Menikmati Lautan dan Mendaki Gunung Anak Krakatau

18
Puncak Gunung Anak Krakatau

Puncak Gunung Anak Krakatau

Di terminal Kampung Rambutan, terlihat beberapa pemuda-pemudi dengan tas punggung warna-warni asyik bercengkerama. Salah satunya adalah saya. Kami menunggu bus malam yang akan membawa kami ke pelabuhan Merak.

Tujuan liburan kami kali ini adalah Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda. Masih banyak yang menyebutnya sebagai Gunung Krakatau, padahal Krakatau sudah meletus dengan hebatnya pada tahun 1883 hingga menewaskan kurang lebih 36.000 jiwa.

Saat itu, seluruh dunia diselimuti suasana yang gelap dan mencekam. Suara letusannya terdengar hingga 4600 kilometer jauhnya, semburan debu vulkaniknya mencapai 80 meter dan muntahan batu vulkaniknya berhamburan ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Menurut sejarawan, Gunung Krakatau pun masih punya “Ibu” yaitu Gunung Krakatau Purba (Gunung Batuwara) yang ketika meletus memisahkan pulau Jawa dan Sumatera. Tepi-tepi kawah Krakatau Purba dikenal dengan Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung.

Dari cerita yang saya baca di sini dikatakan bahwa Gunung Anak Krakatau muncul 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883, yakni tahun 1927.

Di kawasan kaldera purba ini, Gunung Anak Krakatau terus bertambah tingginya, sekitar 20 inci per bulan (kok bisa ya?) dan tercatat sebagai gunung vulkanik aktif. Para ahli memprediksi bahwa Anak Krakatau akan meletus antara 2015-2083.

Aduh, mari kita doakan agar Anak Krakatau tiduuuuuuur untuk waktu yang lebih lama ya.

Oke.

Kembali ke cerita perjalanan.

Kami berangkat menuju pelabuhan Merak dari terminal Kampung Rambutan dengan naik bus yang ongkosnya Rp. 17.000 rupiah (sebelum BBM naik) pukul 23.50 dan tiba pukul 4.10 subuh.

Tungpeng selaku ketua rombongan langsung menggiring kami semua ke loket kapal ASDP dan menyeberang ke Bakauheni, Lampung.

Muka-muka Sumringah

Muka-muka sumringah mau liburan

Selama 2,5 jam perjalanan laut, kami hanya duduk bercengkrama di dek kapal sambil makan cemilan dan menikmati hembusan angin laut. Saking asyiknya, tidak terasa langit sudah terang dan tahu-tahu kapal sudah tiba di Lampung.

Turun dari kapal, kami langsung mencari angkot untuk disewa ke dermaga Canti, tempat dimana kami akan dijemput oleh kapal kayu mengeksplor kawasan Anak Krakatau. Karena lapar, kami sempat berhenti di tengah-tengah perjalanan untuk makan pagi di sebuah warung nasi dan lanjut jalan lagi.

Dermaga Canti

Dermaga Canti, Lampung. Sederhana sekali ya.

Matahari belum tinggi ketika kami tiba di dermaga Canti. Jam menunjukkan pukul 7.40. Terlihat kapal kayu yang kami sewa sudah menunggu. Harga sewa kapal kayu ini sekitar 2-2.5 juta per kapal dengan maksimal penumpang 20 orang.

Ketika diberitahu bahwa nanti di perjalanan menuju Pulau Sebesi (tempat kami menginap) kami akan snorkeling di kawasan Pulau Sebuku, semua langsung bergegas ke kamar mandi dan berganti baju renang.

Sehingga ketika kami sampai di Sebuku, semuanya siap nyebuuuuuurrrr….

Berpapasan Warga Lokal

Berpapasan dengan masyarakat lokal yang sedang menyeberang dari Sebesi menuju Dermaga Canti. Motor juga diangkutnya pakai kapal ini. Saking ramahnya mereka melambaikan tangan dengan muka sumringah.

Pulau Sebuku

Birunya laut Pulau Sebuku.

Cantiknya Pulau Sebuku

Everyone Happy

Nothings better than playing on the beach, under the sun. Everyone happy 🙂

Puas Bermain Air

Puas bermain air di Sebuku yang biru, kapal bertolak menuju pulau Sebesi. Kami langsung diantarkan ke guest house milik Pemerintah daerah dan dibagi dua kamar, perempuan dan laki-laki.

Satu kamar bisa menampung 10-20 orang dengan tarif 200 ribu per malam. Kalau musim liburan, rumah-rumah penduduk juga disewakan untuk wisatawan. Oh ya, listrik hanya hidup dari jam 06.00 sore hingga 00.00 WIB.

Penginapan Resmi di Pulau Sebesi

Satu-satunya penginapan resmi yang ada di Pulau Sebesi.

Di Guest House sudah disediakan makan siang untuk rombongan kami.

Seusai makan siang, rombongan berpencar, ada yang istirahat di kamar, ada yang naik sepeda keliling pulau Sebesi dan ada yang duduk-duduk di Pantai saja. Semua sibuk sendiri hingga pukul empat sore berkumpul untuk naik kapal ke Pulau Umang-Umang.

Walaupun namanya mirip, Pulau Umang-Umang bukanlah Pulau Umang yang ada di kawasan Banten tetapi pulau sendiri di dekat pulau Sebesi dan masuk daerah Lampung.

Pulau Umang-Umang ini bisa ditempuh selama kurang lebih 20 menit dari Pulau Sebesi.

Pulau Umang-umang

Pose sambil menunggu senja di Pulau Umang-Umang.

Air Laut Biru Jernih

Air laut yang biru jernih benar-benar menggoda kami untuk cepat-cepat nyebur. Untuk peralatan snorkeling, disewakan dengan harga 30-35 ribu. Saya sudah membawa peralatan sendiri sehingga tidak perlu sewa lagi.

Kami asyik bermain hingga tidak sadar matahari sudah pulang ke rumahnya. Artinya kami juga harus segera pulang ke Sebesi. Rasanya kok singkat sekali. Belum puas euy.

Sesampainya di penginapan, semuanya antri bebersih diri, berkumpul di ruang makan untuk makan malam lalu memulai acara seru. Membuat api unggun di tepi pantai, bernyanyi dan menari. Maunya sih sampai pagi, tetapi karena semua kelelahan dan harus bangun subuh-subuh untuk mendaki anak Krakatau, kami memilih mencium kasur saja.

Kira-kira jam 4 pagi, kami dibangunkan untuk segera bersiap berangkat ke Anak Krakatau. Dengan mata setengah mengantuk, semuanya naik ke atas kapal dan menahan dinginnya angin laut subuh-subuh.

Muka-muka ngantuk
Muka-muka ngantuk tapi gak sabar mau naik Anak Krakatau.

Butuh waktu sekitar 2 jam untuk mencapai Anak Krakatau. Karena langit masih gelap, semuanya selonjoran melanjutkan tidurnya.

Ketika langit sudah sedikit terang, di kejauhan tampak Gunung Anak Krakatau yang sedang “tidur” dengan pulas. Itu berarti aman untuk didaki.

Anak Krakatau

Begitu kapal sandar, kami langsung turun dan menginjakkan kaki di pasir hitam. Baru kali itu saya melihat pasir hitam karena pasir biasanya warnanya putih atau krem.

Para awak kapal dengan sigap menurunkan dus Aqua dan sarapan untuk kami. Tentunya sebelum menanjaki Anak Krakatau, perut harus diisi agar ada energi. Kami buru-buru menyelesaikan makan pagi dan berangkat menapaki jalan setapak pasir.

Cagar Alam Krakatau
Selamat datang di Cagar Alam Krakatau.

Sebenarnya Anak Krakatau ini tidak terlalu tinggi tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk mendakinya.

Ini karena medannya yang berpasir dan berkerikil kecil sehingga kita sering tergelincir. Jalan di pasir juga lebih berat, jadi lebih baik pakai sandal gunung atau sepatu, jangan sandal jepit. 

Mendaki Anak Krakatau

Anak Krakatau Berpasir

Medan Berpasir Anak Krakatau
Tante ini mau mendaki atau ke mall ya? *peace*

Saran saya adalah membuat jarak dengan orang di depan kita ketika mendaki agar tidak terkena pasir bekas pijakannya. Mendaki zig-zag juga mungkin bisa jadi cara yang aman agar mata tidak kemasukan pasir.

Ketika akan mulai mendaki Anak Krakatau, kami bertemu dengan tante-tante dari Lions Club, semacam perkumpulan sosial gitu. Walau sudah cukup berumur, tante-tante ini sangat aktif dan bersemangat.

Ketika berbincang dengan mereka, saya terkagum-kagum karena mereka tante-tante yang haus akan petualangan, sudah menjelajah banyak tempat di dunia dan akan tetap melakukannya sampai akhir hayat. Keren banget sih Tante.

Sekitar 20 menit, kami akhirnya tiba di titik terakhir untuk wisatawan yang ingin mengunjungi Gunung Anak Krakatau. Jangan coba-coba melewati batas kalau mau selamat.

Kepulan Asap Belerang
Kepulan asap belerang dari batuan.

Serunya Mendaki Anak Krakatau

Perjalanan Turun
Perjalanan turun kembali ke bawah.

Bau belerang yang menyengat membuat saya jadi sedikit pusing sehingga tidak berlama-lama di “puncak” Anak Krakatau.

Setelah berfoto bersama, kami berlomba untuk turun dengan berlari di pasir. Pas berangkat naik, nggak mau kena pasir tetapi begitu turun malah bikin “badai” pasir. Yang penting seruuuuuu dan tidak mengganggu wisatawan lain.

Berlomba Turun ke Bawah
Di tengah perjalanan turun, kami mengadakan lomba lari. Hahaha.

Jam 10, kami bertolak ke Legon Cabe untuk menikmati terumbu karang cantik dan menyapa ikan-ikan lucu. Airnya jernih dengan terumbu karang yang masih terawat. Semoga tidak rusak karena ulah wisatawan yang kurang bertanggung jawab.

Legon Cabe
Legon Cabe
Jump and Byurrr
Jump and byuuuuurrr….

Ketika matahari semakin tinggi, kami pulang ke Sebesi untuk bebersih, makan siang, packing dan pulang ke Jakarta.

Di perjalanan menyeberang pulang dari Bakauheni ke Merak, kami naik kapal Ferry paling bagus yang pernah saya lihat.

Namanya Dharma Ferry IX. Sofanya empuk, ada ruang tidur nya dan tidak perlu bayar lagi. Ada kantin dan bar dengan pelayanan ramah serta memuaskan. Enak dan nyaman.

Kapal Dharma Ferry XI
Kapal Dharma Ferry XI. Bagus dan bersih.

Kami tiba Minggu tengah malam di Terminal Kampung Rambutan.

Selesai sudah liburan singkat di Krakatau. Puas rasanya bisa menikmati lautan dan mendaki gunung (kecil) sekaligus. Apalagi perjalanan ini dilakukan bersama teman-teman (beberapa teman baru) yang seruuuuu.

Buat teman-teman yang sudah kerja juga bisa kok liburan ke Anak Krakatau pas akhir pekan seperti kami. Semoga cerita perjalanannya bermanfaat ya 🙂

Happy Traveling!

Enjoy Indonesia!

About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts