Menjadi Gadis Lombok di Desa Sukarara

Menjadi Gadis Lombok
Menjadi Gadis Lombok
Photo by : Widhi Bek
Terbayangkah jika kamu terlahir menjadi seorang gadis Lombok? Di mana kau harus belajar menenun dari usia muda, menunggu seorang lelaki datang mengajakmu kawin lari baru dinikahi secara resmi?
 
Seorang gadis Lombok yang berperilaku lembut, tidak bertutur kata banyak namun selalu menjadi yang terbaik di dalam keluarga, mengurus orang tua, suami, dan anak tercinta.
 
Adalah Desa Sukarara di kawasan Lombok Tengah, desa di mana masih banyak kita jumpai perempuan-perempuan Lombok yang menenun atau dalam bahasa lokalnya disebut “Nyesek”.
 
Siang itu terlihat beberapa perempuan yang sedang menenun, baik yang muda dan yang tua. Saya menjumpai salah satu penenun bernama Kak Wina. Dia yang termuda diantara semuanya.
 
Kak Wina
 
Kuperhatikan ekspresi wajahnya yang santai dan jemarinya yang cekatan memasukkan benang-benang dan membuat pola tenun. Dengan memakai baju Lambung, baju adat khas suku Sasak di Lombok, Kak Wina tersenyum ramah ketika saya duduk di sebelah dan memperhatikannya dengan seksama.
 
Kak Wina dan Winnie
Kak Wina dan Winnie 😉
Kain tenun Lombok memiliki kekhasan sendiri, baik dari pola hingga benang yang dipakai. Berbagai jenis benang yang dipakai untuk membuat kain tenun antara lain benang katun, nilon, sutra, benang perak, dan benang mersis. 
 
Untuk pewarna benang, mereka menggunakan pewarna alami seperti kulit kayu mahoni, biji buah asam, daun sirih, kunyit, terakota, serat nanas, mengkudu dll. Namun untuk warna-warna tertentu mereka menggunakan benang yang sudah ada warnanya dan biasanya didatangkan dari luar Lombok.
 
Proses membuat kain tenun
 
Beberapa motif yang biasa dibuat di tenun khas Lombok adalah motif ‘Keker’, ‘Serat Penginang’, ‘Cungklik’, ‘Subahnala’. Masing-masing motif memiliki maknanya sendiri-sendiri. Berbagai motif tenun ini dikerjakan para perempuan Lombok dengan tekun.
Memang butuh tingkat kesabaran serta ketelitian yang tinggi untuk menenun. Itu yang menurut saya butuh proses yang panjang untuk mempelajarinya.
 
Membuat kain tenun
 
Bayangkan saja jika kau harus duduk lebih dari enam jam sehari untuk menyelesaikan kain tenun, di sela-sela kesibukan mengurus keluarga.
 
Sedari kecil, perempuan Lombok sudah diajari cara menenun karena itu adalah satu persyaratan yang harus mereka penuhi ketika akan menikah dan berkeluarga nantinya.
 
Seorang perempuan Lombok harus memberikan satu kain tenun hasil pekerjaannya sendiri kepada pasangannya sebagai tanda dia sudah siap untuk memasuki babak hidup baru sebagai seorang istri dan ibu dalam satu keluarga.
 
Saat berkunjung ke Desa Sukarara, saya ingin sekali mencoba menenun. Sebelum menenun, saya ditawari untuk memakai baju adat suku Sasak yaitu Baju Lambung tadi.
 
Mencoba menenun
 
Hanya dengan membayar Rp 25.000,-, kita sudah bisa mengenakan satu set baju adat suku Sasak yang terdiri dari baju Lambung yang berwarna hitam dengan aksen warna-warni di pinggirannya, kain songket berwarna merah, kain tenun sebagai ikat pinggangnya, selendang yang senada dengan kain songketnya dan satu bakul jerami sebagai aksesorisnya.
 
Saya dibantu mengenakan baju adat lengkap dan diajak Kak Wina untuk belajar menenun di mesin tenunnya. Masukkan kaki kemudian menyesuaikan ikatan kayu penyangga pinggul dengan mesin tenun tradisionalnya. Kaki kita harus lurus terus. Wah, bisa pegal kalau kelamaan ya. Hebat betul perempuan Lombok yang bisa duduk menenun lebih dari 6 jam.
 
Baju adat lombok
Photo by Widhi Bek 
“Ini benang warna-warni yang dililit di kayu dimasukkan dari celah ini ya” ajar Kak Wina kepada saya.
 
Dengan telaten dia mengajari saya cara memasukkan benang, merapikannya dan lalu menarik kayu hingga berbunyi “klek klek klek”. Begitu saja prosesnya berulang. Pola tenunnya sudah dibuat oleh Kak Wina sehingga saya hanya perlu mendengarkan arahannya dan tidak berbuat kesalahan.
 
Kasihan kan kalau tenun yang sudah ia kerjakan setengah itu rusak hanya karena kita terlalu bersemangat dan malah salah memasukkan benang pola atau menariknya terlalu kencang.
 
“Menarik kayunya ini harus pelan tapi tetap keras. Bukan ditarik kuat tapi keras pas”, kata Kak Wina lagi.
 
Saya mengikuti semua arahan Kak Wina dengan seksama. Takut juga kalau berbuat kesalahan, saya harus mengganti tenun yang rusak. Yah jangan sampai yaa….
 
Saat itu saya menyadari bahwa tak mudah untuk menjadi seorang gadis Lombok. Harus sabar, telaten, bertutur lembut, bisa menenun dan menunjukkan bahwa dia pantas untuk dibawa kawin lari laki-laki. Eh jangan berpikiran negatif dulu tentang kawin lari di Lombok ya karena itu adalah tradisi, bukan sesuatu yang negatif di masyarakat. Nantinya prosesi kawin lari ini akan dilanjutkan dengan prosesi pernikahan pada umumnya dengan resepsi yang unik bernama “Nyongkolan”. Nanti akan ada cerita tentang “Nyongkolan” ini ya.
 
Meski hanya sebentar, saya merasa senang bisa mencoba merasakan keseharian perempuan Lombok. Saya rasa saya butuh waktu adaptasi yang lama jika harus benar-benar hidup sebagai penduduk lokal sana karena semuanya butuh proses. Setiap perempuan yang ada di Lombok tidak serta merta bisa menenun ketika mereka lahir. But it’s in the blood. Mereka sudah melakukan itu dari zaman nenek moyang mereka.
 
Pengalaman yang benar-benar menyenangkan.
 
Kain tenun khas lombok
 
DESA SUKARARA
 
  • Desa ini terletak di Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Butuh waktu berkendara sekitar 30 menit dari pusat kota Mataram untuk mencapai Desa Sukarara ini.
  • Tidak ada biaya masuk untuk masuk ke Desa Sukarara. Kita bisa melihat langsung pembuatan kain tenun dan juga membeli hasil tenunannya. Harganya berkisar dari Rp 50.000,- sampai jutaan rupiah.
  • Untuk mencoba baju adat suku Sasak, kita dikenakan biaya sewa sebesar Rp 25.000,-. Tidak ada batas jam pemakaian, asalkan jangan dikotorin ya.
  • Berlaku sopan ketika berada di dalam kawasan Desa Sukarara. Jika ingin mengambil foto yang sekiranya dianggap sensitif, mintalah izin terlebih dahulu.
  • Dekap dompetmu erat-erat karena pasti nggak tahan untuk belanja kain-kain tenun cantik Lombok ini. Hehehehe… 
      Keragaman alam dan budaya adalah Pesona Indonesia. Tenun adalah budaya dan hasil karya yang sepatutnya kita apresiasi mahal melihat proses pembuatan yang rumit dan lama. Semoga banyak rejeki deh supaya bisa memborong semua tenun Indonesia.
      Perjalanan ini adalah undangan dari Kementerian Pariwisata Indonesia</s pan>. Saya dan teman-teman media serta blogger mengeksplor beberapa tempat wisata di Lombok. Silahkan juga cek foto-fotonya di Twitter dan Instagram dengan hashtag #PesonaLombok #PesonaIndonesia #SaptaNusantara.
 
Satya Winnie - Travel Blogger

Satya Winnie, an adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on. But, her favourite things are explore culture, capture moments and share the stories.

So, welcome and please enjoy her travel journal and let’s become a responsible traveler.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top