Photo by : Wawan Mangile |
Bicara tentang keindahan alam bawah laut, Raja Ampat pasti ada di dalam daftar destinasi yang menawarkannya. Lautnya yang biru jernih dengan visibility oke ditambah dengan ragam terumbu karang dan ikan-ikan hias menjadikan Raja Ampat menjadi destinasi diving nomor satu di dunia.
Sewaktu berkunjung ke Arborek, Kak Githa dan Bang Marsel, empunya Arborek Dive Shop mengajak kami untuk menikmati beberapa spot snorkeling dan diving. Ketika mereka sedang diving bersama tamu yang lain, saya dan Janatan menikmati sesi snorkeling saja karena kami berdua belum punya lisensi diving. Namun di Sawondarek, Janatan sempat mencoba Discovery Dive bersama Bang Marsel dan seketika jatuh cinta dengan alam bawah laut Papua.
Raja Ampat adalah rumah bagi ribuan spesies terumbu karang dan juga ikan. Mulai dari ikan kecil hingga ikan besar seperti hiu dan paus bisa kita jumpai saat menyelam di Raja Ampat. Makin menggebu hasrat saya untuk segera mengambil lisensi Scuba Diving dan kembali lagi ke sana. Bayangkan, saat snorkeling saja, kami bisa melihat banyak hiu, bumphead, parrotfish, butterfly fish, bat fish, penyu, manta bahkan dugong. Acap kali saya diam melongo dan lupa nafas karena tercekat bertemu langsung dengan ikan yang biasa hanya saya lihat di foto atau video.
Ada tiga puluh bahkan lebih titik selam di perairan Raja Ampat. Mulai dari Arborek yang terkenal dengan ‘jetty fish’ dan manta sandy, Sawondarek, Yenbuba, Kri, Gam, Teluk Kabui, Piaynemo, Sawinggrai, Misool dan masih banyak lagi. Pieter, salah seorang diver asal Belgia yang saya jumpai sampai bingung mau memilih spot diving di Raja Ampat.
“Saya bisa bangkrut kalau mau menyelami semua diving spots di Raja Ampat”, ujarnya dalam Bahasa Inggris sambil terkekeh.
Mayoritas wisatawan yang datang ke Raja Ampat memang ingin menyelam, menikmati keindahan bawah laut. Biaya untuk satu kali menyelam berkisar Rp 500.000,- hingga Rp 650.000,-. Harga ini lumrah mengingat harga bahan bakar yang mahal di Papua.
Ada beberapa dive operator di Raja Ampat dan salah satunya adalah Arborek Dive Shop milik Kak Githa tadi. Saking banyaknya tamu, setiap hari Bang Marsel dan Kak Githa menyelam tiga kali namun mereka selalu mengkhususkan hari Minggu untuk libur karena itu waktunya beribadah.
Untuk keberlangsungan pariwisata bahari di Raja Ampat, ada banyak sekali lembaga konservasi baik pemerintah maupun NGO yang kerap melakukan pengawasan (monitoring), edukasi kepada masyarakat dan operator wisata. Namun tak semudah itu mengubah kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke laut, overfishing,
Sempat mengobrol dengan Bang Wawan dari TNC (The Nature Conservancy) dan Bang Abdee dari CI (Conservation International) tentang upaya mereka menjaga kelestarian perairan Raja Ampat agar terus berkelanjutan. Saya sempat tercengang ketika Bang Wawan mengatakan butuh biaya minimal 13 milyar tiap tahunnya hanya untuk patroli perairan Raja Ampat yang membentang luas dari Waigeo hingga Misool.
Oleh karena itulah diberlakukan retribusi kawasan Raja Ampat sebesar Rp 500.000,- untuk wisatawan lokal dan Rp 1.000.000,- untuk wisatawan mancane
gara. Memang sedikit mahal ya, apalagi untuk kantong pelancong budget pas-pasan seperti saya.
gara. Memang sedikit mahal ya, apalagi untuk kantong pelancong budget pas-pasan seperti saya.
Dengan membayar retribusi, kita akan mendapatkan ID Card yang bisa digunakan selama satu tahun. Jadi kalau dalam tahun itu, kita berkunjung ke Raja Ampat tiga hingga empat kali, bayar retribusinya cukup sekali saja. Kalau saya sih cukup sekali, berat di ongkos euy…
Setidaknya dari biaya retribusi ini, akan cukup untuk membantu dana patroli kawasan perairan, pemberian edukasi dan pemberdayaan masyarakat agar semua sama-sama menjaga kelestarian Raja Ampat. Bagaimana menurut teman-teman? Setuju atau tidak?