Sedari kecil, saya sangat menyukai kapal. Sewaktu tinggal di Bengkulu, Bapak sering mengajak saya naik kapal besar ke Padang. Masih terekam dengan jelas saya berlari-lari gembira di lorong-lorong kapal dan bergelantungan hingga membuat Bapak kewalahan.
Sampai sekarang, kapal laut pun menjadi salah satu transportasi favorit jika ingin berjalan dengan santai dan punya banyak waktu. Tapi jika sedang diburu waktu ya pilihan terbaik memang naik pesawat. Namun jika disuruh memilih, saya lebih suka naik kapal laut.
Indonesia, sebagai Negara Kepulauan atau Negara Maritim dengan luas laut 5,8 juta km2 tentu membutuhkan armada pelayaran dan pelabuhan yang memadai. Sebenarnya ada 1.888 pelabuhan di Indonesia, termasuk di dalamnya 1.134 pelabuhan khusus yang dikelola Badan Hukum Indonesia dan 754 pelabuhan umum yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah. Untuk pelabuhan umum pun dibagi lagi menjadi pelabuhan yang tidak diusahakan dan dioperasikan oleh pemerintah sejumlah 646 pelabuhan dan pelabuhan yang diusahakan dan dioperasikan oleh pemerintah yaitu PT Pelabuhan Indonesia (PELINDO) sebanyak 103 pelabuhan.

Pelindo sendiri terbagi lagi menjadi empat yaitu PT Pelindo I yang mengoperasikan 25 pelabuhan, PT Pelindo II yang mengoperasikan 12 pelabuhan, PT Pelindo III yang mengoperasikan 43 pelabuhan dan PT Pelindo IV yang mengoperasikan 23 pelabuhan.
Wah, saya sendiri tidak menyangka bahwa ada sebanyak itu jumlah pelabuhan di Indonesia, lebih banyak dari jumlah bandara yang berjumlah 237.
Berkenalan dengan PELINDO III
Pelindo III adalah salah satu BUMN yang mengoperasikan 43 pelabuhan di Indonesia, tersebar di Bali, NTB, NTT (11 pelabuhan), Kalimantan Selatan – Kalimantan Tengah (21 pelabuhan), Jawa Timur (7 pelabuhan) dan Jawa Tengah (4 pelabuhan).
Kali kesempatan ini, saya dan beberapa teman blogger, Farchan Noor Rachman, Barry Kusuma, Wira Nurmansyah, Sutiknyo Lostpacker, Harris Maulana, Ananda Rasuliah, Firsta, Pungky Prayitno, Dani Rachmat diajak berkunjung ke kantor pusat Pelindo III di Surabaya. Mas Suryo dari Pelindo III menyambut kami dengan sangat ramah di Bandara Juanda. Dikarenakan kami tiba pagi-pagi sekali, Mas Suryo mengajak kami santap pagi di Rawon Pak Pangat yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Bandara.

Kata Mas Suryo, kami akan diajak berkeliling ke beberapa tempat yang merupakan kawasan kerja Pelindo III di Surabaya. Saya kira hanya ada satu lokasi, eh ternyata ada banyak.
Untuk kunjungan pertama, kami diajak ke Terminal Teluk Lamong yang memiliki luas 38,86 Ha yang diperuntukkan khusus untuk aktivitas loading peti kemas. Begitu masuk ke dalam lokasi, saya langsung terperangah dengan truk-truk keren yang ada di lokasi. Semacam truk yang ada di film Transformers, bersih dan terlihat gagah. Ternyata itu adalah truk BBG kepunyaan Pelindo III dan jumlahnya ada 100 truk. Seumur-umur saya belum pernah lihat truk BBG, biasanya bus BBG aja alias Transjakarta. Pelindo III juga punya SPBG sendiri lho.

Pelindo III memaparkan bahwa mereka memang sedang melakukan pengembangan, seperti revitalisasi pelabuhan (rekonfigurasi, klasterisasi dan penataan pelabuhan). Ada lagi modernisasi pelabuhan seperti pembaharuan alat-alat penunjang kegiatan operasional yang memiliki produktivitas tinggi seperti otomatisasi alat bongkar muat, IT system, penyediaan alat berbasis IT di Terminal. Lalu ada program-program peningkatan fasilitas pokok maupun fasilitas pendukung seperti program peningkatan APBS, peningkatan dermaga.

Dipaparkan juga bahwa kini Pemerintah kita bekerja keras melalui BUMN kepelabuhanannya, salah satunya Pelindo III untuk membangkitkan potensi maritim Indonesia. Daya saing bangsa akan meningkat jika tidak terbebani biaya logistik. Apalagi transportasi laut adalah transportasi dengan biaya paling murah dan terjangkau dibandingkan angkutan darat dan kereta api.
Bayangkan saja, biaya pengiriman ke Hamburg yang jaraknya 11.000 KM dari Jakarta, harganya lebih murah dari pengiriman ke Padang yang hanya berjarak 1.000 KM.
Untuk itu Pelindo III mengembangkan sejumlah terminal modern di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, yakni Terminal Peti Kemas Surabaya, Terminal Teluk Lamong yang beroperasi semi-otomatis, Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara, Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE). Pelindo III juga sedang melakukan revitalisasi APBS untuk mendatangkan kapal-kapal besar di Indonesia.
Selain di Surabaya, beberapa proyek yang juga sedang dikembangkan oleh Pelindo III adalah Polder Sistem Pelabuhan Tanjung Emas, Terminal Peti Kemas Semarang, Pelabuhan Banjarmasin, Pelabuhan Bagendang, Pelabuhan Bumiharjo, Pelabuhan Batulicin, Pelabuhan Tenau – Kupang, Pelabuhan Benoa – Bali, Pelabuhan Gilimas – Lembar, dan pembangunan kawasan Boom Marina Banyuwangi.
Pelabuhan Teluk Lamong, Pelabuhan Otomatis Pertama di Indonesia
Saat Pak Ahmad Nizar, Deputi Sekretaris Direktur Pelindo III, memaparkan project-project yang saya sebutkan tadi, saya betul-betul terperangah. Meski belum selesai keseluruhan, namun gambaran tentang pelabuhan mutakhir Indonesia terlihat jelas di benak saya. Alangkah kerennya jika seluruh pelabuhan di Indonesia bisa dikembangkan seperti ini nantinya.

Saya sangat mengapresiasi ketika ada BUMN yang buka-bukaan tentang kegiatan mereka. Apalagi pelabuhan peti kemas. Seumur-umur saya tidak pernah mendengar ada blogger yang diundang untuk melihat-lihat pelabuhan. Kalau ke pelabuhan penumpang sih pernah ya, tapi kalau memang mau naik ke kapalnya *hehehe*. Makanya ketika diajak jalan-jalan melihat Pelindo III, saya senang bukan kepalang.
Meski Pak Ahmad Nizar sedang memaparkan tentang Pelindo di ruangan operasional Terminal Teluk Lamong, bukan berarti aktivitas mereka terhenti. Peti-peti kemas itu tetap harus diangkut dan dipindahkan. Di ruangan itu terdapat mesin operator lengkap dengan layar-layar yang memperlihatkan suasana terminal peti kemas.

Kerennya Terminal Teluk Lamong ini adalah menjadi terminal otomatis pertama di Indonesia. Ada 10 unit Automated Stacking Crane yang beroperasi memindah-mindahkan peti kemas di terminal. Fyi, ATS ini baru ada di empat Negara di dunia yaitu Virginia, Catalunya, Abu Dhabi dan Indonesia. Waaaahhhh…
Kami dipertontonkan cara mengoperasikan ATS dan operatornya perempuan! Wah! Keren banget. Saya nggak nyangka kalau ada perempuan yang bekerja menjadi operator Terminal Peti Kemas. Dan ternyata 50 % operatornya perempuan lho.
Dengan cekatan si Mbak menekan tombol ini dan itu. Dari ruangan itu bisa terlihat dengan jelas ATS nya berfungsi memindahkan peti kemas dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat. Di setiap ATS terdapat kamera yang membuat kita bisa melihat keakuratan ATS saat mengangkat, memindahkan dan menurunkan peti kemas.
Berbeda lagi dengan proses pengangkutan peti kemas. Saya memperhatikan ada satu pengemudi truk yang dengan luwes memarkirkan kendaraannya lalu masuk ke bilik kecil. Ternyata dia akan mengambil dan membawa satu peti kemas. Dalam bilik itu juga ada mesin untuk ATS yang bisa dioperasikan langsung oleh pengemudi. Namun jika sudah mencapai ketinggian 7 meter dari permukaan tanah, si pengemudi harus mengarahkan sendiri peti kemasnya dengan joystick yang ada. Waaaah seru banget macam main di mesin penjepit boneka di Timezone, diarahin, dijepit terus diangkat. Sayangnya kita nggak mencoba joystick ATS di Terminal Teluk Lamong. Ya kalau salah terus peti kemas-nya rusak, harus ganti rugi dong? *Hehehe*.
Terminal Teluk Lamong ini diresmikan oleh Bapak Presiden RI, Joko Widodo pada 22 Mei 2015 silam. Selain dilengkapi dengan 100 truk BBG dan 10 Automatic Stacking Crane, di terminal ini juga terdapat 5 unit Ship to Shore Crane, 5 unit Straddle Carriers, dan 50 Unit Automotive Terminal Trailers. Semuanya peralatan canggih yang memudahkan proses pengelolaan peti kemas yang ada di Terminal Teluk Lamong.

Sensasi Naik Ke Ship To Shore Crane
Selepas mendengar paparan dari Pak Ahmad Nizar, Mas Suryo mengajak kami melihat langsung Ship To Shore Crane. Ada dua jenis crane yaitu domestik dan internasional. Pembedanya hanya di ketinggian crane-nya saja karena biasanya kapal internasional ukurannya lebih besar daripada kapal domestik.
Oh iya, selama di lapangan, kami diwajibkan untuk memakai rompi dan topi pengaman. Kita merasa sedikit keren karena kelihatan kayak engineer gitu.
Mas Reka memandu kami untuk melihat-lihat lokasi dan menanyakan apakah mau mencoba melihat pelabuhan dari atas, alias naik ke ship to shore crane.
Woaaaahhh, saya langsung bersemangat untuk naik bersama Mas Reka, Nanda, Kang Harris dan Kak Pungky. Kami akan naik ke crane setinggi 45 meter atau setara 14 lantai gedung. Kami masuk ke lift yang super kecil sehingga membuat kami terlihat seperti sarden di dalam kaleng.
Meski saya sudah terbiasa di ketinggian karena terbang paralayang, ternyata naik crane itu bikin deg-deg ser juga. Apalagi pijakannya langsung bisa lihat ke dasar dan anginnya cukup kencang. Nggak disarankan deh yang takut ketinggian buat naik crane.
“Kalau operator crane, ada ujiannya untuk naik ke paling atas sana tuh” kata Mas Reka sambil menunjuk ke bagian teratas crane. Ya ampun tinggi sekaliiiiiii. Tapi ya memang operator crane nggak boleh takut ketinggian karena setiap harinya dia akan bekerja di sana toh.
Selesai berkeliling melihat bagian atas crane, kita bersiap untuk turun lagi dengan lift. Begitu kami sudah masuk dan pintu tertutup, eh lift-nya nggak bergerak turun. Mas Reka mengecek lagi semuanya apa ada yang salah tahap menutup lift-nya. Diulang lagi pelan-pelan tapi tetap saja nggak bergerak. Akhirnya kami memutuskan untuk membagi dua, Kak Pungky dan Nanda turun terlebih dahulu, disusul Mas Reka, aku dan Kang Harris di kloter kedua.
Eh ternyata, liftnya nggak bisa jalan. Liftnya macet…
Hahahahaha…
Mas Reka sudah menghubungi teknisi untuk memperbaiki lift-nya. Namun daripada menunggu terlalu lama di atas dan harus menahan angin kencang, kami memutuskan turun lewat tangga.
Teman-teman yang menunggu di bawah tergelak sambil terus menyemangati kami yang sedang menuruni tangga. Bukannya apa. Kalau tangganya tangga biasa di dalam gedung tertutup sih nggak apa-apa. Lebih dari 20 lantai pun tak soal. Nah kalau yang ini beda. Turunnya di tangga transparan. Sepanjang turun, kita berpegang erat pada pegangan tangga dan turun pelan-pelan.
Begitu akhirnya sampai di bawah, kami menghela nafas panjang. Fyuuuhhhhhh… Masa-masa menegangkan itu sudah lewat. Eh tapi menyenangkan juga sih. Jadi salah satu pengalaman seru yang pastinya tak terlupa.

Selepas dari Terminal Teluk Lamong, kami sempat mengunjungi Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE) yang merupakan kawasan industry yang efisien karena terintegrasi dengan fasilitas pelabuhan. Meski belum selesai keseluruhan, saya melihat bahwa kawasan ini akan berkembang dengan pesat.
Tak lupa juga kami berkunjung ke Pelabuhan Peti Kemas Surabaya. Untuk memasuki kawasan ini, kami diharuskan memakai sepatu boots khusus, rompi dan topi keselamatan. Senja menggelayut di langit, menutup hari kami. Senang sekali seharian mengulik dan mendapatkan ilmu dari Pelindo III.
Sebagai orang Indonesia, saya turut bangga atas geliat pemerintah mengembangkan pelabuhan. Hal yang seharusnya sudah kita lakukan sejak dulu. Semua usaha yang dikerjakan oleh Pelindo III ini bertujuan untuk terus meningkatkan integrasi logistik di Tanah Air agar terjadi keseimbangan antara kawasan barat dan timur Indonesia. Diharapkan Surabaya menjadi titik kebangkitan maritim Indonesia yang menjadi jembatan di tengah Nusantara.
Dan tentunya, saya ingin suatu waktu nanti Indonesia memiliki pelabuhan-pelabuhan mutakhir yang tidak kalah dengan Negara lain.
Yuk naik kapal laut 😉
Untuk lebih kenal dengan Pelindo III, teman-teman bisa ulik di Website PELINDO III atau di akun social medianya; Twitter @pelindo3 dan Instagram @pelindo3
11 thoughts on “PELINDO 3 dan Impian Pelabuhan Mutakhir Indonesia”
Ternyata yang mikirin kalo di Terminal Teluk Lamong kemaren kayak lokasinya para transformer bukan cuman sayah. Ahahaha…
Sebagai orang Surabaya beneran ternganga pas ke sana untuk pertama kalinya. Seruuu jalan-jalannya! 😀
Halo Mas Dani! Pertamax banget kamu komentarnya tercepat! Hahahaha…
Iyaaah euy keren banget ya truk-truknya. Sebenarnya kemarin aku pengin naik. Tapi yaaa mana boleeeh. Hahahaha :p
Eh seru banget, para blogger diundang kesana
Eh seru banget, para blogger diundang kesana
Iya nih Kak Nara. Once in a lifetime experience. Seru! 😉
Kok foto ku gak ada ya?? Hahaha
Pelabuhan semakin berbenah, tentu menjadi kabar baik agar moda transportasi kapal laut bisa menjadi pilihan trnasportasi terbaik seperti era jaya-jayanya.
Dan yg terpenting semua nya di rawat dengan baik. Karna kebanyakan cuman bisa bangun tp ngak bisa merawat
Hahahahaha ini kan yang pas di Pelindo nya Monnn…
Setuju banget Bar! Semoga bisa merata nantinya kualitas pelabuhan di Indonesia. Biar naik kapal laut makin nyaman yah 😉
Setuju banget Kakak Cum! Orang kita juga harus mengerti soal ini sih ya…