Di tengah perjalanan menuju Mawun, kami berhenti sebentar ketika melihat ada seorang bapak dan satu abang-abang yang sedang asyik duduk menganyam atap rumput alang-alang. Kami mengucapkan salam dan mereka memberikan senyum yang sangat ramah. Kami berjongkok di dekat Pak Ali dan Bang Salim untuk melihat tangan mereka yang sangat cekatan merapikan dan mengikat rumput alan-alang itu. Dalam satu hari mereka bisa mengerjakan 20 – 30 ruas atap. Satu ruas nya dijual seharga Rp 15.000,-. Memang di sepanjang berangkat dari Kuta ke Selong Belanak, kami melihat banyak atap alang-alang yang ditumpuk di kanan-kiri jalan. Ternyata, desa yang bernama Mekar Sari ini memang menjadi salah satu penghasil atap rumput alang-alang terbesar di Lombok. Hasilnya tidak hanya dijual di daerah Lombok tetapi ke Bali, Jawa sampai Sulawesi. Woooow.
Kami bertemu dengan satu keluarga yang punya banyak rumput alang-alang di depan rumahnya. |
Bang Salim yang sedang meenjalin alang-alang dengan ijuk hitam |
Rumput Alang-Alang yang sudah diikat menjadi atap. |
Karena saya suka mengoleksi topi, saya tanyakan dimana saya bisa mendapatkan topi seperti punya para lelaki Lombok. Pak Ali menjawab saya tidak bisa membeli dimana-mana karena memang hanya dibuat untuk masing-masing pribadi.
Ibu-ibu petani tembakau yang cantik |
Saya, Lisa, Mama Lisa dan Jerry. Senang bertemu kalian 🙂 |
Bukit Tak Bernama. Spot asyik untuk memandangi Kuta |
Ketika saya mendengar ada bunyi-bunyi aneh selain alunan musik di telinga, saya berbalik dan mendapati Ju sudah terkapar di atas matras dan dia NGOROK. Hahahahaa. Aduh, capek banget ya perjalanan dari Bali sampai ke sini. Saya membiarkan dia tidur dan sampai setengah 7, tidak ada tanda-tanda kami akan mendapatkan langit Blue Hour yang cantik sehingga memutuskan untuk bangunin Ju dan ajak pulang.
Cap cay khas Jawa Timur. Warnanya pekat karena kecap. Harganya Rp 15.000 |
Nasi Campur di Warung Jawa 2. Harganya Rp 21.000 |
Setelah selesai makan dan ngaso-ngaso, kami didatangi dua gadis kecil hitam manis yang membawa dua papan berisi gelang-gelang kecil. Ada gelang yang bertuliskan “Lombok Surf”, “Lombok Indonesia” dll. Tetapi ada beberapa gelang yang menarik perhatianku yaitu gelang yang dironce dari kerang-kerang kecil. Mereka bilang gelang itu adalah hasil prakarya mereka sendiri. Harga awal adalah Rp 5.000 / buah tetapi kutawar hingga akhirnya dapat empat gelang seharga Rp 10.000 (enggak kejam banget kan nawarnya?)
Saya salut sih anak-anak sekecil itu sudah mau cari uang sendiri dengan berjualan gelang. Mereka ramah menawarkan dagangannya dan beberapa sudah bisa berdialog dalam bahasa Inggris, walau masih seadanya. untuk menawarkan dagangan ke wisatawan asing. Tapi, ada juga beberapa yang mengesalkan. Ditolak berkali-kali tetap ngotot duduk di dekat kita sampai kita mau-enggak-mau membeli dagangannya. Kalau saya sih biarin aja, nanti juga pergi sendiri. Masalahnya kan saya sudah beli tadi dari anak yang sebelumnya. Masa setiap anak yang datang harus saya beli dagangannya?
Gadis-gadis cilik penjual gelang kerang |
—-
Terima kasih untuk semua orang-orang baik yang saya temui di Kuta, Lombok. Sampai jumpa lagi 🙂
Baca cerita #TripLombok 5 ya : Pantai Mawun. Pantai Anti Manyun.
Happy Travelling!
Enjoy Indonesia!