Pantai Mawun. Pantai Anti Manyun #TripLombok 5

Pantai Mawun

Cuit…cuitt…cuittt. 

Nyanyian burung membangunkan tidurku yang lelap. Jam menunjukkan pukul 06.30 WITA dan langit sudah terang sekali. Rasanya masih mau ngulet-ngulet di kasur tapi sayang banget liburan kok dihabiskan buat tidur-tiduran.

Di hari kedua di Lombok, kami berencana pergi piknik bersama keluarga Bang Lukman yang datang dari Mataram. Saya bergegas mandi dan membereskan segala perlengkapan.

Sekitar jam setengah delapan, Bang Lukman sudah tiba bersama 3 krucil yaitu Dafa, Binaya (Inoy), Karim, beserta Bang Abdil. Sebelum berangkat ke Pantai Mawun, kami menikmati makan pagi bersama-sama di saung utama penginapan.

Perut selesai diisi, kami berangkat menuju pantai Mawun yang jaraknya 8 km dari Kuta dengan waktu tempuh 15 menit. Di gerbang, ada seorang Bapak yang menagih biaya masuk.

Mobil bayar Rp 10.000 dan motor Rp 5.000. Sudah ada beberapa motor dan mobil yang parkir. Semuanya plat mobil lokal, DR (Lombok).

Dari situ saya simpulkan bahwa Pantai ini memang sudah cukup terkenal dan menjadi tujuan liburan masyarakat Lombok di akhir pekan. Yap, hari itu hari Minggu.

Jalan masuk menuju Pantai Mawun

Jalan masuk menuju Pantai Mawun

Kami mendapati satu pondok yang kosong dan segera memindahkan segala barang-barang. Si krucil-krucil tadi sudah tidak sabar ingin bermain air.

Mereka berganti baju renang dengan sangat cepat dan langsung berlari ke air, meloncat, berguling-guling, mengejar kepiting. Bersemangat sekali mereka.

Saya juga seperti itu sih sewaktu kecil. Hiperaktif. Hehehehe. Wajah mereka terlihat lebih bahagia daripada anak-anak yang menghabiskan waktu dengan bermain game di tab / ipad.  

Pondokan di Pantai Mawun

Pondokan di Pantai Mawun. Anak kecil itu namanya Inoy, sudah enggak sabar lari ke Pantai. Hihi.

Beberapa menit kemudian aku ikutan berlari mengejar krucil-krucil tadi dan berlomba menangkap kepiting. (Yaaah, kecele juga kan Sat?) Seru banget!! Aaaak pantaaaai….

Laut Biru Pantai Mawun

Lautnya biru, sebiru hatiku :p

Pantai Mawun ini seperti diapit dua bukit dan terlihat seperti Teluk. Saya pikir, akan sangat indah sekali kalau Pantai Mawun ini diambil dari atas bukit. Saya ajak Ju untuk bersiap naik ke atas bukit yang ada di sebelah kanan Pantai dan terlihat cukup tinggi.

Ju membawa backpack

Ju membawa satu backpack yang isinya air mineral, cemilan dan lensa-lensa kameranya untuk mendaki bukit itu tuh.

Kami mulai menerka-nerka jalur mana yang sekiranya lebih enak untuk didaki. Karena saya pakai sandal jepit, saya memutuskan untuk melepaskannya dan mendaki tanpa sandal. Hahaha.

Maklum, anak kampung. Awalnya, ketika melihat jalurnya yang didominasi tanah dan rumput kering, saya merasa bisa mendaki tanpa alas kaki dan takut mendaki kalau pakai sandal jepit nanti malah terpeleset atau keseleo. 

Pendaki Cakar Ayam

Pendaki Cakar Ayam.

Ternyata salaaaaaaahhhh.

Pas sudah setengah perjalanan, matahari menjadi lebih terik dan tanahnya jadi panas.

Saya mendaki sambil setengah melompat agar tidak terlalu merasakan panasnya pijakan. Huhuhu. Silahkan menikmati hasil dari ke-sotoy(sok tahu)-an mu, Sat.

Meski perih, saya terus berjalan dan berharap ada satu pohon untuk berlindung di atas sana.

Yang tidak kami sadari adalah kami mendaki bukit yang berbeda. Padahal garis start jalurnya berdekatan. Kami pikir akan bertemu di titik yang sama.

Ternyata beda bukit dan nyadarnya ketika sudah cukup jauh. Saya berteriak memanggil Ju yang ada di bukit sebelah. Ju menyuruhku untuk pindah ke bukit yang ia daki.

Saya enggak mau ngalah dan ngotot kalau Ju yang harus pindah bukit. Tapi Ju ngotot lagi kalau bukit yang ia dakilah yang punya pemandangan lebih ciamik.

“Kalau kamu enggak pindah ke tempatku, yang motoin kamu nanti siapa?” teriak Ju

Sontak aku diam dan mikir. Iya ya. Siapa yang motoin nanti? *toeng* (otaknya baru nyambung) Hih. Agak sebel sih sama diriku sendiri. Kenapa nyadarnya enggak dari awal sih Sat? Tsk.

Untuk pindah bukit, pilihannya ada dua. Harus turun dan naik lagi dari jalur si Ju atau jalur ekspress dengan turun ke lembah dan manjat jalur yang cukup ekstrim tapi sebentar saja.

Setelah tang ting tung, aku pilih jalur ekspress saja. Hemat waktu dan tenaga tapi ya resikonya besar juga. Tolong dicatat, saya tidak pakai alas kaki. Haisssh.

Merosot ke Bawah

Dari titik yang ada gadis berbaju pink (saya), mau enggak mau saya nyerosot ke bawah. Enggak mungkin lompat kan?

Walau sedikit drama, akhirnya saya bisa memotong lembah dan manjat ke bukitnya Ju. Baju dan badan saya kotor penuh tanah karena harus main perosotan di tanah ketika turun ke lembah tadi.

Ju mengajak saya duduk di bawah pohon yang kecil, mengeluarkan air mineral dari dalam tas dan memberikannya pada saya.

“Lumayan capek juga ya naik kesini. Panas kali pula. Lihat nih kulitku sudah belang. Hahaha” celotehku

Saya duduk, menikmati tiap teguk air di kerongkongan dan mengedarkan mata ke seluruh penjuru

Kontur bukit-bukit hijau, sawah, aliran sungai, pasir putih dan air biru jernih benar-benar memanjakan mata kami. Mawun memang indaaaaaaaaaaaaahhhhhh. Semua rasa lelah tadi langsung hilang karena terlena pesona Mawun.

Indahnya Pantai Mawun

Pantai Mawuuuuunnnnnnn *love*

Pendaki Cakar Ayam Sudah Sampai

Yeaaay! Pendaki Cakar Ayam nyampai juga di atas. 😀

Setuju kan? 😀

Turun dari Bukit, kami langsung memotong Semangka yang baru dipanen dan kami beli dengan harga 10 ribu rupiah. Warnanya merah asli bukan suntikan dan rasanya manis.

Segar sekali habis berpanas-panasan naik ke bukit, kerongkongan langsung dialiri air buah semangka. Nyossss~

Merah Semangka Asli

Merahnya Semangka ini bukan suntikan kayak di Jakarta. Merahnya segar baru dipetik di ladang. Slurrp~

Cerita punya cerita, alasan Pantai ini diberi nama Pantai Mawun adalah karena ada satu pohon yang sangat besar di tepi pantai yang biasanya jadi tempat orang ngumpul atau ‘muwun’ dalam bahasa lokal.

Bahkan ada yang bilang kalau Pohon ini juga sering dijadikan tempat kencan wajib kawula muda di sana. Untuk jenis pohonnya, saya tidak tahu persis. Pokoknya besar dan memang banyak orang yang memilih untuk menggelar tikar di bawah pohon itu. Asyik daah.

Pohon Besar di Pantai Mawun

Pohon besar tempat orang-orang “mawun”

Ju, Bang Lukman, Dafa, Inoy, Karim

Ki-ka : Ju, saya, Bang Lukman. Dafa, Inoy dan Karim. Makasih ya gengs! 😀

Matahari sudah semakin tinggi, kami pun beranjak dari Pantai Mawun untuk makan siang. Mobil dan motor plat DR terlihat semakin ramai dan banyak yang baru datang. Syukurlah sewaktu kami datang tadi, Pantai ini masih sepi. Hehehe.

Tunggu cerita selanjutnya ya 😀 

TIPS :

  1. Jangan naik ke bukit sendirian ya (pesan untuk solo traveler). Pastikan kamu punya teman untuk naik ke bukit.
  2. Kalau memang tidak ada teman yang ikut naik menunggui kamu di bawah, lapor kepada Bapak Penjaga Pantai. Bilang kamu akan naik berapa lama dan berjanji akan melapor lagi ketika sudah turun. Supaya kalau ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi, mereka bisa segera menolong kamu. Ingat, jangan pernah sepele terhadap apapun, dimanapun. 
  3. Pastikan kamu membawa air minum dan cemilan untuk naik ke atas bukit. Bisa roti, coklat atau apapun. Lumayan untuk mengisi energi setelah lelah mendaki. Air mineral sangat penting karena mencegah tubuhmu terkena dehidrasi. Di atas bukit itu panasnya menyengat sekali.
  4. Waktu yang dianjurkan untuk naik ke atas bukit adalah di bawah jam 10 pagi. Kenapa? Karena langitnya masih bagus, cuaca tidak terlalu panas. Kalau memaksakan naik ketika menjelang tengah hari, kamu hanya akan kelelahan karena sengat matahari dan foto yang dihasilkan juga tidak terlalu kece, tidak dapat pemandangan langit biru karena sudah terlalu silau.
  5. Ada beberapa warung makanan di tepi Pantai. Jadi kalau tidak membawa bekal tidak apa-apa. Mulai dari cemilan sampai makanan berat seperti Nasi atau Mie Goreng tersedia di sana.
  6. Buanglah sampah pada tempatnya. Ketika saya berkunjung ke Mawun kemarin, saya tidak melihat ada tempat sampah yang resmi. Yang saya lihat hanya ada beberapa titik gundukan sampah. Jadi ya kalau bisa sampahnya dibawa lagi pulang ke Kuta dan dibuang di sana. Kalau memang tidak bisa ya digabung di gundukan sampah itu saja.
  7. Selalu ingat untuk berkata dan berperilaku sopan ke mana saja kita pergi.

Baca cerita #TripLombok selanjutnya yuk –> “Pantai Serinting, Pantai Berpasir Merica” 

Happy Traveling

Enjoy Indonesia

 

About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts