Perjalanan ini membuat saya sedikit berbangga karena berhasil mengalahkan rasa takut saya akan gelap dan ketinggian.
Pernah mendengar Goa atau Luweng Grubug? Atau pernah lihat iklan sebuah produk rokok dimana talentnya bersorak di dalam gua sambil disinari cahaya matahari?
Itulah dia, Luweng Grubug.
‘Luweng’ berarti lobang atau sumur sedangkan ‘Grubug’ adalah gemuruh yang terdengar dari dalam goa.
Ini merupakan kali pertama saya menuruni Gua Vertikal. Langsung turun ke gua sedalam 96 meter, pakai tali, sendiri. (terbayang tidak betapa gugupnya saya waktu itu?)
Buat teman-teman yang belum tahu, nama kegiatan ini adalah Telusur Gua atau Caving. Ilmu tentang Telusur Gua disebut Speleologi.
HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) adalah nama organisasi penelusur gua yang diketuai oleh Mas Cahyo Alkantana, petualang senior yang juga terkenal sebagai presenter acara petualangan dan fotografer underwater profesional.
Goa Jomblang dan Luweng Grubug ini terletak di kawasan Karst Semanu, Gunung Kidul, sekitar 60 kilometer dari pusat Yogyakarta.
Sebenarnya di kawasan ini terdapat banyak sekali luweng / goa tetapi Luweng Grubug dan Jomblang menjadi yang terpopuler karena acara Amazing Race Amerika yang dilaksanakan tahun 2011.
Saya dan teman-teman pecinta alam Universitas Indonesia (Mapala UI) datang ke Luweng ini pada Juni 2012 kemarin tapi ceritanya baru di-post sekarang. Hehehe.
Kalau dari atas, Luweng Grubug ini terlihat seperti sumur biasa dan tertutup oleh pohon yang rimbun. |
Sebelum turun di gua vertikal, dibutuhkan latihan fisik dan penguasaan teknik SRT (Single Rope Technique), teknik untuk naik dan turun di gua vertikal memakai tali.
Kami berlatih di pohon-pohon Jati yang ada di sekitar resort “Jomblang” yang dikelola pribadi oleh Bang Cahyo Alkantana.
Sebelum turun ke Luweng Grubug, kita harus latihan SRT dulu |
Peralatan pribadi yang diperlukan untuk telusur gua adalah :
- Baju dan celana berbahan ringan seperti polyester, coverall (baju one piece yang menutupi seluruh badan)
- Sepatu boots (yang biasa dipakai pas banjir)
- Sarung tangan
- Ikat rambut (untuk yang berambut panjang sebaiknya diikat)
- Helm + headlamp atau helm halogen (helm yang bisa mengeluarkan api dengan bahan bakar karbit.
Perlengkapan dari kepala sampai kaki untuk telusur goa. |
Single Rope Technique set sendiri terdiri dari :
- Seat harness (tali untuk dudukan), chest harness (tali untuk sekitar dada) atau yang paling baik adalah body harness (menutupi seluruh badan sekaligus)
- Ascenders
- Descenders
- Foot-loop
- Jammer
- Carabiner
- Cow’s tail.
Penelusuran Luweng Grubug dimulai pukul 10.00 WIB oleh Tim Mapala UI dan HIKESPI.
Tim Mapala UI mempersiapkan lintasan (rigging) untuk masuk gua yang diarahkan oleh Mas Patrick, salah satu master instruktur HIKESPI. Selain Mas Patrick, ada Mas Adam Budiman dan Mas Balung dari HIKESPI yang mendampingi anggota mapala UI masuk ke luweng Grubug.
Rigging atau persiapan lintasan untuk turun ke Luweng Grubug. |
Sewaktu berlatih di Pohon Jati, saya merasa bisa dan mantap untuk melakukan ini. Tetapi begitu sudah ada di mulut luweng Grubug yang ber diameter 50 meter, lutut saya tidak berhenti gemetar. Takuttttt.
Dari mulut Goa terdengar bunyi gemuruh yang sangat kuat. Saya mencoba mendongak ke dalam luweng dan tak ada apapun yang terlihat. Semuanya hitam.
Syukurlah saya tidak mendapat giliran pertama untuk turun melainkan teman-teman saya yang jam turun goa nya sudah cukup banyak.
Debby, teman saya yang jam turun goa nya sudah banyak. Mukanya lempeng saja ketika disuruh turun pertama kali ke Luweng Grubug. Jempol deh buat Uni yang satu ini 😉 |
Sama seperti Kiki, saya dibimbing untuk turun sebelum bergantung sendiri di tali. (tapi pose ini kayak modus ya? #eh?) |
Giliran saya pun tiba. Saya yang sudah mengenakan peralatan lengkap bergerak pelan ke mulut gua. Mau tidak mau, saya harus masuk ke dalam luweng. Yang lain saja bisa dan selamat, kok saya enggak?
Di mulut Luweng sudah dipasang matras sebagai landasan agar tali dan badan kita tidak tergesek ke batu.
Sebelum turun, kita akan dicek oleh teman kita apakah posisi harness dan seluruh perlengkapan SRT kita sudah dalam kondisi yang baik dan benar. Jika sudah yakin lengkap dan aman, barulah kita boleh turun.
Saya mungkin termasuk yang paling lama bergantung di mulut gua. Entah berapa kali saya dibujuk Mas Patrick untuk melepaskan pijakan kaki pada batu dan bergerak turun ke bawah.
Saya masih takut-takut karena takut kalau saya jatuh dan lepas dari tali (padahal kalau sistemnya sudah lengkap enggak bakal jatuh kok).
Suara gemuruh air dari bawah sana dan lembabnya bibir gua karena uap-uap air sungai bawah tanah juga membuat nyali saya ciut sekaligus penasaran.
Setelah komat kamit baca mantra, akhirnya saya melepaskan pijakan dan sedikit berteriak kaget sambil menutup mata. Sekarang saya sudah bergantung di tali dan HARUS bergerak turun ke bawah. Ah, Lord, bless me!
Saya menekan jumar dan mulai turun perlahan-lahan.
Pernah melihat adegan orang terjun pakai tali dari helikopter? Nah, kurang lebih begitulah kejadiannya. Tetapi turunnya tidak secepat di film ya.
Saya harus turun perlahan-lahan agar tangan tidak panas memegang jumar yang bergesekan dengan tali . Itu juga yang menjadi alasan mengapa kita membutuhkan sarung tangan.
Seorang teman yang sedang menyusuri tali, turun ke bawah. (Foto : Ramadan | Tempo) |
Tidak butuh waktu yang lama untuk turun dan menjejakkan kaki di tanah yang becek dan licin di dasar luweng Grubug. Gemuruh air semakin kuat dan terasa dekat. Aliran air bawah tanah ini ternyata masih satu aliran dengan Kalisuci.
Sesampainya di bawah, kami menikmati siraman cahaya dari atas yang masuk dari mulut goa.
Seperti dapat siraman cahaya dari surga. Saya cukup lama ternganga, mendongak ke atas dan melihat titik hitam kecil di tengah-tengah cahaya itu. Ternyata itu teman saya yang sedang turun ke bawah.
Terlihat tali yang kami pakai untuk turun dan naik Luweng Grubug. |
Kami berkeliling di sekitar Luweng Grubug dengan sangat berhati-hati agar tidak terpeleset. Kami menelusuri hingga ke pinggiran sungai.
Setelah puas mengeksplor Grubug (dan tentunya foto-foto) kami bersiap untuk naik ke atas lagi. Caranya? Manjat pakai tali lagi. Eaaaaa.
Sambil menunggu giliran, tebak saya ngapain?
Main Twitter.
Hahaha. Beneran kok saya main twitter dari dalam luweng.
Pasti bertanya-tanya kok bisa dapat sinyal. Saya harus berterima kasih kepada Telkomsel yang jaringannya kuat di dalam gua tapi lemah kalau di Jakarta. Sekali lagi terima kasih ya Telkomsel. :p
Sambil menunggu giliran untuk naik ke atas, kita makan cemilan dan main twitter :p |
Batuan kapur di dalam Luweng Grubug |
Kita harus berhati-hati saat berjalan di dalam luweng karena berbatu dan licin. |
Teman-teman dari Mapala UI dan HIKESPI di dalam Luweng Grubug |
WE did it! Yeay! |
Tantangan terberat di Telusur Gua ini menurut saya ya pas naik ke atas. Pernah melihat ulat atau ulat bulu yang bergerak-gerak menuju pucuk daun? Seperti itu gerakan yang harus dilakukan.
Di badan kita diikatkan satu tali simpul kambing yang menjadi alat bantu kita untuk bergerak ke atas. Sambil menginjak tali simpul, kita mengangkat badan kita ke atas. Seperti lagi pull up tapi di satu tali.
Bisa dibayangkan betapa beratnya kalau kita tidak/belum pernah latihan sebelumnya.
Ketika akan naik ke atas, ada teman yang akan membantu mengecek peralatan kita dan menegangkan tali agar bisa memanjat naik |
Saya sendiri waktu itu membawa tas kecil yang berisi kamera pocket, cemilan coki-coki dan air mineral.
Jadi ketika energi kita mulai melemah, kita bisa berhenti sebentar di tengah-tengah, mengisi tenaga dengan minum dan makan coklat. Saya sempat mual karena efek tegangan tali yang mengayun-ayun badan saya naik turun.
Antara seru dan tegang juga sih sendirian tergantung di tali.
Kalau saya kenapa-kenapa yang nolong siapa ya? Tapi saat itu saya yakin bahwa yang terpenting sebenarnya adalah pikiran kita. Kalau kita bisa tenang dan tidak panik selama di tali, pastinya kita bisa sampai di atas dengan aman dan selamat. And I did it!
Kegiatan latihan dan penelusuran Luweng Grubug selesai pada pukul 16.50 WIB. Kami semua langsung pulang ke resort dan membersihkan peralatan dari lumpur.
Untuk pemula, mungkin bisa mencoba masuk ke Luweng Grubug lewat Goa Jomblang.
Wisatawan bisa menikmati siraman cahaya surga Luweng Grubug dengan menelusuri lorong sepanjang 300 meter. Di post berikutnya, saya akan bercerita tentang Goa Jomblang ya 😉
Ketika cahaya matahari berada tepat di atas luweng, kita akan mendapatkan cahaya matahari tegak lurus menerangi luweng. Ngomong-ngomong yang di dalam foto itu saya yang diambil oleh wartawan Tempo, mas Ramadhan 🙂 |
Di Goa Jomblang sudah tersedia beberapa variasi lintasan untuk wisatawan turun dengan tali. Jadi tidak perlu turun naik pakai badan sendiri seperti kami. Ada katrol yang disediakan untuk menurunkan dan menaikkan wisatawan.
Bisa kontak Bang Cahyo Alkantana di sini ya kalau berminat (+62 811 117 010).
Tips :
- Waktu terbaik untuk mengunjungi Goa Jomblang & Grubug adalah sebelum jam 1 siang dimana sinar matahari yang masuk akan sangat cantik ketika matahari berada tepat di atas Luweng.
- Kalau bisa bawa dry bag kecil untuk menyimpan kamera, makanan dan minuman. Jaga-jaga agar barang-barang tadi tidak terkena air.
- Jaga sikap dan perilaku selama berjalan-jalan di dasar gua. Jangan pecicilan ya. 🙂