Keliling Yangon dalam Satu Hari Pakai Longyi

Keliling Yangon Sehari Pakai Longyi

“Sok, bawa sepatu kan di tas? Habis press conference, kita langsung race lo”, ujar saya pada Asoka, partner #Escapers17 dari Indonesia, sewaktu kami duduk manis di dalam bis.

Heeee? Bukannya kita balik hotel dulu ya?” tanya Asoka dengan wajah lugu.

Yeeeee mana ada kita balik ke hotel. Kan kita langsung race hari pertama. Terus kau mau pakai apa? Sandal kayumu ini?” jawab saya sambil menunjuk kakinya dan tergelak.

Hahahaha…

“Ya sudah nanti sambil jalan cari sandal pengganti deh. Capek gila gue kalau jalan kaki kemana-mana pakai sandal ini” jawab Asoka.

Saat kami tiba, suhu udara di Yangon hampir 40 derajat celcius, terbayang nggak jalan kaki keliling kota pakai sandal kayu? Kalau pakai sandal ‘burung walet’ sih lebih mending ya.

Saya sih memakai sepatu tapi ternyata agak menyusahkan juga. Di hari itu juga saya baru mengerti mengapa hampir semua orang di Yangon memakai sandal.

Alasannya supaya memudahkan saat masuk ke pagoda atau kuil karena tidak diperbolehkan  mengenakan alas kaki. Agak sedikit ruwet buka pakai sepatu dan kaos kaki setiap masuk dan keluar tempat-tempat tadi.

Satya dan Asoka
Me and Asoka Remadja, Escapers17 from Indonesia!
Boyseatworld Yangon
My favorite little boy on the trip and he has travelled many countries in that such young age! Follow him @boyeatsworld

Challenge pertama kami hari itu adalah mengunjungi beberapa lokasi bersejarah di pusat Kota Yangon.

Kami diberikan waktu 3 jam untuk mengelilingi empat spot yang sudah ditentukan dan dibekali dengan amplop berisikan uang 10.000 Kyatt atau kurang lebih Rp 100.000,-.

Uang itu bisa kami gunakan untuk naik taksi atau becak, bisa juga untuk jajan cemilan dan minuman dingin di tepi jalan. Selain uang, kami juga dibekali boneka kayu khas Myanmar yakni “Pyit-Tian-Tung” atau kita singkat saja PTT.

Abang Becak Yangon
Abang becaknya bingung kali ya ada dua orang asing tiba-tiba naik becaknya dan minta foto bersama.

Melihat hampir semua pria dan wanita di Yangon memakai longyi (bawahan sarung khas Myanmar), saya juga ingin mencobanya. Apa ya rasanya jalan kaki keliling kota memakai longyi, pikir saya.

Kebetulan setiap peserta #Escapers17 mendapatkan satu longyi sebagai hadiah penyambutan. Ya kenapa tidak dipakai langsung? Kan sekalian mengimbangi Asoka juga yang ke mana-mana selalu pakai kain. Biar kembar.

Ini dia tempat-tempat yang kami sambangi di Yangon:

  1. Telegram Office Yangon

    Bangunan peninggalan Britania Raya ini berwarna merah dan tidak terlalu terawat namun tetap berfungsi hingga kini. Seketika saya ditarik ke masa lalu dan membayangkan proses kirim dan terima telegram dari gedung cantik itu.

    Myanmar memang agak jauh tertinggal untuk perkembangan teknologi. Bayangkan, ponsel saja baru ada sekitar tahun 2012 di sana. Paket internetnya juga jadi mahal seperti paket internet di Indonesia sepuluh tahun lalu.
    Telegram Office Yangon

  2. Sule Pagoda

    Awal tahu nama pagoda ini, saya terkekeh dan kalian pasti tahu alasannya kenapa. Masih kenal pelawak Indonesia bernama Sule kan? Hahaha.

    Saya dan Asoka masuk ke dalam pagoda ini tentunya dengan melepaskan alas kaki terlebih dahulu. Ada petugas di pintu masuk yang akan menyimpan sepatu kita (petugasnya selalu pakai sarung tangan plastik) dan kita diberi  nomor lokernya.

    Kami masuk ke bagian dalam pagoda berjingkat-jingkat dan tidak bersuara sama sekali.

    Sule Pagoda Yangon

    Di dalam pagoda ternyata cukup ramai orang. Saya jadi berpikir mungkin aktivitas terpenting di Myanmar adalah bekerja dan berdoa di pagoda.

    Mereka duduk bersimpuh menghadap ke pagoda dan melantunkan doa dan puji-pujian tak henti. Biaya untuk masuk ke pagoda ini 4.000 Kyatt.

  3. Independent Monument of Myanmar

    Lokasinya berada tepat di seberang Sule Pagoda. Monumen ini terletak di tengah taman rumput yang cukup luas.

    Banyak pemuda yang mengenakan kemeja putih kaku (mungkin pakai kanji) serta longyi duduk di sekitaran taman ketika kami di sana.

    Saat saya sedang mengambil potret monumen, salah satu pemuda mendekati dan bertanya “Where are you come from?” dengan sedikit terbata-bata. Saya jawab “From Indonesia” sambil tersenyum.

    Si pemuda itu langsung dengan sumringah berkata “Ah Indonesia, apa kabar, terima kasih” dengan pelafalan yang baik sehingga membuat saya sedikit terkejut. Saya balas dengan tawa sambil berujar “baik, terima kasih, terima kasih. Mingalabar (salam dalam bahasa Burma)”.

    Rasanya ingin lebih lama mengobrol dengan pemuda itu. Penasaran apakah dia pernah ke Indonesia sebelumnya atau belajar bahasa Indonesia di Myanmar sehingga bisa melafalkan sebaik itu.

    Namun, Asoka sudah memberi kode dari jauh agar kami segera pergi karena masih harus menyelesaikan tantangan #Escapers17.

    Karena tergesa-gesa, saya juga lupa meminta foto bersama atau sekedar menanyakan nama.

    Semoga kita berjumpa di lain waktu ya Abang berkemeja putih berkanji.

    PTT Berpose di Yangon
    PTT berpose di Independent Monument of Myanmar
  4. St Mary Cathedral Yangon

    Gereja Katedral Katolik di Yangon ini hampir serupa dengan gereja katedral di berbagai Negara. Khas dengan dua menara kerucut di bagian atap gereja.

    Sayang, sewaktu kami datang ke sana, gerejanya tutup sehingga kami tidak bisa masuk dan melihat-lihat bagian dalamnya.

    Gereja Katedral Yangon
    Saya penasaran seperti apa interior dalam gereja, sayang sedang tutup.
  5. Bogyoke Aung San Market (Scott Market)

    Referensi untuk belanja oleh-oleh khas Myanmar ya di Bogyoke Aun San Market ini.

    Di pasar ini, kami sempat menyicip teh susu yang jadi favorit orang Myanmar dan cara menikmatinya adalah sambil duduk di kursi-kursi dan meja kecil seperti di taman bermain.

    Saya suka sekali teh susunya meski Asoka bilang terlalu manis. Harga satu cangkir kecil teh susu ini 700 Kyatt atau 7000 rupiah.

    Teh Susu Yangon
    Kalau di Indonesia bapak-bapak sering nongkrong di kedai kopi, di Yangon nongkrongnya di kedai teh susu.

    Di pasar ini juga dijajakan banyak longyi dengan kisaran harga 35 USD atau 35.000 Kyatt. Agak mahal memang tapi kan sebanding dengan proses pembuatannya. Miriplah harganya dengan kain tenun di Indonesia.

    Enaknya, longyi, khususnya untuk perempuan, sudah dilengkapi dengan tali jadi tinggal dililit dan diikat sesuai lingkar pinggang masing-masing. Karena saya sudah dapat longyi satu, saya tidak beli lagi.

    Es Tebu Yangon
    Kami juga sempat menyicip es tebu yang harganya cuma sekitar Rp 5000

    Di pasar ini juga, Asoka akhirnya membeli sandal jepit seharga 3000 Kyatt. Syukurlah kaki Asoka belum melepuh harus berjalan dengan sandal kayu di bawah terik matahari Yangon.

    Saya salut pada partner jalan yang satu ini karena setelah berjalan berjam-jam pakai sandal kayu, wajah Asoka masih terlihat sumringah padahal kakinya melepuh tuh pasti.

    Pasar di Yangon
    Sudut pasar yang menjajakan perhiasan. Myanmar juga dikenal dengan batu mulianya.
  6. Shwedagon Pagoda

    Pagoda ini adalah pagoda terbesar dan juga merupakan ikon dari Kota Yangon. Biaya masuknya 8000 Kyatt per orang.

    Saat masuk ke dalam pagoda, saya ternganga karena untuk naik ke bagian teratas, kita harus naik eskalator tiga kali dan melewati pemeriksaan x-ray macam di bandara.

    Setiap orang baik pria dan wanita wajib mengenakan pakaian tertutup dan melepas alas kaki saat memasuki pagoda berlapis emas terbanyak ini.

    Konon katanya, Shwedagon Pagoda dilapisi belasan kilogram emas, dihiasi 3154 lonceng emas dan puluhan ribu intan dan batu mulia. Ah, mungkin itu alasannya penjagaan dan pengawasan di pagoda ini sangat ketat.

    Banyak harta karun ternyata. Pun katanya di dalam pagoda ini tersimpan banyak barang-barang suci Buddha yang juga sering diincar pencuri barang koleksi museum atau kuil.

    Waktu terbaik untuk berkunjung ke pagoda ini adalah sore menjelang malam. Karena kita akan bertelanjang kaki selama berkeliling pagoda, sore hari adalah waktu yang pas karena lantai tidak terlalu panas.

    Favorit saya adalah potret pagoda saat blue hour. Saat langit berubah warna menjadi biru, dan warna emas menguar di langit, terpancar dari ‘hti’ pagoda. Kita boleh ikut menyalakan lilin dan berdoa juga di sana.

    Pagoda

    Keliling Yangon Pakai Longyi

Sebenarnya masih ada tempat-tempat di Yangon yang ingin saya tunjukkan kepada teman-teman sekalian. Tapi karena takut kalian capek karena post ini kepanjangan, dilanjut ke post. berikutnya ya. Ditungguuuu…..

Satya Winnie - Travel Blogger

Satya Winnie, an adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on. But, her favourite things are explore culture, capture moments and share the stories.

So, welcome and please enjoy her travel journal and let’s become a responsible traveler.

4 thoughts on “Keliling Yangon dalam Satu Hari Pakai Longyi”

  1. ah rindunya sama Yangon.. waktu itu cuma punya sehari dan belum puas.. bahkan belum sempat ke pasar bogyoke & shwedagon :))

  2. Terkesima sama keindahannya Shwedagon Pagoda. Megah, makanya penuh penjagaan ya mbak… Nah pas ini, jadi penasaran sama suasana waisak di sana dilihat dari kejauhan.

  3. Nggak pakai acara Waisak aja pagoda ini selaluuuuu penuh sama pendoa dan pengunjung. Gimana kalau benar pas hari raya ya Kak Dwi? 😀

  4. Huhuhuhu aku juga belum puas sama Yangon Kak. Wong jalan-jalan di sana cuma sehari doang. Hahaha. Mungkin itu pertanda kita harus kembali lagi ke sana ;D

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top