
Dua lapis baju dan dua lapis jaket tidak cukup untuk menahan dinginnya udara malam itu. Meski baru tiba di penginapan sekitar pukul 9 malam, kami sepakat untuk keluar dari penginapan pukul 12 malam untuk pergi ke Sunrise View Point Bromo.
Kami memutuskan untuk berangkat lebih awal demi menghindari macet akhir pekan. Meski hampir setiap hari banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikan sunrisedi Bromo, hindarilah akhir pekan karena orang akan membludak dibandingkan hari-hari biasa.
Spot yang kami pilih juga bukan spotPananjakan. Kami memilih spot baru yang dinamai Bukit Kingkong. Jangan tanyakan mengapa Bukit ini dinamakan Bukit Kingkong karena saya juga tidak tahu.
Lokasi Bukit Kingkong ini tidak terlalu jauh dari Pananjakan. Dari tepi jalan, lokasi Bukit Kingkong ada di sebelah kanan. Sudah tersedia paving block yang akan mengantarkan kita ke titik pandang.
![]() |
Jalan menuju Bukit Kingkong |
Malam itu kami agak histeris karena rasa senang yang membuncah. Kami tidak berharap bahwa malam itu langit akan cerah dan bisa dapat pemandangan sunrise Bromo yang cantik karena kami datang pada musim yang kurang tepat dan Bromo sedang erupsi. Waktu itu petugas TNBTS menetapkan jarak aman 1 kilometer dari Kawah Bromo.
Nyatanya, malam itu langit begitu cerah bertabur jutaan bintang. Kami sama sekali tidak menyangka. Udara dingin yang menusuk tulang tidak lagi terasa karena rasa senang memenuhi kami. Bergegas kami berjalan dengan bantuan penerangan LED (iya seriusan lampu LED yang biasa buat syuting dalam studio) milik Om Yudhi.
“Wah ini dapat nih Milky-Way nya” ujar Mas Widhi Bek, fotografer Landscape Indonesia yang super ciamik.
“Ah yang beneran Mas Bek? Coba aku cek sebentar pakai Star Chart” ujarku.
Star Chart adalah aplikasi yang aku andalkan jika ingin memotret langit di malam hari karena kita bisa tahu keberadaan milky way yang kadang kurang jelas jika dipandang dengan mata telanjang.
Sambil melihat-lihat layar hape yang saya tengadahkan ke langit, tiba-tiba mata saya menangkap bintang jatuh. Mula-mula hanya satu, lalu dua, tiga, empat dan jadi banyak.
![]() |
Milky Way overlooking Bromo Tengger Semeru. ( Credit : www.landscapeindonesia.com) |
“Waaaahhhh, meteor bintang!” pekik kami bersamaan.
Bahagia kami semakin beripat-lipat.
Angin yang cukup kencang malam itu menjadi peer bagi kami untuk menjaga kamera tetap stabil selama proses pengambilan gambar milky way.
Tidak hanya tripod yang bergoyang. Badan kami juga bergoyang karena kedinginan.
Ternyata berguna sekali membawa speaker kecil untuk memutar musik, menggoyangkan badan untuk menghangatkan diri. Mumpung tidak ada pengunjung lain saat itu, kami membesarkan volume musik, bernyanyi sambil berjoget. Kalau diingat-ingat lagi, malam itu benar-benar seru sekali.
Agar tidak terlalu merasa kedinginan, kami bersenda gurau dan saling melempar lelucon hingga tidak sadar sang surya akan segera bangkit dari peraduan.
“Eh langitnya sudah memerah tuh” ujar Mas Yudhi.
Benar saja di arah timur sudah mulai terlihat semburat merah. Kami bersiap dengan kamera masing-masing, menunggu matahari yang akan muncul.
Harap-harap cemas kami menunggu matahari terbit dan kabut pagi. Sebenarnya di Indonesia, bulan November sudah masuk musim penghujan. Namun nyatanya hingga akhir November, kemarau berkepanjangan. Alhasil, harapan kami untuk mendapatkan pemandangan Bromo yang berkabut, sirna sudah.
Layaknya menunggu anak yang akan lahir, begitulah perasaan kami menunggu matahari.
Kulirik jam tangan dan ternyata sudah menunjukkan jam 6 lewat. Di ufuk timur hanya terlihat semburat garis biru dan merah, bukan matahari yang bulat sempurna.
Sedikit kecewa karena kami kurang beruntung.
Saat kami merasa tidak mungkin lagi mendapatkan sunrise yang ciamik, tahu-tahu si “bulat” muncul. Meski posisinya sudah tinggi menyembul dari balik awan tebal, sang matahari terlihat cantik sekali.



Penantian kami berbuah manis. Meski tidak tidur cukup, bangun di tengah malam hanya untuk memotret bintang dan tidak duduk selama 5 jam lebih mantengin kamera. Memang benar adanya ya rasa senang itu bisa mengalahkan rasa lelah.

Selamat datang pagi, terima kasih untuk hangatmu yang menyinari…
![]() |
Tim Kingkong Baper, teman menikmati malam hingga pagi… |
Keragaman alam dan budaya merupakan salah satu Pesona Indonesia. Bromo adalah salah satu pesona yang tak boleh dilewatkan. This is a place that you should visit before die.
Perjalanan ini adalah undangan dari Kementerian Pariwisata Indonesia. Saya dan teman-teman media serta blogger mengeksplor beberapa tempat wisata di Bromo. Silahkan juga cek foto-fotonya di Twitter dan Instagram dengan hashtag #PesonaBromo #PesonaIndonesia #SaptaNusantara
4 thoughts on “Meteor Shower & Matahari Terbit di Bromo”
ini foto legend banget ada di postingan sefin juga, hahaha. nanti gue pasang juga ah di postingan gue. foto yang terakhir maksudnya, yang kayak kru uka-uka. 😛
Ahahahaha. Iya Yuk! Kita harus posting foto legendaris itu :p
Kangen Satyaaaaaa :* kita mesti sering traveling bareng yak hihi
Ku kangen Sefin jugaaaa :*