Menikmati Serunya Naik Argo Parahyangan Lagi

30

Saya ingat beberapa tahun yang lalu, saya begitu senang naik kereta dari Jakarta ke Bandung. Namun sejak tol cipularang diresmikan, Argo Parahyangan sempat berhenti beroperasi untuk waktu yang cukup lama. Mungkin karena tidak kuat bersaing dengan travel-travel yang waktu tempuhnya jauh lebih cepat dan harganya lebih murah (waktu itu).

Nah, sejak beberapa waktu lalu KA Argo Parahyangan dioperasikan lagi.

Hore!

Saya cukup rutin pergi ke Bandung. Minimal satu bulan sekali saya pasti pulang kesana. Biasanya saya memilih moda travel seperti Baraya, Sararea, CitiTrans atau Bus MGI. Namun, saya tiba-tiba kangen naik kereta api. Langsung deh saya buka aplikasi KAI untuk memesan kursi. Sudah pada coba aplikasinya belum? Enak lho. Cepat dan mudah. Waktu itu aku memesan kereta jam sebelas malam untuk keberangkatan jam enam keesokan paginya. Less than 24 hours. Tinggal isi data, pilih kursi, bayar via e-banking. Beres…

Kalian sudah pernah naik Argo Parahyangan belum? Buat yang sudah pernah pasti tahu dong kalau pemandangan sepanjang Jakarta – Bandung itu uhwow banget. Cantiknya itu lho

Saya memilih untuk naik kelas eksekutif untuk melihat seperti apa Argo Parahyangan sekarang. Kalau yang kelas bisnis kan kursi penumpangnya 90 derajat yang bikin punggung sedikit pegal kalau perjalanan jauh. Berbeda dengan kelas eksekutif yang kursinya lebih ergonomis dan ada pijakan kakinya. Pokoknya jauh lebih nyaman dari kelas bisnis. Selisih harga antara kelas bisnis dan eksekutif hanya 35 ribu rupiah saja. Kelas bisnis itu tarifnya Rp 75.000 – Rp 85.000. Kelas Eksekutif tarifnya Rp 100.000 – 105.000.

Gerbong-Biru-Argo-Parahyangan
Kelas Eksekutif Argo Parahyangan

Gerbong-Kereta-Argo-Parahyangan
Kelas Eksekutif Argo Parahyangan yang saya naiki. Beda sama gerbong yang di atas ya…

Gerbong-Keberapa-Argo-Parahyangan
Gerbong kelas bisnis. Kalau dulu mah gerbong ini kotor banget dan jendelanya terbuka. Sekarang bersih, jendela tertutup dan pakai AC. Enak!

Kereta Api sekarang sudah sangat berubah. Ada pramugari kereta api berseragam biru nan ayu yang menyambut kita saat memasuki gerbong, menunjukkan arah ke kursi kita. Kursinya bersih dan wangi, tidak apek dan ada bantalnya. Ada TV di dalam gerbong tapi yang bisa nonton hanya bagian depan saja. Saya yang duduk di barisan tengah agak ke belakang sudah susah melihatnya. Di dekat jendela juga ada colokan listrik jadi bisa ngecharge handphone dan alat elektronik lainnya, gratis.
Pramugari-Kereta-Argo-Parahyangan
Mbak Pramgurari KAI nya lagi isthirahat kali ya?

Hanya satu yang saya sayangkan. Kaca gerbong yang waktu itu saya naiki agak sedikit buram. Entahlah itu karena jendela kacanya sudah tua atau memang kotor belum disikat. Saya jadi agak kesusahan untuk mendapatkan gambar yang benar-benar jernih.
Persawahan-dari-Jalur-Kereta
Kacanya agak buram…

Satu lagi yang sedikit saya sesali adalah ketika saya memilih kursi dari Bandung ke Jakarta, saya memilih sisi kanan. Padahal pemandangan yang bagus ada di sebelah kiri. Ingatan saya memang sudah agak sedikit kabur saat mencoba mengingat pemandangan yang bagus itu adanya di sebelah kiri atau sebelah kanan. Jadi tips kecilnya adalah kalau dari arah Jakarta ke Bandung pilihlah kursi di sebelah kanan. Jika berangkat dari Bandung menuju Jakarta, pilihlah kursi sebelah kiri. Enak deh bisa duduk santai menikmati pemandangan sepanjang jalan.
Pemandangan-dari-kereta-Argo-Parahyangan
Pemandangan di sebelah kiri jika mengarah dari Bandung ke Jakarta

Pilihan saya untuk berangkat pagi dari Bandung ke Jakarta pada pagi hari memang tidak salah. Menyenangkan sekali bisa menikmati pemandangan hijau yang belum terlalu silau karena sinar mataharinya belum terik.
Tol-Cipularang
Bisa lihat Tol Cipularang

Foto-Kereta-dari-dalam

Petugas-KAI-di-Stasiun
Setiap melintas stasiun kecil seperti stasiun Cikadondong ini, pasti ada petugas stasiun yang keluar dan memberikan hormat.

Setiap melintas stasiun kecil seperti stasiun Cikadondong ini, pasti ada petugas stasiun yang keluar dan memberikan hormat.
Saya berjalan dari gerbong eksekutif hingga ke gerbong bisnis. Menyusuri dari ujung ke ujung. Saya sempat berhenti di gerbong resto dan duduk serta bercerita dengan bapak Train Security-nya bernama Pak Harmin.
Satpam-kereta-argo-parahyangan
Funniest Train Security and also my train guide, Pak Harmin

Sembari memotret pemandangan di kanan kiri, saya berbincang ringan dengan Pak Harmin. Saya berasa punya guide pribadi selama naik kereta. Beliau menunjukkan kepada saya Jembatan Cikubang, jembatan kereta api terpanjang di Indonesia (300 meter) dengan tinggi 90 meter. Agak deg-deg ser waktu kereta melintas pelan di atas jembatan. Saya lantas melongok ke kaca jendela dan melihat ke arah bawah. Ngeri-ngeri sedap rasanya.
Jembatan-kereta-api-cikubang
Tinggi sekaliiii…

Jalur kereta api yang dibuat sekitar tahun 1800an ini memang menyimpan banyak cerita. Oleh para Londo (Belanda), rakyat kita dipekerjakan untuk membangun jembatan dan terowongan. Iya, coba nanti kalian rasakan sendiri naik kereta api dan masuk terowongan. Saya membayangkan bagaimana orang-orang zaman dulu bekerja keras melubangi bukit-bukit untuk dijadikan terowongan. Sepatutnya kita berterima kasih kepada mereka. Kalau mereka tidak ada, mana mungkin kita bisa merasakan kereta api seperti sekarang.

Selain Jembatan Cikubang, objek menarik lainnya adalah terowongan Sasaksaat yang membelah perbukitan Cipedong di jalur Padalarang-Purwakarta. Terowongan ini memiliki panjang 949 meter dan hanya bisa dilewati oleh satu kereta saja. Jadi harus dipastikan tidak ada kereta yang datang dari arah berlawanan. Terowongan Sasaksaat ini juga menjadi terowongan kereta api terpanjang kedua di Indonesia lho.

Laju-kereta-argo-parahyangan
Cuma bisa foto begini kalau melintas terowongan Sasaksaat nya…

“Nanti pas lewat Purwakarta, Neng Satya bisa lihat kuburan kereta. Nanti lihat aja sebelah kanan” ujar Pak Harmin.

“Berapa menit lagi kira-kira Pak?” tanyaku.

“Hmmm, sekitaran sepuluh menit Neng” jawab Pak Harmin sambil melirik arlojinya.

“Hebat euy Bapak bisa hapal jam-jamnya” ujarku sambil tertawa.

“Ya kan sudah terbiasa Neng lewat sini terus bertahun-tahun. Jadi hapal” jawab Pak Harmin.

Memang benar sepuluh menit kemudian kami melintasi stasiun Purwakarta dan saya melihat tumpukan gerbong-gerbong kereta yang sudah tidak berfungsi lagi. Sayangnya kereta yang melaju cepat membuat saya hanya bisa mengambil dua gambar saja. Lalu saya bertekad suatu waktu akan jalan-jalan di Purwakarta untuk mengulik “kuburan gerbong” ini.

Tumpukan-Gerbong-Kereta
“Kuburan Gerbong” di stasiun Purwakarta

Kuburan-Gerbong-Kereta
Selepas Purwakarta, kita akan memasuki daerah Cikarang. Berakhir sudah pemandangan indah karena sepanjang sisa perjalanan menuju Jakarta, hanya pemandangan rumah-rumah saja. Saya pun pamit kepada Pak Harmin dan kembali ke kursi untuk bersantai membaca buku.

Tepat tiga jam sepuluh menit dari waktu keberangkatan, saya pun tiba di stasiun Gambir. Berakhir sudah perjalananku yang menyenangkan di Argo Parahyangan. Nggak sabar untuk naik lagi. Mungkin bareng kamu? 😉

About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts