Salah satu kegiatan yang tidak boleh dilewatkan saat mengunjungi satu tempat tentu saja mencicipi makanan lokalnya. Saya bersyukur terlahir bisa makan makanan apa saja dan tidak punya alergi terhadap suatu jenis makanan.
Di Tomohon, kota kecil di Sulawesi Utara, saya mencoba untuk mengeksplor sedikit di tengah-tengah padatnya jadwal kegiatan disana. Dengan meminjam motor, saya dan teman berjalan-jalan mengelilingi kota. Ternyata nggak sampai 15 menit, kami sudah selesai mengelilingi kota. Ya ampun, benar-benar kecil sekali Tomohon ini.
“Hmmm, cari makanan lokal sini yuk” ajakku yang direspon dengan anggukan kecil.
“Iya, ikut kamu aja mau kemana”, jawabnya.
Berhentilah kami di sebuah warung kaki lima yang bertuliskan “Ragey Pala”. Saya penasaran apa sih Ragey ini. Ternyata, itu adalah kedai sate yang berbahan dasar daging babi.
Sebagai pecinta segala masakan berbahan dasar daging babi ini, mataku langsung berbinar, air liur tertahan di mulut.
Aduh, pengen nyomot semuanya….
Berhubung saya sudah makan malam sebelumnya, kapasitas perutnya berkurang dong. Saya jadi agak sedih karena mulutnya masih pengen ngunyah tapi saya sudah nggak sanggup lagi menampung makanan enak ini. Huhuhuhu.
![]() |
Ini dia yang namanya Ragey. Satu tusuknya Rp 6000 saja 😉 |
![]() |
Kalau ini Sate B2 bumbu pedas. Enak! Harganya Rp 2500 per tusuk. |
![]() |
Yang ini sate B2 bumbu manis. Pastinya gak kalah enak dari dua sate di atas 😉 |
Pas nyobain satu tusuk pertama itu, rasanya lansgung meleleh di mulut. Nggak tahu, bisa enak banget rasanya. Memang orang Sulawesi Utara ini sangat jago mengolah makanan dari B2 ini. Beda sama orang Batak.
Sebagai orang Batak, saya tentunya sudah sering mencicipi B2 yang diracik dengan bumbu khas Batak Toba atau Batak Karo. Tetapi saya belum pernah menemukan orang Batak yang bisa meracik sate B2 seenak yang saya cicipi di Tomohon.
Waktu itu, ada 2 orang Ibu-ibu dan satu Bapak yang sedang membakar satenya, namanya Papa Fritz. Menyadari bahwa muka kami berdua asing, salah satu Mama bernama Mama Charlotte menanyai apa yang membawa kami jauh-jauh dari Jawa ke Sulawesi Utara.
Berawal dari pertanyaan sederhana, perbincangan kami menjadi hangat dan dibalut tawa.
![]() |
Terima kasih Papa Fritz, Mama Charlotte, Mama Pinz dan Ando 🙂 |
Mama yang satu lagi, Mama Pinz terkekeh-kekeh melihat mukaku yang sangat menikmati mengunyah Ragey lezat yang masih hangat. Mama Pinz kemudian menuangkan minuman berwarna putih ke dalam gelas kecil.
“Ini, coba dulu minum”, kata Mama Pinz sambil menyodorkan gelas kecil.
Kuambil gelas kecil itu dan kuteguk…
“Ini enak banget, Mama….Enaaaaaakkk….Namanya apa?” ujarku
“Namanya Saguer ini, minuman lokal sini. Lebih enak ini daripada Cap Tikus”, jawab Mama Pinz.
Cap Tikus sendiri adalah nama minuman yang memiliki kadar alkohol 40%. terkenal di Sulawesi Utara. Cap Tikus ini dihasilkan dari Saguer yang sudah melewati proses penyulingan. Sedangkan Saguer yang rasanya manis-manis asam mengandung alkohol dengan kadar 5%.
Aku langsung menanyakan Mama Pinz, dimana aku bisa membeli Saguer ini untuk dibawa pulang. Namun sayangnya, Saguer ini adalah minuman fermentasi lokal dari pohon enau (disebut pohon Seho dalam bahasa lokal Minahasa) yang susah untuk dibawa keluar kota. Lewat dari sehari saja, Saguer ini akan mengeluarkan zat asam yang membuat minuman ini tidak enak lagi untuk diminum.
Sedih sekali aku… Hiks… Cap Tikus pun tidak boleh dibawa keluar dari Sulawesi Utara karena dianggap ilegal dan jika ketahuan di Bandara pasti akan disita.
![]() |
Pastinya bakal kangen sama Ragey dan Saguer. Semoga ada rejeki supaya bisa balik lagi kesana. Tomohon, tunggu akuuu 😉 |
Masa kalau kangen minum Saguer, saya harus terbang ke Tomohon dulu dari Jakarta? Berat di ongkos cyin… Hahahaha….
Jadi, jangan lupa nyicip Ragey ini ya kalau ke Tomohon. Ini anjurannya tentu saja berlaku untuk teman-teman yang bisa makan B2 ya 😉
Selamat icip-icip… Nyaaam….