha nggak sengiler ke Nepal terus Annapurna sih Dis :p
Gunung gede pangrango, cibodas bogor
buset mbak reservasi nya mahal buanget itu, kira kira yang bikin semahal itu apa ya hehe
Mbak, bisa minta CP mbaknya ga? Ada yg mau saya tanyain. Makasih.
waah dpt info nih via apuy, thx mba,, mau ikut muncak lg ga mba k ciremai
pemandangan dari atas gunung memang benar-benar sangat indah dan sulit untuk di lewatkan..
kak, kalau boleh tau dari jakarta naik bis jurusan apa dulu ya?
Kak itu pendakian ny kapan ya ? Soalny Saya ada rencana mendaki naik jalur patulungan dan turun jalur apuy
Kalo ndakinya 2 orang boleh ga yh..?
Kalau menurut Bapak penjaganya, itu karena Ciremai sangat rawan kecelakaan dan kebakaran, jadi itu biaya kolektif untuk antisipasi 🙂 Para pendaki juga mendapat sertifikat dan pin serta badge. Lucu sih…
Boleh email aja ke [email protected] ya 🙂
Saya sih cukup sekali aja Mas. Hahahahha xD
Iya benar sekali 😉
Bisa ke arah Garut atau Tasikmalaya, nanti turunnya di pintu tol Cileunyi ya…
Ini pendakiannya bulan Juni kemarin 🙂 Btw, sekarang sudah tidak diperbolehkan untuk lintas jalur ya… Jadi kalau naik dari Palutungan, turunnya juga harus dari Palutungan…
Boleh Mas. Saya juga mendaki dua orang saja kok. Kan ketemu pendaki-pendaki lain juga di jalur 🙂
Nice inpoh mbak, dapat sertifikat ya. Congrats ya hehe
okey terimakasih info nya kak! 🙂
mahal banget biaya masuknya
mksh mba info mt ceremai nya..barangkali ada yang mau gabung ke ciremai tnggl 8 desember 2016 contak aja 089663454454
Makasih infonya mbak .rencana tgl 24-26 desember saya mau ke ceremai.kalo ada yg mau ikut bsa hubungi saya di 085920100017
Thanks kaka satsat infonya membantu sekali, anw mau kesana minggu besok:))
total berapa jam dari basecamp-pos6??
saya juga bang tanggal 24-26 keciremai
ko sepi si mba ??? pernah ad pengalaman mistis ga mba slma muncak ??
wow keren…
Keren abis mba
Hahahaha iya dapat sertifikat Mas. Terima kasih ya! xD Sudah naik ke Ciremai belum?
Ya mungkin mahal tapi sebanding dengan apa yang kita dapat di sana, pemandangannya sih terutama 🙂
Hai Eman! Terima kasih sudah mau mampir ya…. Jadi sudah naik ke Ciremai kan? Gimana? Seru?
Saya berangkat jam setengah 9 sampai jam setengah 5 sore Mas…
Iya kebetulan dapat sepi karena naiknya hari Minggu dan turunnya hari Senin. Hehehehe 🙂 Syukurlah gak ada pengalaman mistis sih di Ciremai. Aman selamat sentosa 🙂 Selama kita niatannya baik buat naik gunung, pasti bakal baik2 aja 🙂
Terima kasih Mas Muhammad 😉
Terima kasih Mas Giffari sudah mampir ke blog aku ya 😉
Foto-fotonya bikin nostalgia, Kak Winnie.
Udah lebih dari setahun yg lalu ke sana.
Jadi kangen ah haha
ditunggu ke malang nya makk
iyaaa samaa
ada yang mau naek tanggal 18 januari ngga yah, dapet cuti dari kantor tanggal segitu euyyy
pendaki pemula kuat ga kira-kira :((((
mau kesana tapi kok takut g kuat, takut nyusahin rombongan :(( merod nih -_-
Mau nanya, kalo g.ciremai itu kira2 cocok gak ya untk pemula dan jalurnya bagaimana jelas atau tidak ?
Okek, jadi ini kerir nanti berat di air doang kayanya!
Thx Sat, lebih tenang setelah baca tulisan yang ini. hahahha
Hello,,,,kpn acara mndaki,,,pingin gabung euy. Sya gk ada teman
Kalo bawa mobil pribadi enaknya parkir dimana ya?
@Nungky Pitaloka, hayu kalau mau ikut, tanggal 24 februari 2017, email ya kalo mau join ke [email protected]
Mau muncak kemana nih tgl 24 februari???pengen ikutan
wah, bener2 cantik banget mbak ;D
Karena saya naiknya dari Jalur Apuy mungkin bisa parkir di basecamp bawah Apuy Mas Ruli, soalnya ke pintu masuk nya gak ada jalur mobil. 🙂
Sepinya bikin was was yak, terbaik deh mbak sat. For all yg udah mampir saya mau sekalian ajak mendaki ARJUNA WELIRANG Malang. Bulan Mei 2017. Untuk kabar kabar mau bareng ke sini ya [email protected]
Ayolah yg mau ikut mendaki tanggal 1juli
Email : [email protected]
Wah coba Kalo bawa ransum mungkin bisa lebih hemat
Hahahha iya mungkin dengan bawa ransum bisa lebih hemat ya 🙂
Ada yg naik kah bulan ini tanggal 27 saya dan teman teman ingin naik mungkin bisa berjumpa disana, saya dari daerah cakung jakarta timur. Salam kenal [email protected]
Ada yg mau naik kah ke cermai tanggal 27 bulan ini? Salam kenal
Tahun 1993 saya naik via Linggarjati dan setelah itu gantung carrier, rasanya pengen nyoba lagi naik gunung nih…tapi blm ada rekan, karena sudah ga berani naik sendiri ga seperti dulu dan sekarang mungkin ga diperbolehkan untuk single. Kira2 mungkin ada saudara2 yg mau gabung mendaki?. Email: [email protected]
Bang gmna naiknya?? Saya rencana mau ksna tgl 12… sumber air di goa walet aman kah.?
Mantabb baru minggu kemaren saya dan temen" dari cirebon naik via Apuy tiket masuk memang agak mahal tapi pengelola bener" profesional dan memperhatikan memonitor keselamatan pendaki
Waktu via Apuy, ejie ikut acara Saparakanca, sat. Dan karena tektok, hanya sampai di Pos 5 karena teman sakit. Belum ke Puncak via Apuy. Cakep pisan di atas yah kalau langit cerah, sat 🙂
Semoga nanti bisa kesana lagi, Aamiin.
Thanks ceritanya, sat2….
Hai Kak Wahyu, terima kasih sudah mampir ya…. Wah gimana pendakiannya kemarin seru? Cuaca cerah nggak? Hehehehe… Iyaaa aku merasa sebanding kok pelayanan yang diberikan petugas TN Ciremai dengan biaya yang kita bayarkan. Paling semoga ke depannya toiletnya makin bagus ya 😉
Wah aku belum pernah denger Saparakanca Jie… Gimana jalurnya? Enak? Berarti Ejie harus balik lagi ke Ciremai biar sampai ke puncak yaaaa dan dapat cuaca cerah. Amin ya aminnnnn <3
View goa waletnya gak ada tanding! Oya, waletnya udah migrasi, karena kebanyakan pasang tenda di bawah itu 🙂
Thanks gan reveiw nya Sangat menarik . foto – foto nya keren juga .
Matab gunung ciremai . saya jadi mau kesana abis liat rewei ini . Makasih bro
Iya aku juga merasa pasti karena banyak pendaki jadinya waletnya sudah nggak betah yaa….
Terima kasih juga sudah berkunjung Kak…
Sama-sama Bro, terima kasih sudah mampir dan membaca…
Kayaknya seru, Kak Winnie. Kapan-kapan cobain ah ke Ciremai via Apuy. 🙂
Ciremai memang luar biasa. saya sebener,e asli klaten kerja di cirebon. naik ke ciremai bareng temen" kantor via apuy jalurnya masih enak hampir sama kaya merbabu via selo
Hihihihi iya dong kapan-kapan cobain mendaki via Apuy yaaa… Aku pengen Ciremai lagi tapi lewat jalur lain. Ahahahaha…
Iyeessss masih enak yaaa hahahahaa. Duh aku belum pernah nyoba Merbabu via Selo nih hahahaa.. Rencananya mau ke Merbabu minggu depan tapi via Suwanting….
BUKANNYA DILARANG BIKIN CAMP DI GUA WALET….?
Halo Mas Adang, peraturan untuk tidak bikin camp di Goa Walet itu baru ada belakangan ini dan saya ke Ciremai dua tahun lalu ketika peraturan itu belum ada. Terima kasih banyak…
Mbak pengen nanya,kan berangkat dari terminal maja ke basecamp apuy naik ojek, nah kalau pulang dari basecamp ke terminal naik apa, apakah ada ojek yang mangkal disana?,
terima kasih
Dear Mas Rizki, biasanya kalau pulang ada mobil pick-up yang udah stand-by dan mereka nunggu 10 orang buat berangkat. Kalau kamu terburu-buru juga kadang ada ojek. Tapi lebih enak kalau janjian dulu sama ojek yang kamu temui di bawah, tukeran nomor nanti tinggal telpon hehehe…
Siap antar ke puncak WA jalur Apuy WA 082214092191
KUANGENNNNNNNNNN……..
INGAT MASA MUDA TAHUN 1990 MENDAKI PUNCAK CIREMAI
Gunung yg penuh mistis dan susah air..
mendirikan tenda di kuburan kuda…weleh…penunggunya gak suka ,kaki pada biru kayak dicubitin…
masa muda masa yang indah..sejuta kenangan yang indah…
sekarang udah 44 tahun..hanya bisa mengingat dan tersenyum
salam rimba saudaraku..
Klo ongkos dari terminal cileunyi ke majalengka itu berapa kak?
Ongkos dari terminal cileunyi ke Majalengka berapa kak?
Sangat luar biasa
Sangat luar biasa,,,, pokoe yes you