Cerita Dua Madam Menyapa Jaipur, The Pink City




Ah, akhirnya sampai juga kami di Jaipur setelah 5,5 jam perjalanan dari Delhi. Berangkat jam 5 pagi dan tiba pukul 10.30. Saya hirup udaranya dalam-dalam, sejuk terasa karena memang sudah mendekati akhir tahun. Temperaturnya hanya 17 derajat celcius saja.

“Madam, tuktuk madam, taxi madam, cheap cheap”, ujar semua lelaki yang mengerubungi kami saat baru keluar dari stasiun Jaipur. Wajarlah setiap orang yang keluar ditawari transportasi lanjutan seperti taxi atau tuktuk ya. 


“No thank you, we just want to go to find some food”, jawabku sambil berlalu.

“Ah, after finish your lunch, go with tuktuk, my tuktuk is the best, cheap. I can take you everywhere Madam”, celetuk salah satu dari kerumunan itu.

Hahaha… Awalnya saya merasa aneh dipanggil Madam oleh mereka. Kenapa bukan Miss? Kan paras (paras) kami berdua masih muda. Madam oh Madam… Beberapa hari kemudian, saya sadar, ternyata mereka memang memanggil semua turis perempuan dengan “madam” tak peduli usia tua atau muda.

Masuklah kami ke salah satu rumah makan di depan stasiun Jaipur dan meletakkan carrier di sudut ruangan lalu melenggang ke bagian kasir untuk memesan makanan. Di etalase terpampang banyak makanan India yang terlihat lezat (oh yaaaa saya penyuka makanan India, jadi setiap lihat makanan di sana air liur saya menetes terus). Saya pesan satu menu thali komplit yang harganya Rs (rupee) 138 saja alias Rp 28.000,-. Murah kaaaaaannnn….

Karena itu pertama kalinya Yusni mencoba makanan India, saya deg-degan apakah dia suka atau tidak. Ternyata….

Dia tidak suka.

Hahahahaha. 

Ya wajar, bisa dimaklumi, tak semua orang suka makanan India. Rasanya agak aneh di lidah kita, padahal buat kita seharusnya biasa saja karena bumbu masakannya mirip. Gulai dan kari yang kita santap di Indonesia kan kurang lebih sama, meski memang lebih kental di India sih.

Karena masih hari pertama dan perkenalan rasa pertama ya nggak apa-apa. Semoga saja untuk beberapa minggu ke depan lidah Yusni akan terbiasa dengan bumbu India, harap saya.

Selepas brunch (breakfast-lunch), kami menuju prepaid taxi booth dan menunjukkan alamat tujuan kami. Sebelumnya saya sudah menyimpan screenshot alamat hostel yang akan kami tempati agar tetap bisa ke sana meski tidak ada sinyal internet karena belum punya simcard lokal.

Kami menginap di Chillout Hostel Jaipur yang kalau di peta tidak terlalu jauh dari Pink City area, tapi ternyata tetap harus naik tuktuk / taxi kalau mau pergi eksplorasi. Bisa sih jalan kaki kalau kamu mau jalan-jalan sambil lihat pemandangan jalanan Jaipur, tapi kalau bawa barang banyak repot juga. Naik tuktuk di sana tidak terlalu mahal kok. Untuk jarak sekitar 5 kilometer dari hostel kami menginap ke area Pink City, satu kali jalan bayar Rs 100 saja atau sekitar Rp 20.000,-.



Harga hostel kami di Jaipur per malam sekitar Rs 600 untuk berdua. Kami memilih private room, bukan dormi
tory.
Jadi dengan harga sekitar Rp 120.000 rupiah untuk berdua sudah include breakfast, good deal banget kan? Saya sudah booking hostel ini dari situs booking.com. Nggak harus bayar di depan kok dan cancellation-nya bisa sampai H-1. 




Untuk perkara makan, pagi dan malam biasanya kami makan di hostel karena lebih terjamin kebersihan makanannya dan harganya normal, berkisar Rs 100 – 300 (sekitar 20.000 – 60.000 rupiah) per porsinya. Mau makanan India ada, mau western food juga ada. Tinggal pilih sesuai selera. Oh iya kalau sarapan pagi nggak perlu bayar lagi kan sudah include dengan harga penginapan. Menu vegetable cheese omelette jadi favorit Yusni dan saya selama menginap di Chilout Jaipur kemarin. Enaaaaaakkkk!

Tipikal sarapan pagi di hostel kami ; Veggie Cheese Omelette, Toast + Jam dan Masala Chai



Nah kalau siang hari, kami biasanya makan kalau bener-bener lapar. Kalau nggak ya dirapel (digabung) sekalian makan malam. Pas menulis artikel ini dan mengingat perjalanan yang lalu di Jaipur, saya baru ngeh kalau kemarin itu kami berdua jarang makan siang. Hahahaha. Mungkin karena porsi sarapannya besar jadi cukup kenyang sampai malam. 

Selama di Jaipur pun saya baru ngeh kalau kami hanya makan di luar hostel hanya di satu tempat saja, di Wind View Café yang lokasinya di depan Hawa Mahal Palace. Makanan di sana enak-enak dan aku bisa minum Masala Chai nya lebih dari 5 gelas. Porsi makanannya juga besar jadi bisa dibagi sama Yusni biar habis. Karena lidah Yusni sudah cocok dengan makanan di restoran itu jadi kita balik ke situ saja setiap hari untuk makan. 

Oh iya, bersiaplah sakit kepala dan sakit telinga di Jaipur. Desibel suara tuktuk, motor, mobil, truk, bus, semua kendaraan lah pokoknya, bikin telinga kita berdenging. Sudah menjadi kebiasaan di India untuk menekan klakson kuat-kuat dan berkali-kali. Entahlah, saya pun tidak mengerti. Masa sih tidak bisa klakson sekali saja. Apakah semua orang di India punya masalah pendengaran sampai mereka harus diklakson kuat-kuat agar minggir saat berjalan kaki? 

Kalau melihat ini, teringatkah satu kota? Yaaa Jakarta….



Buat yang punya masalah jantung, kagetan atau semacamnya, saya sarankan bawa penutup telinga atau ear-plug. No kidding. Buat kebaikanmu sendiri. Saya dan Yusni juga selalu bawa wireless headset di dalam ransel. Jadi kalau memang sudah nggak tahan banget sama bisingnya kendaraan saat kami sedang duduk di mana gitu, kami berdua pasang headset dan dengerin musik kesukaan masing-masing. Kemarin itu menolong banget biar nggak emosi di jalan hahahaha. Tapi jangan dipakai kalau sedang jalan kaki di jalan raya ya. Nanti pas diklakson tuktuk malah nggak denger dan (amit-amit) diserempet. 


Jaipur ini salah satu kota yang pal
ing banyak didatangi turis karena masuk dalam “Golden Triangle” Delhi-Jaipur-Agra



Menyenangkan memang untuk mendengarkan suara-suara di jalanan India, karena saya sendiri suka sekali mendengarkan orang India berbicara. Saya senang memerhatikan mimik wajah mereka dan gestur tubuh mereka. Namun ada saatnya saya ingin menikmati pemandangannya saja tanpa harus mendengarkan suara di sekitaran. Apalagi kalau suaranya itu bising kendaraan yang keterlaluan bisingnya. Hahaha.

Tapi ya begitulah India.

Jangan heran banyak sapi / lembu berkeliaran di jalan karena sapi adalah hewan suci yang tidak boleh disakiti atau dimakan di India.



Nah sebelum kita jalan-jalan keliling kota, apa yang pertama kali disiapkan saat tiba di Jaipur?

Ini dia…

Download Aplikasi Map Offline.


Di ponsel saya sudah ada apps offline map. Yang saya pakai itu namanya “maps.me”. Jadi setiap sampai di kota baru, bisa pakai free wifi di airport / hostel untuk download peta kotanya. Jadi tanpa koneksi internet di jalan pun aman nggak bakal tersesat. 




Beli Simcard Lokal


Pertimbangan saat beli simcard lokal sewaktu trip di India adalah harga. Sebenarnya bisa sewa portable wifi yang sekarang ada di mana-mana. Tentunya lebih gampang karena nggak harus ribet-ribet registrasi kartu prabayar. Tapiiii kalau buat traveling untuk waktu lama di sekitaran India (kalau ditotal kemarin jadi 5 minggu), mahal banget jatuhnya untuk sewa wifi dari Indonesia. 

Jadi saya dan Yusni sepakat untuk beli satu simcard lokal saja dan nanti kami share personal hotspot. Itu salah satu cara kami untuk berhemat. Hahaha. Meski ribet untuk urus simcard di India dan bisa saja mengandalkan wifi di hostel, tapi yaaaaa demi kelancaran berbagi cerita perjalanan, kami beli sajalah.

Sebenarnya paling mudah beli simcard di Bandara New Delhi tapi mereka bukanya jam 11 pagi (saya nggak ngerti kenapa mereka bukanya siang banget) jadi kalau kamu tiba sebelum jam tersebut dan nggak bisa menunggu selama itu (termasuk kami yang mendaratnya jam 1 subuh), bisa beli di counter resminya di kota-kota besar di India. Saat itu yang paling dekat dari hostel kami adalah counter-nya Airtel, salah satu provider besar di India selain Vodafone. 

Pergilah kami ke sana dan ternyata cukup banyak orang yang sedang mengantri untuk dilayani. Cukup lama kami menungu hingga satu petugas mendatangi kami (tidak ada nomor antrian kayak di Indonesia). Kami diminta untuk isi formulir lalu menyertakan foto copy passport dan visa (bisa difoto copy di counternya) dan juga pas foto ukuran berapa saja. Lumayan banyak juga persyaratannya ya. 

Ini formulir yang harus diisi untuk pembelian simcard-nya.
Setelah simcard-nya dimasukkan ke ponsel saya, petugasnya bilang butuh 4 jam sampai data internet-nya bisa digunakan (tapi ada yang DM di instagram katanya setelah 24 jam baru aktif). Yaaaaa nggak mungkin kan kita nunggu 4 jam di counternya. Ya sudah kami keluar jalan-jalan dong setelah membayar Rs 229 (setara Rp 46.000) untuk pembelian simcard. Memang benar 4 jam kemudian sudah  ada sinyal Airtel 4G muncul di sudut kiri atas ponsel. Tapi ternyata tidak semudah itu Ferguso!

Nggak bisa langsung dipakai internetnya Maaaasss, Mbaaak. Ada beberapa step lagi yang harus kita lakukan sesuai instruksi petugas, harus telpon ini, masukin nomor ini dan itu. Tapi tenang saja, sudah dituliskan di secarik kertas oleh Masnya jadi saya nggak bingung meski makan waktu juga.

Setelah semua proses aktivasi selesai, saya berharap sudah bisa dipakai itu internetnya. Ternyata belum bisa juga karena….

Belum ada paket internetnya. Hahahahaha.

Ya, saya dan Yusni tertawa terbahak-bahak. Kami sedang menikmati makan malam kami waktu itu. Sudah hampir jam 9 malam jadi tidaklah cukup waktu untuk kembali ke counter Airtel itu. Jadi mau tak mau harus menunggu keesokan harinya. 

Keesokannya kami beli paket internet di konter di tepi jalan saja supaya cepat dengan harga Rs 299 (setara Rp 61.000) untuk paket internet unlimited 28 hari. Tapi satu hari pemakaian maksimal-nya 1.5 GB. Lha, katanya unlimited? Piyeeee tooo? Hahahahaha.

Ah yang penting internetnya sudah bisa dipakai! Hurray!

Download aplikasi “Olacabs”


Jadi kalau di Indonesia ada moda transportasi online “Go-Jek” dan “Grab”, di India ada dua yang paling besar; “Olacabs” dan “Uber”. Namun yang paling banyak dipakai adalah “Olacabs” karena pilihan moda transportasinya beragam mulai dari tuktuk, taksi dan juga mobil rental. Persyaratan utamanya hanya harus punya nomor lokal. Kalau nggak punya kamu nggak bisa aktivasi aplikasi ini. Berguna sekali kalau punya aplikasi ini. Aman karena bisa dipantau perjalanannya (semua transportasi online juga begitu kan) dan juga lebih murah dibanding nego di tepi jalan langsung. Tapi kalau jaraknya dekat sudah langsung saja cegat tuktuk, paling masih sekitar Rs 100 (Rp 20.000) harganya. Masih normal kok.

Yeay! Perdana naik tuktuk di Jaipur.



Nah kalau yang di atas semuanya sudah beres, artinya kita sudah siap untuk eksplorasi Jaipur. Apa yang bisa dilihat dan dicoba di Jaipur, Pink City yang tersohor itu?



Silakan dibaca di artikel berikutnya ya…



Cheers,




About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts