Siang itu beberapa perempuan duduk di teras rumah mengupas buah berwarna kuning yang bentuknya mirip dengan belimbing. Setelah diperhatikan lebih dekat, buah itu bukan belimbing, melainkan Carica. Carica? Nama yang agak unik ya? Ternyata diambil dari nama latinnya pepaya yaitu Carica. Buah yang lebih sering disebut pepaya hutan ini tumbuh di daerah Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Rasa buah aslinya sepet tetapi rasa bijinya asam. Oleh para wanita ini, Carica diolah menjadi manisan yang enak sekali. Rasanya yang manis dan segar sangat cocok dijadikan hidangan buka puasa atau dinikmati saat matahari sedang terik-teriknya.
Rumah Carica namanya. Rumah tua yang berdiri di sisi kiri jalan (kalau dari Wonosobo menuju Dieng) terlihat berkilau karena tumpukan manisan carica berwarna kuning emas. Saya dan Juju menepi untuk mampir dan mencari jawaban rasa penasaran kami.

Pemilik Rumah Carica ini bernama Bu Nur. Melihat kami yang celingak-celinguk, beliau kemudian menghampiri dan menyapa sambil tersenyum. Beliau mengajak kami untuk melihat pembuatan manisan carica ini. Ada lima wanita yang duduk di kursi kecil, memakai apron, sarung tangan dan masker. Semuanya fokus mengupas carica. Ketika aku ingin memegangnya, Bu Nur langsung menghalangi dan berkata “jangan dipegang yang masih mentah, getahnya masih banyak. Kalau Mbak pegang nanti tangannya gatal-gatal”
Ooohhh, pantas semuanya memakai sarung tangan karet agar tidak terkena getah. Setelah dikupas, carica bulat ini dicuci di ember besar. Dicucinya minimal tiga kali agar getahnya luntur. Ibu Nur sendiri yang mencuci carica setiap harinya. Hebat ya, padahal beliau kan bos nya tapi tetap kerja.

Ibu Nur bilang, Carica ini di Indonesia hanya tumbuh di Dieng. Setelah saya cari di google, ternyata di Bali juga ada, tapi mereka menamainya Gedang Memedi, bukan Carica. Buah ini aslinya tumbuh di dataran tinggi Andes, Amerika Selatan. Carica dibawa ke Dieng oleh para londo (baca : bule) pada masa perang dunia ke II. Carica hanya bisa tumbuh di dataran tinggi basah, idealnya 1500 – 3000 meter di atas permukaan laut.
Saya disodori Bu Nur semangkok kecil manisan Carica. “Nih coba dulu Mbak” ujar Bu Nur. Setelah dicoba rasanya enak banget dan segar. Lebih enak dari manisan mangga yang pernah saya coba. “Waaah, saya jadi nagih nih Buk Nur”. Saya pun langsung memborong carica nya satu kardus. Supaya teman-teman kantor pada nyicipin juga.
“Mau coba buah aslinya gak Mbak?” tanya Bu Nur. Saya agak takut-takut gitu ketika disodori buah Carica yang baru dicuci. “Masih ada getahnya gak nih Bu? Nanti bibir saya dower, bengkak gatel-gatel” tanya saya pada Bu Nur. “Wis tenang aja, udah bersih kok” jawab Bu Nur sambil tersenyum.
Daging buahnya kekuningan, di bagian tengah buah ada lendir yang akhirnya saya tahu namanya sarkotesta dan biji-biji hitam seperti biji markisa. Ketika dimakan rasa bijinya asam banget tapi enak. Saya minta nambah. Lagi. ( Maaf ya Bu Nur :p ) Ternyata, manisannya lebih enak daripada buah aslinya. Karena sudah diolah, daging caricanya lebih lembut dan lebih manis. Kalau masih berbentuk buah utuh, dagingnya agak keras dan sepet-sepet asem. Lebih enak lagi makan manisan Carica yang sudah dimasukin kulkas. Nyesssss….pasti enak banget.

Ternyata Carica ini banyak manfaat baiknya loh. Carica mengandung kalsium, gula, vitamin A dan C. Buah ini katanya cocok dimakan untuk orang yang pencernaannya lemah. Carica bisa diolah menjadi manisan, sirup atau selai. Kalau di tanah asalnya di Amerika Selatan, Carica “disulap” menjadi obat penyakit kulit, bahan kosmetik dan minuman alkohol ringan. Wuihhhh. Wajib dicoba tuh.


Carica atau sering disebut Pepaya Gunung kini menjadi oleh-oleh wajib kalau berkunjung ke Dieng. Selain Bu Nur dengan Rumah Carica nya, banyak produksi Carica rumahan yang lainnya. Waktu di Sikunir, saya juga menemukan beberapa kemasan Carica produksi warga lokal desa Sembungan, bukan Rumah Carica. Senang sih ya melihat penduduk lokal bisa mengembangkan Carica ini. Biarpun usaha mereka usaha mikro, kecil-kecilan tapi cukup menghasilkan dan membuka lapangan pekerjaan buat warga Dieng. Jempooooollll deh 🙂
Setelah puas berbincang-bincang dan sudah jam makan siang, kami pun pamit pada Bu Nur setelah membayar 1 kardus Carica. 1 kardus berisi 12 mangkok manisan Carica dan dijual dengan harga Rp 60.000,- per dus nya. Di perjalanan pulang, kami menemukan pohon Carica di tepi jalan. Pohonnya persis mirip pepaya, tapi buahnya masih hijau euy. Belum ada yang matang.

Kalau berkunjung ke Dieng, jangan lupa untuk mampir ke Rumah Carica ya.
Boleh hubungi langsung Ibu Nur / Pak Chamdi di 0856-4193-7699 / 0852-2745-2822
Mereka juga menerima pesanan dalam jumlah besar loh. Bisa dikirim via JNE / titipan kilat. Jadi gak perlu jauh-jauh ke Dieng. Yuk pesan yuk. Dijamin enak, enak, enaaaak!!!
Happy Travelling!
Enjoy Indonesia!
4 thoughts on “Carica, Buah Cantik Rasa Unik dari Dieng”
di kantin kampusku ada looh ka 😀
kalo kangen dengan buah ini, silakan mampir ke kampusku :*
Di bandung kini hadir manisan carica, jd tdk usah jauh" ke dieng..
Cp: hary. 081321822227, 087822385560
Boleh minta infonya dong…jual manisan carica yg bisa di ambil langsung daerah bandung dimana y?boleh minta alamat lengkap,no hp n harganya?minta segera y cz q lg ngidam nih hhe
reportasenya mantap. salam kenal.
carica emang luar biasa. pengusaha carica kini menjamur di wonosobo. ini berkah alam.
salam