3 Hari Bergembira di Tanjung Bira



“Ada libur 3 hari nih sebelum event kerjaanku hari sabtu & minggu di Makassar. Bira dulu yuk?” ajak saya pada Yusni lewat whatsapp.

“Yoklah, butuh libur syuting dulu torang ini”, jawabnya langsung.

Hanya segampang itu memang mengajak anak yang satu itu untuk pergi eksplorasi ke mana saja. Tentu dengan catatan asal tidak ada jadwal kerjaan atau kerjaan bisa dipercayakan ke teman yang lain dulu ya. Hahaha.

Sudah lama memang kami berdua ingin mengunjungi Tanjung Bira namun belum kunjung terealisasi. Jadilah ketika waktu-nya pas, tanpa babibu, langsung meluncur ke Tanjung Bira dari Makassar.

Butuh waktu kurang lebih 5-6 jam berkendara dari kota Makassar untuk tiba di Tanjung Bira. Awalnya, kami berpikir menyewa mobil dari Makassar menjadi ide yang bagus karena kami bisa bergantian menyetir mobil. Keuntungan yang lain, kami bisa berhenti di mana saja, kapan saja sesuka hati kalau ada objek di pinggir jalan yang menarik perhatian.

Pada akhirnya niat itu diurungkan karena Yusni sedang malas menyetir mobil. Capek menyetir tiap hari, maunya disetirin saja. Saat itu saya juga sedang lelah kalau harus menyetir 12 jam pergi-pulang dan juga ada kerjaan setelahnya. Harus jaga kesehatan agar tidak terlalu lelah dan bisa bekerja maksimal di hari H.

Akhirnya win-win solution-nya adalah naik travel saja. Tentu lebih murah dari menyewa mobil dan kami tinggal duduk manis atau tidur sepanjang jalan lalu bergembira mengeksplorasi Tanjung Bira.

Dari Ceya, sahabat saya di Makassar, kami diberitahu untuk naik BMA Travel dari Makassar ke Bulukumba, ongkosnya Rp 110.000 saja per orang sudah termasuk satu botol kecil air mineral. Setiap hari BMA berangkat jam 7 dan 9 pagi. Kami memilih berangkat jam 9 dan tiba di Bulukumba sekitar pukul setengah tiga sore. Tak seperti biasanya saya tertidur mulai dari berangkat hingga tiba di Bulukumba padahal saya ingin menikmati panorama kiri dan kanan.

“Ngana tidur kayak orang mati. Dipegang-pegang juga nggak bangun. Syukur nggak jadi nyewa mobil kita, yang ada ngana nyetir sambil tidur”, kata Yusni yang ketika saya bangun melihat saya sambil tertawa-tawa. 

Iya juga ya, memang naik BMA Travel adalah pilihan yang baik. Meski jadinya tidak lihat apa-apa di jalan tak apa. Bisa balik kapan-kapan toh, road trip naik mobil atau motor yaw!

Oh iya, dari Bulukumba ke Tanjung Bira masih sekitar 45 menit perjalanan. Bisa naik angkutan kota atau “pete-pete” disebutnya, cukup dengan membayar Rp 25.000 per orang. Beruntungnya, kami dipertemukan dengan teman yang baik dari Bulukumba yang bersedia mengantar kami ke Bira, Ari namanya. Terima kasih Ceya yang sudah mengenalkan kami dengan Ari yaaa.

Ari, anak asli Bulukumba yang tampak malu-malu di awal kami bertemu, namun ternyata super seru. Sepanjang jalan Bulukumba – Bira kami berbincang banyak sekali dan tertawa-tawa. Sayang karena kesibukan pekerjaan, Ari tak bisa bergabung dengan kami untuk eksplor Bira. Padahal kalau bertiga seru juga. 

Sempat mampir di tepi jalan Tanah Beru untuk melihat kapal phinisi yang hampir jadi, tibalah kami di Tanjung Bira. Sudah hampir pukul setengah lima sore karena kami sempat berhenti untuk makan ayam goreng enak di Bulukumba.

Saya dan Yusni sudah memesan penginapan selama dua hari di “Woywoy Sunrise Bira”. Bentuk penginapannya lucu seperti Bathbox / Bathhouse yang ada di Brighton Beach, Melbourne, kecil dan berwarna-warni. Meski kecil, kamarnya bersih dan wangi, itu yang terpenting. Tak harus besar kamarnya karena cuma dipakai buat tidur. Seharian kita ada di luar eksplorasi. Yang penting bisa isthirahat, cukup.



Mengapa saya memilih untuk menginap di Woywoy Sunrise Bira? 

Alasannya adalah saya ingin ketika bangun pagi  saya tidak harus berkendara lagi untuk menikmati matahari terbit. Oleh karena itu saya memilih penginapan yang menghadap ke timur. 


Ini pemandangan sunrise dari depan kamar, Pagi-pagi pindah ke kasur balkon ini, tiduran sambil lihat matahari terbit.


Ada dua opsi untuk menginap di Tanjung Bira dan menikmati matahari pagi, yaitu Woywoy Sunrise Bira dan Woywoy Paradise. Karena saya menyukai bangunan yang lucu-lucu, saya memilih untuk tinggal di Woywoy Sunrise. Saya memesan penginapannya via traveloka, jadi untuk harganya, silakan cek sendiri ya. Hahaha. 

Bercanda! 

Untuk menginap di Woywoy Sunrise harganya Rp 300.000 per malam ya. Cuma ada lima kamar jadi dipastikan setiap weekend selalu penuh. Tips dari saya, datanglah di hari biasa.

Ini Woywoy Paradise yang tampilannya mirip Santorini mini katanya. Lucu ya…

Untuk berkeliling di Tanjung Bira, saya menyewa motor di Warung Bambu Tanjung Bira dengan harga Rp 80.000 per hari. Dengan catatan tanpa helm ya. Waktu saya tanya helm, katanya nggak ada. Jadi ya gimana dong. Ya terima saja begitu adanya. Kalau mau menyewa datang saja dan bilang kalau kalian berniat menyewa sepeda motor.

Jalan sendiri tanpa local guide memungkinkan kok di Tanjung Bira. Petunjuk ke objek-objek wisatanya jelas dan bisa juga bertanya dengan penduduk lokal yang dengan senang hati menunjukkan arah jalan. Bisa juga pakai google maps. 

Untuk masuk ke Tanjung Bira, setiap pengunjung dikenakan biaya masuk Rp 10.000 dan untuk sepeda motor bayar Rp 5.000. Kalau kalian menginap di Tanjung Bira, bayarnya hanya sekali saja dan beritahu petugas pintu masuk-nya kalian menginap di mana pasti dikasih lewat.

Cukup nggak ya 3 hari 2 malam berkeliling Tanjung Bira?


Jawabannya sih bisa cukup, bi
sa nggak hahaha. Tergantung masing-masing pribadi. Andai punya waktu lebih lama pasti saya memilih menetap lebih lama, minimal seminggu lah. Jadi satu hari cuma satu destinasi saja terus leyeh-leyeh sepanjang hari boleeeeehhhh. Lalu bisa lanjut ke Selayar dan Takabonerate. Sayangnya kemarin mepet waktunya. 

Jadi ke mana saja kami kemarin?

  • Pantai Tanjung Bira


Ya kalau ke Tanjung Bira pasti mampir ke pantainya ya. Pasirnya halusss sekali seperti bedak dan saya senang ketika menemukan papan bertuliskan “dilarang membawa pulang pasir”. Ya iyalah ya, kalau pasirnya secantik dan selembut itu pasti banyak yang mau bawa pulang. Meski sudah banyak warung-warung dan puluhan boat terparkir di pantai ini, tetap menyenangkan untuk duduk di tepi pantai menikmati senja. Semesta mendukung sekali waktu kami ada di sana. Senjanya selalu memukau dengan matahari bulat, bulat bola pingpong. 

Matahari senja dan air kelapa, tiada dua nikmatnya!


  • Tebing Apparalang 



Jika pergi ke Apparalang, pastikan kamu sedang tidak patah hati dan berniat untuk loncat dari tebing ya. Hahaha. Soalnya menggoda memang warna birunya untuk menceburkan diri dan memang sebenarnya bisa ‘cliff jumping’ tapi ada tempat khususnya dan harus ketika air sedang pasang. Jangan sembarangan asal loncat dari tebing ya.

Enaknya ke Apparalang di hari biasa adalah tidak banyak pengunjung. Saat kami tiba, hanya ada 3 anak gadis yang sedang asyik bersantai di hammock dan pergi tak berapa lama sejak kami tiba. Jadilah saya dan Yusni berdua-dua saja di Apparalang tanpa ada orang. Awalnya ingin cliff jump juga tetapi mengingat kondisi tangan saya yang baru saja dioperasi dua bulan lalu, niat itu saya urungkan. Nanti saja balik lagi dan loncat dari tebing ketika kondisi tangannya sudah lebih kuat ya Sat, ya.


  • Tanjung Bara




Ada Bira ada Bara, ada Bara ada Bira. Semacam nama kakak beradik ya meski sebenarnya itu adalah nama pantai yang bersebelahan dengan Tanjung Bira. Banyak wisatawan yang memilih menginap di Tanjung Bara karena lebih sepi dari warung-warung dan pantainya serasa milik pribadi katanya. Saya bersyukur karena kemarin tidak jadi menginap di Tanjung Bara karena posisi matahari sedang tidak menguntungkan, dalam artian posisinya sedang tidak pas untuk menikmati matahari terbit maupun matahari terbenam. Kalau di pertengahan tahun lebih enak katanya di Bara, bisa nikmatin sunrise dan sunset sekaligus di pantainya.

Kalau disuruh memilih Tanjung Bara atau Tanjung Bira, saya lebih suka Tanjung Bara karena lebih panjang dan luas pantainya, lebih sepi dan banyak pohon kelapanya (alasan apa itu pohon kelapa?).

Di sekitaran Tanjung Bara juga jadi spot snorkeling yang asyik. Tak terlalu jauh dari bibir pantai kok spotnya tapi naik kapal juga boleh. Sekalian ke spot-spot lainnya mungkin?

  • Pantai Kaluku


Pantai Kaluku ini juga salah satu favorit saya karena selain main di pantai, kita bisa lihat proses pembuatan kapal phinisi yang harganya bisa milyaran itu! Saya ingin sekali punya satu kapal phinisi suatu hari nanti (mari kita bekerja keras bagai kuda ya!). 


  • Pulau Liukang Loe


Selain bagian daratan Tanjung Bira, kita bisa eksplorasi dua pulau di seberangnya, Pulau Liukang Loe dan Pulau Kambing. Tentu kita harus menyewa kapal untuk menyambangi dua pulau itu. One Day Trip ke Liukang Loe & Pulau Kambing harganya Rp 650.000 – 800.000 dan bisa dibagi hingga delapan orang. Masalahnya saya dan Yusni hanya berdua saja dan tidak ada tamu lain yang kami bisa ajak share cost. Akhirnya kami memutuskan untuk main-main ke Pulau Liukang Loe saja dengan harga sewa kapal Rp 300.000 seharian. Bang Iskandar yang jadi boat driver kami super asyik sekali orangnya. Ini kontaknya kalau kalian butuh kapal ya 0856-5617-2855 ya…

Bang Iskandar, our fun boatman!


Tak mau menggerutu, namun saat kami di Liukang Loe, ombak sedang tidak bersahabat untuk snorkeling. Ombak dan arus membuat snorkeling jadi tidak terlalu nyaman. Tak berapa lama setelah nyebur, Yusni naik ke atas kapal lagi dan saya hanya snorkeling di sekitaran kapal, tak boleh jauh-jauh karena tak ada temannya. Hiks. 

Cuma ini foto underwaternya yang saya punya karena nggak ada lagi yang motoin. Yusni nya sudah naik ke kapal. Hahahaha…


Akhirnya kami lebih banyak menghabiskan waktu di darat, makan mie goreng dan berenang di tepi pantai. Asyik juga berjalan hingga ke ujung pulau Liukang Loe yang sepi dan d
idominasi batu karang yang besar-besar. Andai tak harus pulang ke Makassar hari itu, saya pasti mau bersantai di situ seharian.

Oh iya, jika ingin snorkeling dan tidak bawa alat sendiri, bisa menyewa di Tanjung Bira dengan harga Rp 25.000 per alat-nya. Jadi kalau menyewa google, snorkel + fin, harganya jadi Rp 75.000. Ya, not bad lah.


  • Tebing Marumasa



Berbeda dengan tebing Apparalang, tebing ini didominasi oleh spot-spot selfie kekinian yang tentunya buat saya…. ya sudahlah. Nggak bisa berkomentar apa-apa. Mungkin memang targetnya adalah wisatawan yang senang ber-selfie ria di tempat-tempat seperti itu. Lucu kok tempatnya. Saya tidak bilang itu tidak asyik atau alay, hanya saya tidak tertarik jika diajak berfoto di situ. Itu saja.



Rekomendasi tempat makan di Tanjung Bira dong!


Kemarin di Tanjung Bira cuma sempat mencoba dua rumah makan yaitu Warung Bamboo di dekat Pantai Bira dan Rumah Makan Yasmin yang ada di dekat pelabuhan. Dari dua tempat itu, favorit saya RM Yasmin karena menu Ikan Palumara-nya enak sekali. Mirip seperti ikan kuah kuning di Papua namun lebih pedas. Yummmm! Ya kalau ke daerah pantai tentu saja menu seafood nggak boleh dilewatkan.  Harga makanan di Tanjung Bira sekitar Rp 30.000-50.000 ya per porsinya. 



3 hari berlalu. Di hari kami pulang, senja sedang cantik-cantiknya, membuat saya meringis dalam hati, ingin tinggal lebih lama lagi.

Ah, tenang saja, Tanjung Bira takkan kemana mana. Kami akan kembali! Janji!

Terima kasih sudah membaca perjalanan kami berdua! Tertanda, Satya & Yusni!



Cheers,




About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts