Pesona Ora Beach, Desa Sawai dan Seram Animal Rescue

Ora-beach

Angin laut yang lembut menyapu pipi, ternyata hari sudah pagi. Saya sengaja tidak menutup pintu kamar karena memang ingin merasakan angin laut. Tanpa berlama-lama mengulet di tempat tidur, saya meloncat keluar kamar sambil membawa kamera. Saya tak ingin ketinggalan mengabadikan kecantikan Ora Beach Resort di pagi hari. Mumpung hari sedang cerah-cerahnya.

Kuseruput coklat panas sambil bersantai di dermaga, melihat gagahnya Hatu Saka berdiri di kejauhan. Semakin dipandang, bentuk Haku Saka memang terlihat seperti orang yang sedang tidur, Ibu yang menjaga Pulau Seram bagian Utara.

Sarapan-ora-beach
My Breakfast (Foto : Juferdy)

Asyiknya, di dermaga Ora Beach Resort kita bisa duduk santai sambil memandang ribuan ikan yang berenang di bawah. Saking ‘gatal’ nya saya langsung loncat nyebur karena ingin bermain bersama ikan-ikan itu. Sama seperti ketika saya gatal mau loncat dari depan kamar. Yahoooo!!

Cottage-ora-beach
Nyebur dari depan kamar! (Foto : Juferdy)
Morning-scenery
Breathtaking morning scenery (Foto : Juferdy)

Hari itu kami berencana untuk pergi ke negeri Sawai yang ditempuh sekitar 30 menit dengan Katingting. Kami ingin pergi melihat penangkaran burung endemik Seram. Untuk bisa ke tempat itu, kita harus menghubungi Pak Ali atau yang lebih ingin dipanggil Pak Alex. Beliau adalah pemilik penginapan Lisar Bahari. Ada 28 kamar yang dibangun di atas laut dengan harga per malamnya Rp 250.000,- per orang. Harga tersebut tergolong murah karena sudah termasuk 3x makan. Penginapan ini bisa menjadi alternatif jika Ora Beach Resort sedang penuh.

Cottage-bridge-ora
Penginapan Lisar Bahari di Sawai (Foto : Juferdy)
Bedroom-ora-beach
Kondisi dalam kamar di penginapan Lisar Bahari (Foto : Juferdy)
Satya-dan-bapak
Bareng Om Ali atau yang lebih suka dipanggil Alex, sang empunya penginapan Lisar Bahari (Foto : Juferdy)

Dengan muka ramah, beliau menyambut kami di penginapannya. Walaupun tujuan kami bukan untuk menginap di Lisar Bahari, beliau tetap ramah dan sempat berbincang sebentar padahal sebelumnya beliau sedang melayani tamunya yang lain.

Kami mengungkapkan niat kami yang ingin pergi ke penangkaran burung di Sawai. Pak Ali mengerti dan langsung memanggil satu anak buahnya, Bang Alay (iya namanya Alay, hahaha) untuk mengantarkan kami ke Animal Rescue Sawai.

“Tapi ini sudah bukan jam memberi makan burung. Kamu kesorean. Harusnya datang jam 11 sampai jam 1 siang” kata Pak Ali.

Karena kurang mencari informasi, saya mengatakan tetap ingin pergi ke Animal Rescue Center walaupun tidak bisa melihat burung-burung yang sedang makan. Setelah berkendara selama kurang lebih 20 menit menempuh jalan licin berbatu, kami tiba di negeri Masihulan, Seram.

Pak Noke, salah satu dari lima pengurus di Animal Center Sawai menyambut saya. Kala itu sedang hujan dan baju kami sudah basah kuyup. Namun karena sudah kepalang basah jauh-jauh datang, kami diantar berkeliling sambil hujan-hujanan. Seru juga loh.

Seram-animal
Seram Animal Rescue Center
Kakatua-putih
Burung Kakaktua Seram di kandang Sosialisasi

Animal Rescue ini dibagi menjadi 4 area kandang yaitu area kandang Karantina, Sosialisasi, Sanctuary dan ada tambahan yaitu kandang isolasi. Ada 141 burung dengan 6 spesies yaitu Kakaktua Seram, Kakaktua Irian, Kakaktua Papua, Mambruk, Nuri dan Kasuari. Hingga tahun ini sudah ada 169 ekor yang dilepas.

Tempat penangkaran burung endemik ini sudah ada sejak Oktober 2004. Penggagas pertama adalah Stewart, seorang birdwatcher dari Amerika bekerja sama dengan Yayasan Wallacea dimana Pak Ali bergabung. Namun sejak 2009, Animal Rescue ini diambil alih oleh BKSDA Maluku.

Ternyata untuk melepaskan burung, tidak segampang membalikkan telapak tangan. Prosesnya panjang. Setelah burung-burung itu menyelesaikan 3 tahap, karantina, sosialisasi dan sanctuary, sampel mereka dikirim ke laboratorium di Makassar. Jika sudah disetujui, barulah Animal Rescue memasukkan burung-burung ke kandang pelepasan yang besar. Nantinya ada pelepasan simbolik yang dilakukan oleh seluruh Kepala Instansi yang terkait. Sekali pelepasan bisa belasan hingga puluhan ekor burung. Ada juga beberapa burung yang tidak berasal dari Seram, dibawa lagi ke tempat endemiknya seperti di Ternate atau Papua, baru dilepaskan di sana.

Tentu saja tujuan dari Animal Rescue ini ingin menjaga spesies burung-burung tadi dari kepunahan. Bentuk dan warna burungnya memang bagus dan membuat banyak orang jatuh hati. Tidak heran kalau burung-burung ini banyak diperjualbelikan di pasar gelap baik untuk dalam negeri maupun luar negeri.

Selama berada di Animal Rescue, pengunjung harus memakai masker lalu kemudian diarahkan oleh pemandu. Selama mengelilingi kandang-kandang burung, kita tidak boleh mengajak burung berbicara atau menirukan suaranya karena akan membuat dia susah kembali ke habitnya. Kebanyakan burung-burung itu memang peliharaan di rumah-rumah sehingga mereka banyak yang sudah bisa berbicara atau menirukan kata-kata manusia. Memang itulah khasnya burung Kakaktua yang mirip seperti beo. Selama mengelilingi kandang, saya hanya bisa melambaikan tangan saja kepada burung-burung lucu itu. Ada yang sedang terkantuk-kantuk, bermain bahkan berjoget. Aih Mak lucunya. Untuk berkunjung ke Animal Rescue, kita harus membayar Rp 100.000,- untuk Ojek dan biaya masuk ke Animal Rescue.

Sepulangnya dari Animal Rescue, kami berkeliling Negeri Sawai. Dibandingkan Saleman, Sawai ini lebih padat penduduk. Terlihat seperti pemukiman padat yang dinding-dinding antar rumah sangat rapat dan jalannya hanya gang-gang kecil.

Satu hal yang membuat saya tertarik di Sawai adalah mata air yang sangat besar yang bernama Asinahu. Semua orang, tua dan muda beraktifitas di sekitar mata air itu. Ada yang sedang mencuci dan sebagian lagi asyik berenang kesana-kemari. Mata air itu mengalir ke laut dan katanya tidak pernah berhenti mengeluarkan air di musim kemarau sekalipun.

Cuci-baju-sungai

Kami tak lupa mencoba Rujak Pala yang hanya Rp 5000 satu piringnya. Rasa pala serut yang dicampurkan ke dalam potongan buah yang disiram bumbu kacang benar-benar segar. Rasanya asam manis pedas yang pastinya sedap menggoyang lidah. Lumayan untuk jadi cemilan sambil nongkrong-nongkrong menunggu senja.

Ibu-jual-rujak-buah

Rujak-buah-ora-beach

Tete Ali sudah menunggu di atas katingting untuk mengantarkan kami pulang ke Saleman. Waktu di tengah laut, langit yang tadinya mendung dan sedikit gerimis, terbuka dan memancarkan sinar matahari senja keemasan yang hangat.

Saya menikmati kehangatannya sepuasnya…

Masih ada satu hari lagi yang kami habiskan di Ora, silahkan dibaca di sini 🙂

Satya Winnie - Travel Blogger

Satya Winnie, an adventurous girl from Indonesia. She loves to soaring the sky with gliders, dive into ocean, mountain hiking, rafting, caving, and so on. But, her favourite things are explore culture, capture moments and share the stories.

So, welcome and please enjoy her travel journal and let’s become a responsible traveler.

4 thoughts on “Pesona Ora Beach, Desa Sawai dan Seram Animal Rescue”

  1. Halo Mbak Nita. Iyaaaa tapi aku lebih cinta Ora Beach sih. Hihihi. Iya semoga Mbak bisa kesana ya. Saya juga pengen kesana lagi 🙂

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top