Cabuk Rambak, Jajanan Langka di Solo

Cabuk Rambak
Cabuk Rambak

Cabuk Rambak yang disajikan di Pincuk.

Bincang-bincang pagi dengan Mbah Ayu bermula dengan rasa penasaranku dengan makanan yang dijajakannya di bakul beralaskan daun pisang berwarna kekuningan. Aku hampiri beliau dan menanyakan apa yang ada di dalam bakul tersebut.

Mbah yang berperawakan manis dan ramah itu bilang nama makanannya adalah ”Cabuk Rambak”.

Saya belum pernah mendengar nama makanan itu sebelumnya. Bahkan kata temanku yang asli orang Solo, sudah susah menemukan jajanan ini.

Pagi itu saya beruntung bertemu dengan Mbah Ayu, penjual Cabuk Rambak. Sambil membuatkan pesanan saya, beliau bercerita tentang sejarah Cabuk Rambak.

Cabuk Rambak Solo

“Cabuk” adalah sebutan untuk saus wijen yang digongseng atau disangrai. Sedangkan “Rambak” adalah sebutan untuk kerupuk kulit.

Anehnya, walaupun sekarang sudah tidak disajikan dengan kerupuk kulit, melainkan kerupuk nasi (karak), namanya tetap “Cabuk Rambak”. Katanya sih karena harga kerupuk kulit sudah semakin mahal sedangkan si penjual tidak mau menaikkan harga dagangannya, dipilihlah kerupuk nasi sebagai penggantinya.

Ooohhh begitu toh...

Mbah sedang melayani
Mbah sedang menjajakan Cabuk Rambak di depan Gereja Antonius.

Uniknya, cabuk rambak ini disajikan di atas alas daun pisang yang dibentuk menjadi mangkok. Mbah Ayu bilang namanya “Pincuk”.

Mbah Ayu yang sudah selesai mengiris-ngiris ketupat nasi dan menyiramnya dengan saus yang terlihat seperti saus kacang, menyerahkan sepincuk Cabuk Rambak untuk saya santap.

*ngunyah…ngunyah*

“Kok sausnya rasanya beda sih Mbah? Kuat banget rasanya” tanyaku pada si Mbah.

 “Iya, itu sausnya bukan saus kacang tanah tapi wijen yang disangrai dengan kelapa. Tapi disangrainya terpisah loh ya. Wijen disangrai sendiri, kelapa disangrai sendiri. Nanti dicampur baru ditumbuk sama bawang dan cabe sampai halus” ujar Mbah Ayu dengan logat Jawa yang kental.

Beliau menjelaskan panjang lebar tentang cara membuat Cabuk Rambak dan itu sudah dilakukannya selama 18 tahun. Ketupat nasi dan sausnya dibuat sendiri oleh Mbah. Cuma kerupuk nasi nya yang tidak dibuat oleh Mbah. 

“Kalau yang hijau-hijau ini apa Mbah?” tanyaku lagi. 

“Oh kalau itu irisan daun jeruk purut. Bumbu ini juga ada campuran lainnya juga. Ada bawang putih, kemiri, lada, gula dan garam” lanjut Mbah Ayu. 

Pantas saja rasanya campur-campur di mulutku. Tapi enak! Saking enaknya saya makan tiga pincuk dan pesan lima untuk dibawa pulang. Hehehehe… Yah kan jajanan langka, jadi harus makan banyak. Takut kalau kepengen lagi, balik ke Solo kan jauh.

Untuk memakan cabuk rambak ini, diberikan satu tusuk lidi kecil, seperti makan cilok (aci dicolok) kalau di Bandung.

Jika mau mencicipi Cabuk Rambak, bisa datang ke Pasar Gedhe pagi hari sekitar jam 7. Pergilah ke bagian timur Pasar Gedhe atau daerah Ketandan dan jumpailah Mbah Ayu. Jika sudah agak siang, sekitar jam 10, Mbah Ayu pindah berjualan di SD Marsudirini Purbayan atau di halaman Gereja Antonius. 

Coba tebak berapa harga Cabuk Rambak ini?

 Tiga ribu perak saja saudara-saudaraaaaaa….

Murah amat!

Wajar kan kalau saya beli banyak? Kan murah (padahal aslinya sih emang makannya banyak). Hehehehe….

 Secepatnya balik ke Solo ah. Habisnya gara-gara nulis blog ini, jadi pengen makan Cabuk Rambak lagi. Kalau ke Solo dan bertemu Mbah Ayu, sampaikan salamku padanya yaaaaaa. 

Mbah Ayu
Senang sekali bisa ketemu Mbah Ayu dan makan Cabuk Rambak nya yang enak.

 

Satya Winnie - Travel Blogger

Satya Winnie, an adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on. But, her favourite things are explore culture, capture moments and share the stories.

So, welcome and please enjoy her travel journal and let’s become a responsible traveler.

9 thoughts on “Cabuk Rambak, Jajanan Langka di Solo”

  1. fanny fristhika nila

    Ini makanan fav kuu 😉 Suamiku org solo, dan tiap mudik k solo, dia slalu nunjukin makanan2 khas solo seperti cabuk rambak ini 😉 Untungnya di dekat rumah suami di solo, daerah laweyan, tiap malam ada penjual cabuk rambak yg memang jualan pas malam mba.. jd kalo pgn ga susah 😀

  2. D Sukmana Adi

    wah mbaknya pernah ke solo juga..cabuk rambak saya juga sering makan mbak, tapi dimalam hari biasanya.. hehe 🙂 itu yang diatas komentnya spam semua ya

  3. D Sukmana Adi

    wah mbaknya pernah ke solo juga..cabuk rambak saya juga sering makan mbak, tapi dimalam hari biasanya.. hehe 🙂 itu yang diatas komentnya spam semua ya

  4. Halo Mba Fanny. Ah enak banget kamu bisa makan cabuk rambak dekat rumah suami. Lah aku kalau kepengen harus ke Solo dulu. Hahahaha 😀

  5. Hai Adi, makasih sudah mampir. Iyaaaa cabuk rambak jadi favoritku sekarang kalau ke Solo. Iya emang sampah, udah dihapus semua. Hahaha…

  6. hai, senang deh baca ulasanmu tentang cabuk rambak ini… terbuka sudah pikiran saya tentang apa itu cabuk rambak.

    salam kenal ya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top