Selama ini saya hanya mengetahui bahwa Pulau Weh adalah satu-satunya spot di Aceh untuk wisata bahari.
Ternyata Aceh memiliki potensi bahari yang luar biasa di sisi selatan Aceh, tepatnya di Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil.
Jika dilihat di peta, Kepulauan Banyak ini dekat dengan perbatasan Aceh dan Sumatera Utara.
Dipilihlah Medan sebagai tujuan penerbangan kami dari Jakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Aceh Singkil via darat selama kurang lebih 9 jam. Masih lebih dekat dibandingkan harus terbang ke Banda Aceh lalu menempuh perjalanan darat selama kurang lebih 14 jam.
Setibanya kami di Bandara Kuala Namu (bandara yang paling keren di Indonesia menurutku), kami dijemput oleh Bang Hasbie, pemandu kami dari @keliling_aceh yang akan menemani perjalanan ke Pulau Banyak.
Dengan raut wajah ramah, Bang Hasbie menjelaskan bahwa perjalanan menuju Singkil akan ditempuh selama 9 jam.
“Tenang saja, tak bakal terasa lama karena jalanan mulus dan lancar”, ujar Bang Hasbie.
Sudah tahu bahwa akan menempuh perjalanan panjang, kami sudah menyiapkan amunisi.
Amunisi apa?
Snack yang banyak. Hahahaha…
Snack itu penting sekali. Perjalanan sejauh dan selama apapun akan nyaman jika stok makanan aman.
Melintas dari Bandara Kuala Namu ke pusat kota Medan lalu menuju ke arah Kabanjahe dan Sidikalang. Sepanjang jalan yang berliku-liku, kami tak henti-hentinya bergurau, agar terhindar dari rasa mual.
Syukurlah jalannya mulus dan tidak berlubang jadi meski berliku tetap nyaman di jalan.
Menjelang tengah hari, kami berhenti di satu rumah makan di daerah Brastagi. Bang Hasbie merekomendasikan rumah makan ini karena makanan disana lezat katanya. Agak sedikit terkikik ketika melihat papan nama rumah makan yang kami masuki.
“Warung Wajik & Pecel Bahagia Peceren”.
Jadi ini rumah makan atau warung yang menjual wajik dan pecel? Lalu nama daerahnya lucu pula. Peceren. Dalam bahasa Jawa, Peceren itu artinya selokan. Itulah alasannya mengapa kami tertawa.
Begitu duduk di dalam rumah makan, kami langsung disuguhi makanan pembuka yaitu wajik.
Meski tampilannya mirip dengan wajik lainnya namun rasanya berbeda dengan wajik yang biasa saya makan. Teksturnya lembut dan tidak terlalu manis. Ya pantas saja namanya Warung Wajik karena mereka membuat dan menjual wajik yang otentik.
Karena makan wajik saja tidak membuat kenyang, kami memesan menu lain. Ada yang pesan Pecel (menu ini juga spesialisasi warung makan ini), Nila Cabe Ijo, Soto Ayam, Gado-gado, Cap cay. Semuanya makan dengan lahap sekali.
Memang benar kata Bang Hasbie bahwa rumah makan yang kami datangi ini menunya enak-enak. Semua piring cepat sekali ditandaskan. Kami semuanya keenakan, kekenyangan.
Kalian pasti sudah tahu apa yang terjadi kemudian setelah kekenyangan?
Yak! Mengantuk!
Tertidurlah kami sepanjang jalan berkelok-kelok sampai mobil terasa berhenti. Sambil setengah mengantuk kami bertanya kita sedang berhenti di mana. Bang Mirza, driver kami bilang berhenti sejenak untuk melihat air terjun di tepi jalan. Air Terjun Lae Pandaroh namanya.
Musim penghujan membuat debit air Air Terjun Lae Pendaroh lebih besar dan airnya berwarna coklat (mungkin di hulu sedang hujan). Meski tidak tinggi, setidaknya air terjun ini bisa menjadi selingan yang menyenangkan di perjalanan darat kami.
Perjalanan menuju Aceh Singkil masih jauh dan memang ada baiknya jika berhenti sesekali untuk menikmati. Dengan begitu, lamanya perjalanan darat tidak akan terasa.
Melintas Kabanjahe, kami mengarah ke daerah Pakpak (bukan Fak-Fak yang ada di Papua ya) dan tibalah kami di Sarolangun, perbatasan Sumatera Utara dan Aceh.
Jalanan masih berliku dan seperti tidak ada habisnya. Kulirik jam dan kulihat pemandangan di luar kaca mobil. Di ufuk barat, awan-awan bergumpal berubah warna menjadi keemasan. Lalu ku tolehkan kepala ke sisi timur, ada pelangi. Whoaaaaa….
Bisa dapat matahari terbenam dan pelangi dalam satu langit dan satu waktu benar-benar menjadi kejutan yang menyenangkan di awal perjalanan saya di Aceh.
Double Rainbow & Sunset di Subulussalam |
“Sudah nggak lama lagi kita sampai di Singkil kok. Masih kuat kan?” tanya Bang Hasbie.
“Kalau duduk sih masih kuat Bang. Tapi perutnya udah nggak kuat alias lapar” jawabku.
“Hahaha. Iya nanti sesampainya di Singkil, kita langsung makan kok”, ujar Bang Hasbie.
Mobil kami melaju dan lagi-lagi kami tertidur sepanjang jalan. Tak terasa, kami sudah tiba di penginapan. Akhirnyaaaaaa….
Pergilah kami ke satu rumah makan untuk mengisi perut kami yang keroncongan. Meski rumah makannya sederhana, menu yang disajikan enak-enak semua.
Highlight makan malam kami adalah Lele Asap, ikan lele yang diasap hingga berwarna hitam pekat. Tersedia juga menu lainnya seperti udang, gulai ikan tongkol dan sayur pakis. Aduh enaknya! Semuanya kalap dan diam dalam lahap.
Lele Asap yang tidak menarik tampilannya tapi juara rasanya! |
Ah, perut terisi kenyang. Hati senang.
Selesai makan malam, kami menghadiri acara penyambutan dulu oleh Bapak Bupati Singkil yang mengundang kami dalam perjalanan ini. Kami disambut tarian “Dampeng” yang merupakan tarian khas dari Aceh Singkil.
Awalnya tarian ini dibawakan oleh muda-mudi Aceh Singkil yang lagak (cantik) dan tampan. Namun kemudian kami diberitahu bahwa yang biasanya menarikan tarian “Dampeng” adalah Bapak-Bapak. Jadilah kami dipertontonkan tarian “Dampeng” yang kedua kali, dibawakan oleh Bapak yang mengenakan songkok, pakaian tradisional Aceh.
Bersama Bapak Bupati Aceh Singkil, H. Safriadi Manik & Ibu beserta penari “Dampeng”. |
Sepulangnya dari rumah Bapak Bupati, kami bebersih di penginapan dan bersiap untuk istirahat.
Eh ternyata, keriaan belum terhenti.
Bang Hasbie tiba-tiba membawa pedagang durian lengkap dengan durian dagangannya di ke tempat kami menginap.
Duh, durian Aceh. Siapa yang bisa menolak kan? Meski sebenarnya kami semua sadar itu sudah larut malam dan sudah mengantuk berat. Godaan durian itu lebih berat dari rasa kantuk ternyata.
Jadilah kami mantengin Abang pedagang durian yang tak henti membelah durian dagangannya. Beruntung sekali Abang itu karena dalam satu malam dagangannya habis oleh kami. Hehehehe….
Sesampai di Singkil, kita tidak bisa langsung berangkat menuju Pulau Banyak karena kapal hanya tersedia di pagi – siang hari dan jarak tempuh ke Pulau Banyak itu cukup jauh.
Jadilah kami harus menginap dulu di Singkil sebelum berangkat ke Pulau Banyak keesokan harinya.
Ah, kami sudah tidak sabar untuk mengeksplor Pulau Banyak…
Let’s go!
Perjalanan ini adalah undangan dari Dinas Budaya Pariwisata Aceh . Saya dan teman-teman media serta blogger mengeksplor beberapa tempat wisata di Aceh Singkil. Silahkan juga cek foto-fotonya di Twitter dan Instagram dengan hashtag #PesonaAcehSingkil #PesonaAceh #PesonaIndonesia