Hampir semua orang di dunia pasti memasukkan Agra di dalam daftar tempat yang harus dikunjungi ketika plesiran ke India. Setiap hari ada ribuan orang yang datang untuk melihat salah satu World 7 Wonders ini. Ya termasuk saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di India.
Beberapa teman yang sudah pernah ke India sebenarnya menyarankan untuk tidak berlama lama di Agra karena katanya tidak banyak yang bisa dilihat. Saya akhirnya memutuskan hanya akan tinggal dan mengeksplorasi Agra selama 3 hari 2 malam. Sepertinya cukup.
Untuk Taj Mahal sendiri nanti akan saya ceritakan khusus di satu artikel ya karena tak mungkin destinasi yang satu itu tidak ditulis. Di sini saya hanya menuliskan soal hal-hal yang saya lihat di Agra, sesuatu yang mungkin kamu juga belum pernah lihat. Ya sebenarnya hanya kehidupan sehari-hari mereka yang mungkin tidak terlalu menarik bagi sebagian orang tapi tetap menarik buat saya dan mau saya bagikan ke kalian.
First impression saya tentang Agra sebenarnya membuat saya cukup terkejut. Sebagai destinasi kelas dunia, kotanya kurang rapi dan agak kumuh (ini opini saya pribadi ya) padahal pendapatan daerahnya tinggi sekali. Kenapa tidak dipakai dananya sebagian untuk menata kotanya agar lebih cantik, secantik taman-taman di Taj Mahal? Taj Mahal bagaikan satu-satunya oase di tengah gurun kering. Iya oase untuk mata kita. Ya pantas katanya kalau ke Agra tidak usah berlama-lama.
Bahkan di beberapa sudut-sudut kota Agra saya melihat banyak sekali tunawisma dan tidur hanya beralaskan kardus. Katanya banyak gelandangan dan pengemis yang datang dari seluruh penjuru Negeri hanya untuk mengemis di Agra karena mereka tahu banyak wisatawan asing yang datang ke sana. Ya kurang lebih seperti yang terjadi di Jakarta dan Pemerintah di sana memang tidak bisa berbuat banyak. Agak sia-sia usaha memulangkan mereka ke kampungnya karena nanti pasti akan kembali lagi.
Jika ke Agra (atau kemana pun) mampirlah ke pasar lokal setempat karena di sanalah kau bisa melihat jantung kota dan melihat kehidupan masyarakat di luar destinasi wisata. Pasar di sana kadang lebih sering disebut “Bazaar” dan dari beberapa bazaar kami hanya sempat menyambangi satu namanya “Sadar Bazaar” yang tidak jauh lokasinya dari Taj Mahal. Meski pun tempat ini populer, sebenarnya pasar ini pasar biasa saja, bukan pasar yang dikhususkan untuk turis dan menjual banyak pernak-pernik untuk jadi oleh-oleh. Tapi justru di situ daya tariknya untuk saya pribadi. Saya memang senang memerhatikan orang lalu lalang di pasar dan menangkap ekspresi mereka. Di sisi lain kita bisa mencoba makanan khas lokal sana yang mungkin kamu belum pernah tahu.
Meski saya tidak bisa berbahasa Hindi, saya ingin sekali merasakan melebur di kehidupan mereka. Menatap raut wajah mereka ketika sedang berinteraksi satu sama lain.
Ada satu bapak yang terus mengucap syukur ketika menerima uang dari pembeli. Ada Ibu yang dengan wajah masam berjalan tergopoh-gopoh membawa barang belanjaanya. Ada pria-pria yang asyik duduk di tepi jalan sambil menatap handphone atau bercengkerama. Di Trip Advisor bilang tempat ini biasa saja tapi buat saya pribadi, tempat ini sangat-sangat menyenangkan.
Meski saya tidak bisa berbahasa Hindi, saya ingin sekali merasakan melebur di kehidupan mereka. Menatap raut wajah mereka ketika sedang berinteraksi satu sama lain.
Ada satu bapak yang terus mengucap syukur ketika menerima uang dari pembeli. Ada Ibu yang dengan wajah masam berjalan tergopoh-gopoh membawa barang belanjaanya. Ada pria-pria yang asyik duduk di tepi jalan sambil menatap handphone atau bercengkerama. Di Trip Advisor bilang tempat ini biasa saja tapi buat saya pribadi, tempat ini sangat-sangat menyenangkan.
Di pasar ini ada banyak macam barang yang diperdagangkan seperti “Koh
lapuri Chappals” atau sepatu, chaats, puri-puri, food stall dan es krim seharga 20 rupee atau 4000 perak rupiah saja. Banyak yang jualan sari juga dan beberapa miniatur Taj Mahal. Hati-hati juga banyak yang menjebak ingin mengantarkan berkeliling tetapi ujung-ujungnya malah ke toko kain dan mereka dengan sedikit memaksa kita untuk membeli.
Sambil menikmati dua scoop es krim “madhu”, saya berjalan menyusuri Sadar Baazar yang tak seberapa luas. Sore-sore enak juga berkeliling di pasar, tak terlalu ramai. Namun waktu terbaik ke sini sebenarnya malam hari kalau baca buku panduan wisata Agra. Kenapa? Karena di sini juga jadi pusat jajanan kaki lima yang bukanya sore ke malam hari saja.
lapuri Chappals” atau sepatu, chaats, puri-puri, food stall dan es krim seharga 20 rupee atau 4000 perak rupiah saja. Banyak yang jualan sari juga dan beberapa miniatur Taj Mahal. Hati-hati juga banyak yang menjebak ingin mengantarkan berkeliling tetapi ujung-ujungnya malah ke toko kain dan mereka dengan sedikit memaksa kita untuk membeli.
Sambil menikmati dua scoop es krim “madhu”, saya berjalan menyusuri Sadar Baazar yang tak seberapa luas. Sore-sore enak juga berkeliling di pasar, tak terlalu ramai. Namun waktu terbaik ke sini sebenarnya malam hari kalau baca buku panduan wisata Agra. Kenapa? Karena di sini juga jadi pusat jajanan kaki lima yang bukanya sore ke malam hari saja.
Sepatu buatan lokal yang menarik sekali sebenarnya. Warna-warni dan murah pula. Sayang tidak ada ruang tersisa di tas saya. |
Eks Krim-nya dua scoop harganya empat ribu perak saja. Itu terbuat dari apa ya kok bisa murah banget. Hahahahaha… |
Saya ingat ada abang becak menawari kami naik becak dayungnya dan mengantarkan ke satu tempat menarik katanya. Biaya naik becaknya hanya 20 rupee (4000 perak) dan saya tentu kasihan dan memberikan lebih pada akhirnya.
Tapi tempat yang dia bilang menarik itu adalah toko kain sari. Yaaa…. ya nggak apa-apalah. Kami hanya senyum dan mengucapkan terima kasih sambil berlalu. Untuk apa marah-marah sama tukang becaknya. Toh dia hanya berusaha untuk cari uang, untuk isi perut.
Favorit saya ketika berkeliling Sadar Bazaar adalah “Gol Gappa” di Agra Chaat House (Pride of Agra). Makanan ini adalah snack favorit di sana yang terbuat dari kentang tumbuk yang dimasukkan ke dalam roti sus kering lalu disiram kuah hijau pedas. Rasanya agak asam namun lezat di lidah saya. Yusni mencoba satu Gol Gappa dan katanya cukup. Hahahaha. Sedangkan saya maunya makan lagi dan lagi. Habisnya harganya cuma 10 rupee atau 2000 perak saja untuk 3 potongnya. Mungkin saya makan sekitar 10 biji dan itu sudah kenyang banget.
Ini dia “Gol Gappa”. Kalau mau jajan ini jangan lihat cara dia menuangkan kuahnya ya hahahaa…. |
Awalnya saya juga ingin mencoba es serut yang dijual di depan pedagang “Gol Gappa” itu. Tapi niat itu saya urungkan ketika saya melihat ada seorang laki-laki membawa es balok yang dibalut karung goni kotor dan lalu diputar-putar sebelum dipecah dan diserut. Meski saya suka makanan jalanan tapi kok melihat proses es serut ini saya jadi agak mual jijik sendiri. Itu es serutnya kotor sekali dan dijamin akan bikin sakit perut kalau dimakan.
Kami pun berjalan-jalan lagi dan menjumpai toko buku tua yang sudah ada sejak 1946 dan berisikan banyak buku-buku tebal berbahasa Hindi yang tentu tidak saya mengerti. Tetapi saya tetap senang melihat-lihat toko buku itu, meski tak membeli satu. Tidak beli karena saya sudah beli di tempat lain. Hehehehe…
Ini dia toko buku tua yang saya maksud. Meski tidak berniat membeli, kalian bisa masuk ke dalam untuk melihat-lihat… |
Oh iya kalian harus tahu satu fakta bahwa di India, harga buku itu murah murah banget kalau dibandingkan di negara kita, terutama buku terjemahan Inggris. Saya sempat membeli buku di bandara Delhi dan mendapati harga bukunya murah banget. Di India memang banyak buku bajakan terutama di stasiun atau toko buku di pasar. Tahu dari mana itu palsu? Ya yang sering baca buku pasti bisa membedakan mana buku asli mana buku palsu dari kertas dan baunya.
Tapi toko buku yang saya datangi di bandara itu WHSmith yang tentu saja tidak pernah menjual buku palsu. Saking tidak percaya dengan label harga yang tertera di buku, saya bertanya kepada kasir langsung dan mereka bilang memang harganya segitu, tidak sedang diskon.
Saya pun terperangah. Buku yang biasanya di Indonesia kisaran harganya Rp 300.000, di India cuma 400 rupee atau Rp 80.000. Ya kan murah banget ya. Rasa-rasanya ingin memborong semua buku yang ada di sana tapi sadar bawaan hanya ransel dan sudah penuh barang, diurungkanlah niat itu. Saya hanya beli 5 buku saja selama di India (ya itu juga sudah banyak kan ya). Tapi ya itu juga setelah proses pilah pilih yang lama sekali.
Eh si Abang lihat kamera langsung senyum sumringah Bang? Hehehehe… |
Oh iya, di Sadar Bazaar juga pasti lumrah kamu melihat sapi berkeliaran bebas dan hampir seluruh negara bagian India seperti itu. Tapi kemarin itu aneh aja melihat sapi hampir masuk ke stall ice cream dan menunjukkan pantatnya yang besar ke arah kita, yang ingin membeli. Lucu saja menurut saya. Kalau kalian di situ, apakah akan tetap membeli es krimnya? Hahahaha…
Oke, itu cerita soal keliling kota Agra. Di post berikutnya aku akan bercerita soal Taj Mahal ya, lengkap dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Penasaran kan?
Cheers,