Menelusuri Jejak Bung Karno di Ende

“Sat, baru pulang jalan-jalan dari mana?”, tanya seorang teman di kantor.
“Baru pulang dari Ende nih. Bagus banget tempatnya. Banyak cerita seru selama perjalanan kemarin”, jawabku dengan semangat.
“Ende? Di mana itu?”, tanya temanku dengan muka bingung.

Ah, ternyata masih belum banyak orang yang tahu ya di mana Ende berada. Padahal dasar negara kita, Indonesia, dilahirkan di sini.

Kota Ende, Kota Pancasila.

Di Kota Ende (yang bahkan masih banyak orang Indonesia tidak tahu) inilah, Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno diasingkan dari tahun 1934-1938.

Ende merupakan tempat pengasingan pertama Ir. Soekarno setelah sebelumnya sempat ditangkap dan dipenjarakan di Penjara Banceuy, Bandung oleh kolonial Belanda.

Selama diasingkan di Ende, Ir. Soekarno ditemani oleh istrinya Inggit Garnasih, anak angkatnya, Ratna Djuami dan Ibu Mertuanya, Amsi. Saking jauhnya, mereka tiba di Ende setelah berlayar selama delapan hari dari Surabaya.

Rumah yang mereka tinggali dulunya adalah kepunyaan Haji Abdullah Amburawu. Rumah berukuran 19×8 meter itu memiliki tiga kamar, halaman depan yang cukup luas dan sumur di bagian belakang rumah.

Nanti kalian bisa melihat isi dalam Rumah Pengasingan Bung Karno di blog post ini –> Menilik Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende.

Rumah Bung Karno Pesona Ende
Rumah Pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira

Tak jauh dari Rumah Pengasingan Bung Karno, ada satu lapangan yang diberi nama Lapangan Pancasila. Nama itu diberikan karena sesuai dengan sejarahnya. Dulu, Bung Karno sering merenung di tempat ini, di bawah pohon sukun bercabang lima.

(Aduh, Sukun. Salah satu buah kesukaan saya. Ada yang suka sukun goreng?)

Pohon Sukun Jejak Bung Karno
Bung Karno dan pohon sukun bercabang lima

Ketika saya berkunjung kesana, saya langsung jatuh hati pada tempat tersebut. Lapangan yang luas dengan pohon-pohon rimbun, berlatar belakang perbukitan dan Gunung Meja serta menghadap ke Laut Sawu. Teduh sekali. Benar-benar menjadi tempat favorit untuk duduk sambil baca buku.

Tak heran, Bung Karno sangat menyukai tempat ini dan senang duduk berlama-lama. (Kira-kira Bung Karno duduk sambil ngapain ya?)

Namun, Pohon Sukun yang sekarang bukanlah Pohon Sukun yang asli karena sudah tumbang. Sehingga pada 17 Agustus 1981, 40 orang teman Bung Karno yang pernah mendampinginya di Ende, menanam Pohon Sukun yang baru, bersama-sama pukul 9 pagi.

“Di Kota ini kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila”

Tetapi lima butir mutiara yang dituliskan Bung Karno ternyata berbeda dengan Pancasila yang kita kenal sekarang. Dulu, lima butir mutiara tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Sedangkan lima butir Pancasila yang kita ketahui adalah sebagai berikut :

  1. Ketuhanan yang maha esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pancasila yang kita kenal tersebut baru disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah Indonesia merdeka melalui rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), bersamaan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara.

Kini, di dekat pohon sukun yang sudah dipagari itu, terdapat satu patung Bung Karno yang sedang duduk santai di atas bangku panjang sambil memandang Laut Sawu.

Patung tersebut dibangun di tengah-tengah kolam (mungkin) dengan tujuan agar tidak banyak yang duduk atau mencoret patung Bung Karno. Taman tersebut diberi nama Taman Renungan Bung Karno.

Taman Renungan Bung Karno
Pohon-pohon di Taman Renungan Bung Karno

Kulihat muka patung Bung Karno tersebut secara seksama. Dengan mengenakan peci, kemeja, celana panjang, dan sandal, muka Bung Karno terlihat teduh, memandang jauh.

Tak ayal Kota Ende diberi julukan Kota Pancasila. Kota ini menjadi saksi dan menyimpan cerita bagaimana dulunya Bung Karno tidak pernah berhenti memikirkan bangsanya, sekalipun dia diasingkan sejauh-jauhnya.

Terima kasih ya Pak atas jasa-jasamu dan buah pemikiranmu untuk negeri ini. Walau tak bisa disangkal negara ini belum seutuhnya bisa bersatu, namun kami yakin, Pancasila akan hidup di hati dan menjadi pegangan kami.

Oh iya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah membiayai pembuatan filmnya yang diberi judul “Ketika Bung di Ende” namun tidak ditayangkan di layar lebar. Hanya disiarkan di TVRI dan dipertontonkan kepada masyarakat Ende saat malam peringatan Hari Lahirnya Pancasila. Film yang sangat menarik, di mana Baim Wong yang menjadi pemeran Bung Karno.

Tepat pada tanggal 1 Juni 2015 silam, kita memperingati Hari Kelahiran Pancasila yang ke-70. Saya bersama teman-teman media dan blogger diundang untuk ikut rangkaian acara sekaligus mengeksplor keindahan Ende. Akan ada tulisan-tulisan berikutnya tentang Ende. Ditunggu ya…

Perjalanan ini adalah undangan dari Kementerian Pariwisata Indonesia. Saya dan teman-teman media serta blogger akan mengeksplor beberapa tempat wisata di Ende. Silahkan juga cek foto-fotonya di Twitter dan Instagram dengan hashtag #PesonaEnde

About the author

An adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on.

Related Posts