Kami datang kesini tanpa sengaja dan tidak ada di daftar rencana. Awal mulanya saya dan Ju sedang mencari jalan menuju Pantai Tanjung Aan tapi akhirnya kesasar ke sini.
Kesasar yang membawa berkah, tepatnya. Jalan keluar dari rencana suka membawa cerita yang tak terduga.
Kami datang dan hanya ada tiga orang Bapak yang sedang duduk santai di saung kecil. Kami mengucapkan salam berkenalan dan berbincang-bincang dengan Bapak Mahar, Bapak Subukti dan Bapak Muji.
Yang membuat saya terkejut adalah Pak Muji ternyata Camatnya Kuta (Kuta itu nama kecamatan. Lombok Tengah nama kabupatennya). Perawakannya yang lembut dan terlihat masih muda membuat saya tidak menyangka kalau beliau adalah Pak Camat.
Ki-ka : Pak Mahar, Pak Subukti dan Pak Camat Muji 😀 |
Beberapa menit berikutnya, kami larut dalam pembahasan tentang pengelolaan pariwisata di Lombok Tengah, khususnya di Kuta.
Pak Muji yang merupakan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri adalah orang asli Mataram. Beliau baru saja menjabat dan sedang melakukan banyak pembaharuan di Kuta. Salah satunya adalah penataan warung dan homestay di Kuta.
Semua warung-warung yang ada di tepian pantai Kuta diratakan dengan tanah dan disediakan lahan di seberang jalan. Beliau mengharapkan kawasan Pantai Kuta bersih dari pondokan agar bisa dinikmati dari sisi seberang pantai. Biar adil, katanya.
Dari Pak Muji juga, saya baru tahu bahwa panjang garis Pantai di Kuta itu mencapai 99,5 Kilometer. Wow. Panjang sekali ya.
Menurut saya idenya brilliant. Tidak semua pemerintahan peduli dengan sistem tata kota seperti Pak Camat Muji. Kebanyakan hanya berpikir tentang untung, untung dan untung.
Terserah mau bikin lapak dimana saja asalkan bayar ke Pemerintah Daerah. Saya bersyukur masih banyak pemimpin cerdas dan berani di masa-masa kemelut politik ini. Lanjutkan, Pak Muji 😀
Oke, kembali ke Pantai Serinting.
Yang saya suka adalah pantai ini masih alami dan sepi. Yang saya tidak suka adalah pantai tidak bersih dan rapi dan terlihat banyak sampah plastik disana sini.
Pantai Serinting adalah tempat dimana dilaksanakannya “Bau Nyale” yaitu upacara perburuan cacing laut untuk menyambut “Pasola”.
“Pasola” sendiri adalah permainan ketangkasan lempar lembing kayu sambil menunggangi kuda. Rangkaian acara ini biasanya diadakan bulan Februari atau Maret. Jadi kalau mau melihat prosesinya, datanglah pada kisaran bulan segitu.
Pasir di Pantai Serinting ini bulat-bulat seperti Merica. Warnanya pun sama. Bedanya, merica bikin bersin-bersin, sedangkan pasir merica ini tidak. Saking penasarannya, saya memakan pasir merica ini tapi enggak ditelan.
Ya rasanya rasa batu gitu. (Rasa apa memang yang kau harapkan, Sat?)
Bulir pasirnya mirip banget sama merica ya? |
Mengubur lelah kaki. |
Ketika kami berkunjung ke Pantai Serinting, air sedang surut sehingga karang-karangnya terlihat jelas. Beberapa anak dan ibunya terlihat sedang bermain pasir di kejauhan. Senangnya.
Pantainya sepi tetapi banyak sampah plastik di sana sini. |
Kami tidak berlama-lama di Pantai Serinting karena mau pergi mengejar senja ke Pantai Tanjung Aan. Sampai jumpa lagi, Serinting 🙂
Cerita #TripLombok masih berlanjut loh –> “Mencari Senja Yang Sembunyi di Grupuk, Lombok Tengah”
Happy Traveling!
Enjoy Indonesia!