Kemarin saat saya posting foto di path, banyak yang bertanya-tanya, ada di sebelah mananya Taman Nasional sih Canopy Trail itu? Memangnya ada yang gituan di TNGP (Taman Nasional Gede Pangrango)? Itu tempat apa sih sebenarnya? Bagaimana cara kesana? Harus bayar berapa?
Nah…
Akan saya bahas sedikit ya perjalanan saya kemarin.
Awalnya saya melihat foto tentang canopy trail ini dari status facebook senior saya yang membawa anak-anaknya kesana.
Respons saya pertama kali waktu itu juga sama. Bertanya-tanya tempat ini dimana di postingan facebook kakak senior saya sambil berdecak kagum. Kepengen banget kesana.
Awalnya saya mengira tempat ini dicapai dengan trekking yang cukup jauh. Ternyata hanya 15 menit saja dari gerbang masuk pendakian Gunung Gede Pangrango via Cibodas. Dari pos perizinan kita berjalan ke arah kiri untuk menuju Canopy Trail. Kita bisa memarkirkan kendaraan roda dua dan roda empat di tempat yang sudah disediakan dan berjalan santai ke kawasan TNGP.
Setiap langkah terasa ringan, terasa menyenangkan. Segala penat ibukota seakan sirna. Udara segar yang memenuhi paru-paru membuat semangat semakin menggebu.
Sebelum kami masuk ke kawasan Canopy Trail, kami mampir ke pondokan teman-teman Montana, komunitas sukarelawan Taman Nasional Gede Pangrango. Pondokan yang biasanya ramai, terlihat sepi.
“Iya hampir semua anak-anak Montana sedang siaga api di Suryakencana, takutnya api masih nyala” ujar Kang Benny, salah satu anak Montana yang kami temui.
Kalian baca tidak berita beberapa waktu yang lalu bahwa Alun-Alun Suryakencana terbakar? Hati teriris miris melihat alun-alun yang seharusnya berwarna hijau berubah menjadi hitam. Edelweiss yang seharusnya berwarna keemasan tertimpa sinar matahari, kini layu. Dampak dari musim kering berkepanjangan dan bara api pendaki. Tidak hanya Gunung Gede, beberapa gunung di pulau Jawa juga mengalami hal yang sama.
Oleh karena itu hingga saat ini, pendakian resmi di Taman Nasional Gede Pangrango dan gunung-gunung lainnya belum dibuka. Banyaknya pendaki dengan petugas TNGP tidak sebanding jumlahnya. Pengawasan tidak akan bisa dilakukan 100%. Penutupan jalur untuk pendaki adalah satu-satunya solusi terbaik. Agar gunung bisa mendapatkan “me time”-nya. Tidak terusik dengan manusia yang berisik.
Cepat pulih ya Gunungku sayang…
Oke, kembali lagi ke cerita Canopy Trail.
Dulunya, Canopy Trail ini hanya diperbolehkan untuk keperluan pengawasan satwa oleh petugas TNGP. Dari canopy ini kita bisa melihat beberapa spesies seperti burung, kera dan macan tutul (Jika sabar menunggu dari jauh ya).
“Canopy ini memang dibuat untuk mengawasi si dia” ujar Kang Benny yang menemani kami berjalan.
“Si dia? Siapa itu Kang?” tanyaku.
“Ya si dia, macan tutul. Ini biasanya jalur perlintasan dia. Jadi canopy itu tempat petugas TNGP untuk mengawasi pergerakan dan perilaku Macan Tutul yang ada di kawasan ini” jelas Kang Benny.
Ah, pantas saja di papan yang kita jumpai sebelum masuk tertulis fungsi dari canopy ini sebagai sarana penelitian satwa arboreal dan stratifikasi tajuk vegetasi.
Satwa Arboreal adalah satwa yang hidupnya di atas pohon. Tajuk vegetasi sendiri adalah keanekaragaman tumbuhan dan pepohonan.
Dulunya memang tidak boleh ada orang selain petugas TNGP yang memasuki kawasan ini. Namun beberapa oknum melakukan tindakan yang mengesalkan. Jaring-jaring di samping pintu dipotong agar bisa masuk ke dalamnya.
Setelah diperbaiki, TNGP pun memutuskan Canopy Trail ini dibuka untuk umum. Secara resmi, TNGP mengeluarkan surat edaran dan bisa kalian baca di sini ya.
Untuk menikmati pemandangan hijau menyegarkan mata, kita harus bergantian karena beban maksimal canopy ini adalah 300 kilogram atau setara dengan lima orang dewasa (ya itung-itung sendirilah ya berat badannya). Syukurlah sewaktu kami datang ke sana, tidak ada pengunjung lain sehingga kami tidak harus mengantri dan bisa sepuas-puasnya mengambil gambar cantik di canopy.
Deg-deg ser sih pastinya sewaktu berjalan di atas canopy karena goyang-goyang. Apalagi ada tiga orang yang berjalan, aku, Janatan dan Kang Benny. Makin ke tengah goyangnya makin heboh, jadi kami melangkah lebih pelan. Walau deg-degan, kita sih tetap senang ya foto-foto selfie di sini. Instagramable banget.
Dari tengah canopy kita bisa melihat banyak burung (sayang nggak bawa binocular biar bisa lihat lebih jelas) dan aliran sungai dari air terjun Ciwalen yang ada di bawah. Katanya ada sekitar 251 species burung lho di TNGP. Hampir 50% burung di Jawa. Wajar saja jika pecinta burung atau yang senang birdwatching rutin mengunjungi TNGP.
Canopy Trail ini memiliki panjang 130 meter dengan ketinggian 45 meter di atas permukaan tanah. Ada empat pohon Rasamala (Altingia excelsa) yang menjadi penyangganya. Untuk melintasi canopy trail ini, setiap pengunjung harus ditemani oleh pemandu atau interpreter dari pihak TNGP.
Di ujung Canopy Trail, ada jalan setapak ke curug Ciwalen. Dikarenakan musim kemarau yang berkepanjangan, debit airnya kecil namun airnya tetap menyegarkan. Apalagi kena gemericik-gemericik airnya habis trekking santai. Sejuk euy. Nama curug (air terjun) ini diambil dari pohon yang ada di sekitaran air terjun, yaitu pohon Walen. Jadilah namanya Curug Ciwalen.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengunjungi canopy trail ini adalah sebesar Rp 31.000,- dengan perincian Rp 25.000,- untuk masuk canopy trail, tiket masuk ke TNGP Rp 5.000,- dan asuransi Rp 1.000,-. Biaya tersebut sudah termasuk untuk biaya pemandu atau interpreter dari Taman Nasional. Iya, kita harus dipandu untuk menuju hingga kembali dari canopy trail ini karena alasan yang sudah saya sebutkan di atas tadi. Area canopy adalah area pengawasan satwa sehingga kita harus didampingi agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Oh iya, selalu ingat ya untuk tidak meninggalkan apapun selain jejak, tidak mengambil apapun selain gambar dan tidak membunuh apapun selain waktu. Kalau mau bawa makanan dan minuman boleh asal ingat sampahnya dibawa pulang. Diingat juga agar tidak menimbulkan kegaduhan dan mengganggu satwa-satwa yang ada di sana.
Jadi, mau kesana? Ajak-ajak kami lagi ya…