*Check in di Path*
Satya Winnie is at “Museum Di Tengah Kebun (Jl Kemang Timur Raya No 66)
Lalu banyak komentar bermunculan.
“Eh, itu Museum di mana, Sat? Emang ada Museum di Kemang?”
“Nama Museumnya apa, Sat?” (banyak yang nggak percaya kalau namanya memang Museum di Tengah Kebun)
Wah, ternyata cukup banyak warga Jakarta yang kurang tahu kalau ada museum ini ya. Ya udah, sini-sini baca cerita saya…
Atas ajakan seorang teman yang sangat suka Museum, Like, saya berkesempatan untuk mengunjungi museum ini. Karena untuk datang ke museum ini harus minimal 7 orang dan maksimal 10 orang, Like sampai nyari teman di twitter dengan hastag #LikeMencariTeman #MuseumDiTengahKebun Hahahaha. Terima kasih ya Kak Like.
Tidak ada biaya masuk yang dikenakan ke pengunjung alias gratis tis tis tapi harus melakukan reservasi dari jauh-jauh hari. Museum juga hanya dibuka hari Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Ada dua kloter kunjungan yaitu 09.45 – 12.00 dan 12.45 – 14.30. Reservasi Museum di Tengah Kebun : 021-7196907 / 0877-8238-7666
Tepat pukul 09.30, seorang Bapak berbaju hitam dan telinga yang ditindik unik (saya suka sekali melihatnya) membuka gerbang dan memperkenalkan diri. Namanya Pak Mirza Djalil, keponakan Pak Sjahrial Djalil (pemilik rumah / museum) yang berperan sebagai pemandu wisata kami.
Setelah dipersilahkan masuk, kami terperangah dengan lorong sepanjang 60 meter. Seketika suasana menjadi sejuk padahal di luar gerbang tadi saya terus-terusan mengelap keringat yang bercucuran. Adem yeeeuuhhh….
“Lorong ini nih sering disebut lorong waktu sama pengunjung. Enak ya” kata Pak Mirza.
Memasuki bagian depan rumah kita sudah bisa melihat koleksi Museum di Tengah Kebun seperti patung Singa dari Dinasti Qing, Yoni, Pot Bunga Antik dari Jepang, Patung Pahat dari Asmat, Tempayan Air dari Cina, topeng-topeng Jawa sampai fosil batang pohon dan kerang dari zaman Triassic (248 juta tahun sebelum Masehi, lebih tua dari Jurassic). Keren!
Luas Museum ini adalah 4200 meter persegi dengan luas kebunnya 3500 meter persegi. Jadi kebunnya lebih luas dari rumahnya. Itulah asal-usul mengapa tempat ini dinamakan Museum Di Tengah Kebun. Pak Sjahrial merancang sendiri rumah ini dengan bantuan seorang arsitek muda bernama Pak Temi pada tahun 1976. Pembangunannya selesai pada tahun 1980. Ada 17 ruangan di Museum ini dan dinamai sesuai barang heritage yang ada di dalamnya. Rumah Pak Sjahrial baru didaftarkan ke notaris sebagai Museum pada tahun 2009.
Ternyata tidak hanya isi di dalam rumah yang menjadi koleksi museum, tetapi bahan bangunannya juga. Dinding, lantai, atap, pintu dan jendela punya cerita masing-masing. Batu bata nya diambil dari bekas gedung VOC yang berusia 400 tahun. Pintunya berjumlah 20 dan merupakan bekas pintu penjara wanita di Bukit Duri.
Setelah mengisi buku tamu (saya adalah pengunjung ke 679), kami dipersilahkan untuk mengganti sepatu kami dengan sandal bersih yang sudah disediakan.
“Di rumah ini ada 19 karpet Pakistan dari abad 19. Jadi kita berusaha menjaga karpet-karpet ini dengan sangat baik”, ujar Pak Mirza
Kami lalu dipersilahkan masuk untuk berkeliling rumah. Pak Mirza meminta kami untuk tidak gaduh karena Pak Sjahrial sedang isthirahat.
Setiap sudut rumah penuh dengan barang-barang antik yang punya cerita sendiri-sendiri. Salah satu barang antik yang saya suka adalah sofa di ruang tamu yang disulap dari gamelan.
“Pak Sjahrial minta dibaringkan di sini ketika nanti beliau tiada. Dulu Ibu dan kakaknya Bapak juga dibaringkan di sini”, kata Pak Mirza.
Waw…
Pak Sjahrial sudah tidak dalam kondisi yang fit dan menyadari bahwa sewaktu-waktu beliau bisa “pergi”.
“Bapak sudah menyiapkan rencana dan gaji bagi seluruh pekerjanya untuk 15 tahun ke depan. Karena Bapak tidak punya anak, museum ini memang akan diwariskan untuk bangsa Indonesia. Bapak memang sangat memikirkan nasib banyak orang sampai-sampai menyiapkan plan untuk 15 tahun” ujar Pak Mirza.
Pak Mirza lalu kembali penuh semangat menceritakan barang-barang antik di museum. Tentu saja beliau tidak bisa menjelaskan satu per satu barang karena ada 2481 yang mewakili 63 negara dan 21 provinsi di Indonesia.
Pak Sjahrial memulai usaha advertising di usia 20an. Usahanya berkembang dengan pesat dan hobi travelling dan passion nya terhadap sejarah membuat beliau 26 kali keliling bumi (kata Pak Mirza, keliling bumi, bukan keliling dunia). Beliau sudah mengumpulkan barang-barang antik selama 42 tahun dan kebanyakan berasal dari Balai Lelang Christie. Harga-harga barang lelang di Christie’s tentu saja tidak main-main. Pak Sjahrial membeli semua barang-barang tersebut dengan koceknya sendiri. *Ngebayangin berapa ya nominal di rekening beliau? Hahahaha*
Pak Mirza menjelaskan bahwa Pak Sjahrial selalu berjuang untuk mendapatkan barang yang menurut dia tidak ternilai harga sejarahnya, seperti kuda Tang. Saingan Pak Sjahrial yang terberat adalah museum luar negeri yang punya sponsor dan kolektor dari Abu Dhabi (duit mereka lebih nggak berdigit soalnya).
“Misi terbesar Pak Sjahrial adalah mengembalikan barang heritage Indonesia yang ada di luar negeri. Tapi pastinya butuh dana besar dan waktu yang lama” ujar Pak Mirza.
Oke kita jalan lagi.
Kami memasuki ruang makan dan 1 set peralatan makan cantik tersedia di atas meja.
“Jarak antar piring, mangkok dan sendok ada ukurannya sendiri. Pak Sjahrial bisa ngambek kalau susunan piringnya salah. Saya bertanggung jawab penuh untuk memastikan semuanya tersusun sempurna.” kata Pak Mirza.
Tapi dibandingkan dapur, ruanan yang paling aku suka adalah Kamar Mandi. Loh kok?
Kamar mandi yang diberi nama ruangan Singagaruda ini luasnya 110 meter persegi. Bahkan lebih luas dari kamar utama Sewaktu rumah ini dibangun, kamar mandi inilah yang menjadi perdebatan antara Pak Sjahrial dan Arsiteknya. Tapi pada akhirnya, keinginan Pak Sjahrial dituruti juga dan jadilah kamar mandi mewah ini. Konsep kamar mandinya semi-outdoor. Bath tub nya dihias apik, ada karpet di tengah kamar mandi lengkap dengan bantalnya (untuk bersantai tidur siang di kamar mandi kah?) kursi santai yang antik, meja rias lengkap dengan toileteries Kaisar Wilhelm II dan jejeran closet (lemari baju). Semua perempuan pastinya pengen banget ya punya kamar mandi kayak begini. Hahahaha.
Tak disangka-sangka Pak Mirza mengajak kami untuk bertemu dengan Pak Sjahrial. Suatu kehormatan bisa bertemu langsung dengan si empunya rumah. Walau terbaring di tempat tidur, Pak Sjahrial dengan bersemangat dan sumringah menyambut kedatangan kami di kamarnya. Diiringi alunan musik klasik, Pak Sjahrial bercerita mengapa beliau membangun museum ini dan menitipkan pesan agar seluruh masyarakat Indonesia khususnya kaum muda akan menjaga terus Museum ini walau nanti beliau telah tiada.
Siap Pak! Kita janji 🙂
Pancaran sinar matanya yang hangat ketika bertemu kami menghancurkan bayangan awal saya tentang Pak Sjahrial sebagai milyuner yang kaku, perfeksionis dan tidak suka bersosialisasi (karena beliau tidak menikah). Salah, itu semua ternyata salah. Beliau, menurutku adalah salah satu pahlawan Indonesia yang berjuang memajukan bangsanya lewat sejarah. Tidak banyak kolektor mau membiarkan orang umum melihat semua koleksi antiknya yang harganya selangit seperti Pak Sjahrial. Saya angkat topi untuk Anda, Pak. Terima kasih yang tak terhingga dari masyarakat Indonesia.
Sambil tetap mendengarkan cerita Pak Mirza, saya tak pernah melepaskan pandangan dari etalase-etalase kaca yang berisi koleksi antik Museum. Mungkin karena museum ini bukan museum biasa. Semua barang antiknya diacak, tidak runut sesuai abadnya atau tempat asalnya. Saya penasaran, ada apa lagi ya di dalam lemari kaca yang ini, yang itu, yang sini, yang sana.
Setelah berkeliling rumah, kami diajak untuk melihat ke kebun. Ada kandang ayam, kolam renang dan patung Ganesha yang berasal dari Jawa Tengah, sekitar tahun 800. Kami semua diajak duduk di pendopo dan menikmati es teh jahe. Rasanya enak dan segar. Asyik betul deh. Sudah biaya masuk museumnya gratis, disuguhi minum pula. Berasa lagi berkunjung ke rumah teman atau saudara sendiri jadinya.
Oh ya, tahukah kamu ada berapa orang yang membersihkan rumah seluas ini dan barang-barang antiknya? Ayo tebak! 5, 10, 15, 20?
Salah!
Cuma 1. Iya cuma satu orang yang membersihkan semuanya. Dia adalah Pak Samiun (kita nggak sempat ketemu Bapak ini) yang sudah dipercaya Pak Sjahrial selama 30 tahun untuk mengurus kebersihan Museum. Keren banget yah.
Ternyata setelah dua jam pun, saya masih belum puas mengelilingi Museum di Tengah Kebun ini. Seharian pun nggak cukup kayaknya. Hahaha. Yuk, yang mau ke sana ajak-ajak saya ya 😉