Meriahnya Festival Tambora Menyapa Dunia

Gunung Tambora
Kawah Gunung Tambora dari udara (Foto : Ida Lasida Adji)

1815, tahun yang tercatat sebagai tahun kelam, “A Year without Summer”. 

Pada masa itu, dunia diguncangkan oleh letusan maha dahsyat, dengan erupsi setinggi dan mengakibatkan hampir separuh bumi terkena dampaknya. Diketahuilah bahwa letusan itu berasal dari gunung bernama Tambora.

Savana Doro Ncanga
05.20 WITA – Savana Doro Ncanga

Dari letusan tersebut, terbentuklah kaldera raksasa dengan diameter 8 KM di bagian atas dan 6 KM di bagian bawahnya dan kedalaman sekitar 1.551 meter. Hingga kini, gunung api kecil yang ada di Tambora masih aktif mengepulkan asap belerang dan dikenal dengan nama Doro Afi Toi oleh masyarakat lokal. 

Dari catatan sejarah, erupsi tahun 1815 menghancurkan setengah tubuh Gunung Tambora yang memiliki ketinggian sekitar 4882 meter di atas permukaan laut. Andai saja erupsi tersebut tidak pernah ada, Gunung Tambora menjadi gunung tertinggi ke dua di Indonesia setelah Puncak Carstenz  (4884 mdpl) yang ada di Papua. 

Tidak terbayangkan bagaimana letusan maha dahsyat itu membungihanguskan desa-desa di sekitarnya dan menewaskan hingga kurang lebih 92.000 jiwa secara langsung dan tidak langsung. Maksudnya tidak langsung adalah bencana yang melanda dunia, diakibatkan letusan Gunung Tambora.

Letusan vulkanik berupa abu dari Gunung Tambora membumbung tinggi hingga ke lapisan atmosfir (setinggi 44 KM), menghalangi sinar matahari di dataran Eropa dan Amerika Utara. Mereka sama sekali tidak merasakan musim panas selama satu tahun. Terjadi gagal panen, banyak hewan ternak yang mati, wabah merajalela. 

*** 

Sunrise di Gunung Tembora
Matahari bangkit dari peraduannya. Hangat…

Saya beruntung bisa bertemu dan mengobrol dengan Don Hasman (penjelajah dan fotografer professional) di Festival Tambora Menyapa Dunia pada pertengahan April kemarin. Beliau sudah turun naik Gunung Tambora lebih dari delapan kali dan bahkan sudah meluncurkan buku fotografi tentang Gunung Tambora.

Foto bersama
Jika kamu melihat pria berambut putih yang selalu membawa lebih dari satu kamera DSLR di tubuhnya, dialah Don Hasman.

Dari beliau saya diberitahu tentang asal usul nama Gunung Tambora.

“Nama Tambora ini berasal dari kata “Ta” dan “Mbora” yang berarti ajakan menghilang. Ya, menghilang karena terjangan awan panas dan tertimbun material vulkanik.” ujar Om Don.

Obrolan kami berlanjut berteman sinar matahari pagi yang hangat menyelimuti savana Doro Ncanga. Savana yang terletak di kaki Gunung Tambora dan merupakan titik pendakian selain Desa Pancasila.

Saya memandang Gunung Tambora dari kejauhan. Dia begitu cantik  mengeluarkan semburat jingga dan merah muda. Anganku melambung tinggi. Ingin sekarang juga kudaki gunung itu, pikirku dalam hati. 

Memang, rasa kecewa jelas tergambar di wajah saya ketika diberitahu kami tidak bisa mendaki ke Gunung Tambora karena jeep tidak tersedia dan waktu yang kami punya sedikit sekali.

Dari tempat kami berdiri, Doro Ncanga, dibutuhkan waktu berkendara dengan jeep kurang lebih 5 jam. Dari Pos itu kita akan mendaki sekitar 3 jam untuk mencapai Puncak Gunung Tambora. Saya diberitahu jalur itu oleh teman saya yang baru saja turun dari mendaki Gunung Tambora. Sempat juga saya membaca tulisan seseorang tentang jalur pendakian Tambora di sini

Pada puncak perayaan Festival Tambora Menyapa Dunia, Savana Doro Ncanga benar-benar ramai. Semua orang tumpah ruah. Tidak hanya masyarakat lokal, wisatawan dari luar Nusa Tenggara dan Indonesia pun terlihat namun kebanyakan mereka adalah pendaki yang baru saja turun dari puncak

Tambora. Saya bisa tahu mereka habis turun dari warna kulit wajah mereka yang merah kecoklatan karena terbakar matahari. Duh, melihat mereka saya jadi semakin iri.

Festival Tambora

Tapi mendaki Gunung Tambora kan bisa lain kali ya, hiburku dalam hati. Sekarang, kita nikmati saja rangkaian puncak Festival Tambora Menyapa Dunia.

Di Festival Tambora Menyapa Dunia, Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo beserta Ibu Negara, Menteri Pariwisata, Bapak Arief Yahya, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi dan Bupati Dompu, Bambang M Yasin, hadir untuk memberikan sambutan sekaligus meresmikan Gunung Tambora sebagai Taman Nasional. 

Pak Presiden meresmikan Gunung Tambora
Bapak Bupati NTB, Menteri Pariwisata, Menteri Lingkungan Hidup dan Bapak Presiden meresmikan Tambora sebagai Taman Nasional (Source : cnn Indonesia)

Kedatangan mereka disambut oleh sekitar 100 Ibu-Ibu yang mengenakan Rimpu, tradisi melilit kain tenun di Dompu. Saya sempat tercengang ketika Ibu-ibu ini memprotes Bapak Paspampres yang awalnya ingin membubarkan mereka. 

“Ini Bapak tidak tahu apa kami sudah siap dari pagi sekali tadi. Kita ini cuma mau lihat Bapak Presiden saja dari dekat”, protes seorang Ibu

Bapak Paspampres yang tadinya galak jadi melembut dan cuma ngomong gini “Ya sudah tapi nanti ketika Bapak Presiden lewat jangan dipegang atau dicubit ya” 

 Hahahaha 

Ibu-Ibu yang memakai Rimpu Colo
Ibu-Ibu yang memakai Rimpu Colo, berbaris rapi dari pagi untuk menyambut kedatangan tamu penting di Festival Tambora Menyapa Dunia

 

Foto bersama Ibu-Ibu Dompu
Foto bersama dengan Ibu-Ibu Dompu. Eh, kami juga pakai sarung Nggoli nya lho..

 

Festival Tambora Menyapa Dunia berlangsung dengan sangat meriah. Saya terpana menyaksikan tarian Rai Saida yang dibawakan oleh para remaja NTB. Sekitar seratusan penari memenuhi lapangan, membawakan tarian yang mirip drama kolosal, menceritakan peristiwa meletusnya Gunung Tambora secara runut dengan gerakan tari-tarian, diiringi musik tradisional.

Tarian Rai Saida
Tarian Rai Saida

 

Tarian Rai Saida khas NTB

Baju Adat NTB
Pakaian adat di Dompu mirip dengan Baju Bodo karena pengaruh orang Bugis yang berlayar ke NTB dulu kala.

Saya begitu senang melihat sambutan masyarakat yang begitu antusias dan hangat. Di sela-sela festival, saya ngobrol dengan salah seorang dari rombongan Ibu-Ibu itu.

Namanya Ibu Nugi, ketika saya bercerita saya sedih belum sempat menapaki puncak Tambora, salah satu Ibu Nugi menghibur saya dengan memberikan kain Nggoli berwarna biru yang ia kenakan. Katanya itu hadiah untuk saya dan semoga dengan adanya kain itu, saya bisa balik lagi ke Dompu dan mendaki Tambora. Saya terharu sekali :’)

 Ya Tambora, sampai jumpa lagi… 

Aku janji tak akan lama… 

Sampai Jumpa
Terima kasih Bapak Menteri Pariwisata, Ir Arief Yahya, yang mengundang kami untuk hadir di Festival Tambora Menyapa Dunia.

 

*tulisan ini adalah salah satu cerita dari rangkaian perjalanan “Pesona Tambora” yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata Indonesia

 

About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts