Saya sempat membayangkan serunya menikah sambil diarak keliling kampung seperti tradisi ‘Nyongkolan’ di Lombok. Iring-iringan panjang dengan orang-orang yang berjoget sepanjang jalan.
Kurang seru apa coba?
‘Nyongkolan’ adalah tradisi arak-arakan pengantin yang baru saja menikah di Lombok. Tujuan dari ‘Nyongkolan’ ini adalah memperkenalkan pasangan tersebut ke masyarakat, dan juga menunjukkan dimana pengantin wanita tinggal.
Prosesi ‘Nyongkolan’ berangkat dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai wanita. Berbeda dengan prosesi pernikahan di daerah saya, Sumatera Utara yang biasanya mengadakan pesta pernikahan di rumah keluarga mempelai wanita.
Nyongkolan sendiri sudah dilaksanakan dari zaman dulu sekali. Tingkat ekonomi berpengaruh dalam penyelenggaraan ‘Nyongkolan’. Semakin kaya keluarga si pengantin, semakin meriahlah prosesinya.
Untuk melihat ‘Nyongkolan’, carilah daerah yang sedang menyelenggarakan acara pernikahan. Saya saja menjumpainya tidak sengaja di perjalanan dari Bandara Praya menuju Kota Mataram. Tiba-tiba saja bus yang saya naiki berhenti karena macet. Usut punya usut, ternyata beberapa ratus meter di depan, ada ‘Nyongkolan’.
Sang pengantin perempuan biasanya berjalan di bagian depan, diiringi oleh gadis-gadis berpakaian adat (semacam bridemaids). Saya membayangkan betapa susahnya berjalan jauh dengan memakai baju pengantin lengkap dengan dandanan ‘berat’ di wajah dan kepala.
Dulunya, rombongan ‘Nyongkolan’ benar-benar berangkat dari rumah mempelai pria ke mempelai wanita karena kebanyakan yang mereka nikahi adalah penduduk desa sebelah. Namun sekarang, prosesi tersebut disesuaikan, tidak lagi secara harfiah dari rumah laki ke rumah perempuan. Rombongan pun jadinya berangkat untuk prosesi ‘Nyongkolan’ dengan jarak 500 meter hingga 1 kilometer dari rumah si mempelai wanita.
Rombongan mempelai pria akan berada di belakang rombongan mempelai wanita. Sama seperti mempelai wanita, si mempelai pria juga ditemani oleh beberapa pemuda yang mengenakan baju adat (semacam best man ya) dan berjoget mengikuti irama gendang rebana yang dimainkan para pemusik di barisan paling belakang.
Jika pengantin berasal dari keluarga pejabat, rombongan ‘Nyongkolan’ akan diiringi ‘Gendang Beleq’, kelompok pemusik gendang besar Suku Sasak di Lombok. Jika dananya terbatas, biasanya mereka hanya mampu membayar pemusik kecil namun tetap bisa memeriahkan acara. Mereka memang mengakui bahwa menyewa ‘Gendang Beleq’ butuh biaya yang besar.
Dalam arak-arakan ‘Nyongkolan’, biasanya keluarga mempelai pria membawa beberapa bahan untuk seserahan seperti hasil kebun, sayuran dan buah-buahan. Ada lagi barang-barang antaran yang khusus dan ada aturan urutannya untuk ‘Nyongkolan’ keluarga bangsawan.
Jika teman-teman berlibur ke Lombok pada akhir pekan (biasanya orang nikah di akhir pekan), mungkin akan beruntung bertemu prosesi ‘Nyongkolan’ di jalanan. Siapa tahu kalian juga tertarik untuk berjoget di sepanjang jalan bersama iring-iringan. Seru!
Keragaman alam dan budaya merupakan salah satu Pesona Indonesia. Semoga festival rakyat seperti ini bisa kita tonton terus sampai nanti! 😉
Perjalanan ini adalah undangan dari Kementerian Pariwisata Indonesia. Saya dan teman-teman media serta blogger mengeksplor beberapa tempat wisata di Lombok. Silahkan juga cek foto-fotonya di Twitter dan Instagram dengan hashtag #PesonaLombok #PesonaIndonesia #SaptaNusantara.